Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mengatakan hingga saat ini mereka belum mendapatkan laporan adanya rumah sakit yang mengcovidkan pasien.
"Kalau laporan resmi dari masyarakat terkait adanya rumah sakit yang nakal ke PERSI memang sejauh ini kami belum mendapatkan," kata Tonang Dwi Ardyanto, Sekretaris Kompartemen Jaminan Kesehatan Pengurus Pusat PERSI.
Advertisement
"Yang banyak diperoleh adalah adanya lontaran di media sosial yang tersampaikan, tetapi sejauh ini belum ada yang mau menyebut rumah sakit mana, itu belum mau menyebut," kata Tonang dalam temu media virtual pada Jumat (16/10/2020).
Tonang mengatakan, secara umum, pasien harus memberikan persetujuan rumah sakit untuk merawat yang bersangkutan dalam koridor COVID-19 dengan beberapa konsekuensi termasuk pembiayaan.
"Kadang-kadang masyarakat salah pahamnya merasa 'Kalau mau COVID tidak usah bayar, tapi kalau tidak mau disuruh bayar,'" kata Tonang.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Persetujuan Keluarga Syarat Pengajuan Klaim
Ia menjelaskan, dalam Permenkes 59 tahun 2016 dan diturunkan dalam ketentuan khusus terkait COVID-19 tentang Penggantian Biaya Pelayanan, apabila suatu kasus disebut terkait COVID-19 maka biaya berasal dari pemerintah dan terpisah dari dana Jaminan Kesehatan Nasional.
"Itu harus ada prosedur dimana keluarga memberikan persetujuan, itu sebagai syarat kami untuk mengajukan klaim. Kalau nanti misalnya keluarga karena belum paham dan menolak maka itu menjadikan kami repot," kata Tonang.
Menurut Tonang, apabila rumah sakit tidak bisa mengajukan klaim penanganan COVID-19, mereka terpaksa harus mencari biaya dari sumber lain. "Padahal dalam situasi saat ini, dana JKN itu tidak boleh dipakai untuk wabah, ini yang kadang-kadang menimbulkan salah paham."
Advertisement
Anggapan RS Mengcovidkan Pasien
Tonang mengatakan bahwa di masa pandemi, pihak rumah sakit wajib untuk melakukan penyelidikan secara epidemiologis ketika ada pasien yang datang dalam kondisi meninggal dunia.
Tonang mengatakan, dalam situasi pandemi, pihak rumah sakit akan melakukan penyelidikan epidemiologi seperti menanyakan apakah sebelum meninggal pasien sudah memiliki gejala khas COVID-19 atau ada konfirmasi kontak erat.
"Kalau itu ada, maka kami akan masukkan dalam suatu klausul sebagai koridor COVID-19. Ini untuk memisahkan. Jadi penyebab kematian tetap memang kecelakaan, tidak kita sebut COVID, tetapi statusnya dalam hal kondisi wabah masuk dalam koridor COVID-19 yang mengharuskan untuk dilakukan pemulasaraan dan pemakaman secara COVID."
"Jadi bukan berarti ini terus orang kecelakaan kok diCovidkan bukan. Kecelakaan tetap penyebab kematian, tetapi status pemakamannya menggunakan klausul untuk menghindari penularan dengan cara prosedur COVID."
Selain itu, ia juga menepis anggapan mengenai rumah sakit yang mendapatkan anggaran apabila mendapatkan pasien COVID-19. Ia mengatakan, dalam Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) 446 tahun 2020 dijelaskan bahwa rumah sakit hanya mendapatkan penggantian untuk biaya pemulasaraan jenazah saja.
"Rumah sakit itu hanya mendapatkan penggantian biaya sebatas untuk pemulasaraannya saja. Jadi tidak benar kalau misalnya ada yang mengatakan kalau rumah sakit ada pasien datang meninggal nanti COVID, akan dapat sekian belas atau sekian puluh juta, sama sekali tidak benar.
Infografis Yuk Perhatikan Cara Cuci Tangan yang Bena
Advertisement