Jepang Putuskan Buang Air Terkontaminasi dari PLTN Fukushima ke Lautan

Jepang telah memutuskan untuk lepaskan lebih dari 1 juta ton air pembangkit nuklir Fukushima yang rusak ke lautan.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 16 Okt 2020, 17:50 WIB
Ilustrasi gelombang laut (Sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Tokyo - Pihak berwenang Jepang telah memutuskan akan membuang lebih dari satu juta ton air dari pembangkit nuklir Fukushima yang rusak ke lautan. Keputusan tersebut diambil setelah selama beberapa dekade, dan penolakan keras dari nelayan setempat.

Mengutip AFP, Jumat (16/10/2020) Air Fukushima yang akan dilepaskan ke lautan itu diketahui telah disaring dan diolah untuk mengurangi kadar radioaktivitasnya. 

Menurut laporan Nikkei, Yomiuri, dan sejumlah media lokal lainnya, proses pelepasan air tersebut kemungkinan akan dimulai paling cepat pada 2022.

Selain itu, keputusan ini juga mengakhiri perdebatan selama bertahun-tahun tentang bagaimana membuang cairan termasuk air yang sebelumnya digunakan untuk mendinginkan pembangkit listrik tenaga nuklir karena dilanda tsunami besar pada 2011.

Pada awal 2020, sebuah panel pemerintah Jepang menyebutkan pelepasan air itu ke lautan atau menguapkannya merupakan "pilihan yang realistis".

"Kami tidak dapat menunda keputusan tentang rencana  menangani ... air olahan, untuk mencegah penundaan dalam pekerjaan penonaktifan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi," terang Kepala Sekretaris Kabinet, Katsunobu Kato pada Jumat (16/10/2020).

Namun, Katsunobu Kato belum memberikan informasi lebih lanjut terkait rencana tersebut dan waktu pelaksanaannya. Menurut operator pembangkit nuklir Fukushima, TEPCO, ada sekitar 1, 23 juta ton air limbah yang disimpan di tangki di fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima tersebut.

Load More

Saksikan Video Berikut Ini:


Respon Aktivis Lingkungan hingga Korea Selatan

Cincin Olimpiade terlihat di Taman Laut Odaiba, Tokyo, Jepang (17/7/2020). Olimpiade Tokyo akan digelar di arena yang sama dengan mengikuti jadwal yang hampir tidak berbeda dari yang direncanakan sebelum ajang tersebut ditangguhkan akibat pandemi COVID-19 pada Maret lalu. (Xinhua/Du Xiaoyi)

Di sisi lain, aktivis lingkungan menyatakan penolakan yang kuat terhadap proposal tersebut. Para nelayan dan petani setempat juga menyuarakan kekhawatiran bahwa konsumen akan menghindari makanan laut dan hasil bumi dari daerah tersebut.

Sementara itu, Korea Selatan juga berulang kali menyuarakan keprihatinan tentang dampak lingkungan. Negara tersebut pun melarang makanan laut impor dari daerah itu.

Akibat ruang untuk menyimpan air terkontaminasi - yang juga termasuk air tanah dan hujan yang merembes ke pabrik setiap hari - semakin menipis, membuat keputusan itu harus diambil segera.

Melalui proses filtrasi ekstensif, sebagian besar isotop radioaktif telah dihilangkan - namun terdapat zat yang disebut trititum yang masih tersisa karena tidak dapat dihilangkan dengan teknologi yang ada.

Pada Januari 2020, panel para ahli menyarankan untuk membuang air terkontaminasi ke laut sebagai pilihan yang layak karena metode ini juga digunakan pada reaktor nuklir.

Para ahli menyebutkan, bahwa tritium sendiri hanya berbahaya bagi manusia dalam dosis yang sangat besar. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) berpendapat bahwa air yang disaring dengan benar dapat diencerkan dengan air laut dan kemudian dilepaskan dengan aman ke laut.

Dalam laporan Yomiuri, disebutkan bahwa sebelum dilepaskan, air akan diencerkan di dalam fasilitas dengan keseluruhan proses memakan waktu hingga 30 tahun.

Air terkontaminasi yang diolah saat ini disimpan di dalam 1.000 tangki besar di situs Fukushima Daiichi, di mana hampir satu dekade lalu terjadi insiden reaktor nuklir meleleh akibat gempa.

Pada pertengahan 2022 tangki-tangki yang tengah dibangun oleh operator pembangkit nuklir Fukushima, TEPCO diperkirakan akan penuh.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya