Moeldoko Minta Publik Pahami Subtansi UU Cipta Kerja Sebelum Menolak

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, menegaskan, UU Cipta Kerja akan menciptakan lapangan pekerjaan baru seluas-luasnya.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 17 Okt 2020, 13:01 WIB
Kepala Staf Presiden RI, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, menegaskan, UU Cipta Kerja akan menciptakan lapangan pekerjaan baru seluas-luasnya. Karenanya, jika ada yang berpandangan akan menyengsarakan rakyat adalah hal yang keliru. 

"Kita mengupayakan ada jaminan lebih baik tentang pekerjaan, jaminan pendapatan lebih baik, dan jaminan lebih baik bidang sosial," kata Moeldoko dalam Refleksi Satu Tahun Kepemimpinan Jokowi Periode Kedua, dalam siaran persnya, Sabtu (17/10/2020).

Moeldoko melihat, saat ini ada 33 juta pendaftar Kartu Pra Kerja. Oleh sebabnya, melalui UU Cipta Kerja ini, maka kesempatan kerja yang luar biasa akan terbuka, juga bagi pengusaha kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi.

"Mereka yang tadinya mengurus perizinan panjang dan berbelit, nanti cukup lewat satu pintu saja," ujar Moeldoko.

Moeldoko berharap, tendensi kecurigaan terkait hadirnya beleid ini dapat disudahi. Selain itu, dia meminta kepada masyarakat untuk dapat memahami lebih dalam lagi akan tiap isi yang tertulis di dalamnya.

"Jadi jangan buru buru komplain berlebihan padahal belum memahami penuh, isi dan substansi dari versi terakhir UU Cipta Kerja ini," kata Moeldoko.

Moeldoko juga meminta agar UU Cipta Kerja sebagai paradoks. Sebab, apa yang dituju dari aturan yang tertuang di dalamnya adalah baik.

"UU Cipta Kerja ini merupakan penyederhanaan regulasi yang dibutuhkan, tapi terjadi di masyarakat justru paradoks. Kondisi ini harus kita luruskan," kata Moeldoko.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Kondisi yang Paradoks

Moeldoko menjelaskan, paradoks adalah kondisi ketika pemerintah mengambil langkah cepat dengan UU Cipta Kerja untuk memotong dan menyempurnakan berbagai keluhan tadi. Tapi di sisi yang lain malah terjadi penolakan oleh masyarakat .

"Ini kondisi yang paradoks," ujar dia. Namun Moeldoko mengamini, langkah pemerintah memang memunculkan risiko dan perdebatan. Tetapi dia percaya, seorang pemimpin harus berani mengambil risiko, seperti yang dilakukan Presiden Joko Widodo.

"Presiden Jokowi memilih untuk tidak takut mengambil risiko. Mengambil jalan terjal dan menanjak. Tidak takut menjadi tidak populer dengan mengorbankan kepentingan rakyatnya," Moeldoko menandasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya