Liputan6.com, Jakarta - PT Glostar Indonesia (PT GSI), pabrik supplier produk konsumer (salah satunya sepatu Adidas), melakukan PHK terhadap 4.000 karyawannya. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri.
Sebelumnya, beredar video singkat di media sosial dan pemberitaan media lokal Sukabumi yang membahas PHK massal yang dilakukan PT GSI.
Advertisement
"Ada pandemi Covid-19 yang berkepanjangan dan order turun dratis, dan terpaksa kami mengurangkan sebagian karywan sebanyak 4.000," ujar Firman saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (16/10/2020).
Meski melakukan PHK, Firman memastikan hak-hak karyawan tetap dibayarkan sesuai 2 PMTK (Peraturan Menteri Tenaga Kerja), yang tercantum dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Adapun, istilah 2 PMTK artinya perusahaan yang melakukan PHK diwajibkan untuk membayar uang pesangon sebesar 2 kali upah sebulan.
"Tapi (hak dan pesangon) tetap dibayarkan sesuai 2 PMTK ketentuan UU Ketenagakerjaan, walaupun sangat berat untuk perusahaan," katanya.
Firman menegaskan, tidak semua karyawan PT GSI kena PHK. Masih ada karyawan yang dipekerjakan di PT GSI yaitu sebanyak 8.000 orang.
"Tapi perusahaan masih beroperasi dan mempertahankan 8.000 karyawan," katanya.
Sementara, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Elis Masitoh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan belum menerima laporan apapun mengenai PHK massal tersebut.
"Belum ada laporan (ke Kemenperin)," ujar Elis kepada Liputan6.com.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Survei Jobstreet: 35 Persen Pekerja RI Kena PHK, Paling Banyak di Sektor Hospitality
Country Manager Jobstreet Indonesia, Faridah Lim mencatat sebanyak 54 persen pekerja di Indonesia mengalami dampak signifikan akibat pandemi Covid-19. Dari jumlah itu, sebanyak 35 persen diberhentikan secara permanen, dan 19 persen sisanya dirumahkan sementara.
"Itu adalah data yang kita dapatkan bahwa valid terjadinya pemutusan hubungan kerja dari dunia usaha pada dunia kerja," kata dia dalam video conference di Jakarta, Rabu (6/10).
Adapun pekerja yang paling terkena dampaknya dalam hal pemberhentian kerja permanen atau sementara yakni di sektor hospitality atau catering yang mencapai 85 persen. Kemudian diikuti oleh pariwisata dan travel yakni 82 persen.
Selanjutnya, industri pakaian, garmen, textile juga mengalami dampak besar terhadap pemberhentian pekerja atau sementara yakni hampir sebesar 71 persen. Juga industri makanan dan minuman ini juga terdampak cukup signifikan mencapai 69 persen, kemudian arsitektur bangunan 64 persen.
"Mungkin sedikit data di bawah profile siapa sih pekerja yang paling dominan terdampak adalah yang mereka sedang tidak bekerja full time itu mencapai 67 persen. dan sisi penghasilan juga kita bisa lihat bahwa yang paling tinggi terdampak adalah yang penghasilan dibawah Rp2,5 juta itu mencapai 74 persen," sambung dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
UU Cipta Kerja Dinilai Bikin Buruh Rentan Terkena PHK, Ini Jawaban Menaker
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut, terlalu dini untuk menilai jika UU Cipta Kerja akan membuat buruh rentan terkena PHK. Sebab, dia menilai semangat undang-undang anyar ini justru telah banyak mengakomodir kepentingan buruh.
"Sangat prematur apabila secara tergesa-gesa kita menyimpulkan bahwa UU Cipta Kerja akan rentan terhadap PHK pekerja/buruh. Padahal semangat yang dibangun dalam RUU Cipta Kerja ini justru untuk memperluas penyediaan lapangan kerja dan meningkatkan kualitas perlindungan bagi pekerja/buruh, utamanya perlindungan bagi pekerja/buruh yang mengalami PHK melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," tegas Ida di Jakarta, Selasa (6/10).
Lebih jauh, Ida juga menanggapi polemik yang terjadi pada tataran masyarakat atas penolakan pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Menurutnya, ada dua cara yang akan di maksimalkan pemerintah untuk meyakinkan masyarakat agar legowo menerima kehadiran UU kontroversial itu.
"Bagaimana meyakinkan para buruh untuk menerima RUU Cipta Kerja agar tujuan utama RUU memulihkan ekonomi tercapai?. Terdapat 2 (dua) hal penting yang dilakukan oleh Pemerintah," jelasnya.
Petama, mengintensifkan dialog dengan pemangku berbagai pemangku kepentingan. "Utamanya unsur pekerja/buruh dan pengusaha dengan dibantu jejaring kementerian/lembaga terkait serta pemerintah daerah, khususnya dinas-dinas yang membidangi urusan ketenagakerjaan di daerah," jelasnya.
Terakhir, Pemerintah segera menyusun peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan peraturan lain dibawahnya.
"Hal ini untuk meyakinkan kepada pekerja/buruh bahwa amanat perlindungan terhadap hak-hak pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja dapat segera dijalankan," terangnya.