UU Cipta Kerja jadi Karpet Merah bagi Pelaku UMKM

Langkah DPR dan Pemerintah mengesahkan UU Cipta Kerja dinilai menjadi trobosan untuk menjawab tantangan perekonomian global.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 17 Okt 2020, 18:15 WIB
Pekerja menyelesaikan produksi kulit lumpia di rumah industri Rusun Griya Tipar Cakung, Jakarta, Kamis (28/11/2019). Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM terus mendongkrak UMKM dengan menyediakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbunga cukup rendah, yakni 6 persen. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Langkah DPR dan Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja merupakan trobosan untuk menjawab tantangan perekonomian global. Karena dalam satu aturan hukum tersebut, ada setidaknya 77 Undang-Undang yang direview untuk mengatasi kebutuan ekonomi.

Dewan Penasehat Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Franky Sibarani mengatakan, selama tiga tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada 5 persen. Sementara target pemerintah adalah 7 persen.

"Undang-Undang ini terobosan perbaikan di sektor ekonomi. Sebenarnya kita sudah terlalu lama dikekang regulasi, ada sekitar 43 ribu peraturan kemudian. Sementara Undang-Undang Cipta Kerja ini mempertemukan itu semua. UU ini bicara investasi perizinan, pengadaan lahan, proyek strategis nasional, koperasi dan UMKM," katanya di Jakarta, Sabtu (17/10/2020).

Dia menilai, UU Cipta Kerja ini mendorong UMKM dan koperasi menjadi garda terdepan ekonomi Indonesia. Franky menjelaskan, ada sekitar 64,2 juta UMKM di Indonesia, atau 99,8 persen jumlah usaha di Indonesia. Dengan adanya UU Cipta Kerja, maka segala perizinan dan regulasi yang mempersulit UMKM dipangkas.

"UMKM yang selama ini terkendala soal perizinan dan bagaimana mereka tanpa pendampingan masih dilihat sebagai kelompok yang rentan, kali ini dalam UU Cipta Kerja ini diberikan satu tonggak kebangkitan UMKM di Indonesia," tegasnya.

Dalam UU Cipta Kerja ini, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini mengungkapkan, warga negara Indonesia tidak perlu lagi syarat yang rumit untuk mendirikan UMKM.

Cukup hanya membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan izin dari RT saja sudah bisa membuat UMKM. Bahkan nantinya mereka akan mendapatkan bantuan pengurusan Nomor Induk Berusaha (NIB), sertifikat halal hingga Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Nantinya itu akan diatur dalam PP akan diatur seperti itu, kemudian perizinannya juga tidak rumit cukup melalui online, jadi langsung bisa berusaha. Dulukan banyak izinnya," tutupnya.

Tidak hanya UMKM, Franky menambahkan, kini membangun perseroan terbatas (PT) juga tidak lagi rumit. Kini pemerintah memberikan peluang bagi seseorang untuk membangun PT sendiri.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Terkuak, Ini Penyebab Pemerintah Ngotot Sahkan UU Cipta Kerja

Sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju foto bersama Pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat tersebut membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil buka suara penyebab 33 perusahaan relokasi asal China yang enggan berinvestasi ke Indonesia. Dimana 33 perusahaan itu lebih memilih investasi ke Vietnam, Malaysia, Kamboja, dan Thailand.

Menurutnya, tidak ada satu pun perusahaan relokasi asal China itu memilih Indonesia sebagai tempat berinvestasi karena masalah perzinan yang tumpang tindih. Pihaknya mencatat, setidaknya ada 79 regulasi yang dianggap tidak ramah bagi sektor investasi.

"Dari 33 perusahaan relokasi asal China ga ada yang masuk Indonesia. Salah satunya karena regulasi kita paling rumit. Ada 79 undang-undang yang saling bertentangan dan menganggu investasi," papar dia dalam Konferensi Pers dengan tema Klaster Pertanahan dan Tata Ruang dalam UU Cipta Kerja, Jumat, (16/10).

Untuk itu, sambung Sofyan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera melakukan evaluasi untuk memangkas banyak aturan yang dianggap tidak ramah bagi pengembangan sektor investasi dalam negeri. Yakni dengan menghadirkan Undang-Undang Cipta Kerja.

"Sehingga Presiden ada kewenangan membuat UU baru untuk membereskan peraturan yang selama ini bertentangan. Maka lahirlah omnibus law," jelasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku kecewa karena perusahaan asing lebih memilih berinvestasi di negara lain ketimbang Indonesia. Dia mendapat laporan dari Bank Dunia bahwa 33 perusahaan yang keluar dari China, justru berinvestasi ke negara-negara tetangga.

"23 (perusahaan) memilih (investasi) di Vietnam, 10 lainnya perginya ke Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Enggak ada yang ke kita," jelas Jokowi saat memimpin rapat terbatas antisipasi perkembangan perekonomian di Kantor Presiden Jakarta, Rabu (4/9).

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meyakini ada persoalan serius sehingga para investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Jokowi menyebut perusahaan asing tersebut memilih Vietnam lantaran waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan perizinan hanya dua bulan.

"Kita bisa bertahun-tahun, penyebabnya hanya itu, tidak ada yang lain. Oleh sebab itu, saya suruh kumpulkan regulasi-regulasi ya itu (untuk sederhanakan)," kata Jokowi.


Menteri ATR Sebut UU Cipta Kerja Perbaiki 79 Regulasi yang Hambat Investasi

Menteri Agraria dan Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil menyambut baik pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI pada 5 Oktober lalu. Menurutnya, UU anyar ini akan menyinkronkan 79 peraturan perundang-undangan yang selama ini menghambat iklim investasi.

"Dalam UU Cipta Kerja ini akan memperbaiki 79 UU yang tumpang tindih. Maka iklim investasi akan lebih mudah," ujar dia dalam Konferensi Pers dengan tema Klaster Pertanahan dan Tata Ruang dalam UU Cipta Kerja, Jumat, (16/10).

Sofyan mengatakan, selama ini mengurus perizinan berusaha di dalam negeri sangatlah tidak mudah. Diantaranya karena regulasi yang tumpang tindih, sehingga membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia.

"Karena negeri kita dirantai berbagai aturan. Penuh dengan aturan regulasi tumpang tindih, ada Permen PP, Perda dan lainnya," tegasnya.

Padahal, sambung dia, Indonesia terus dihadapkan pada persoalan ketenagakerjaan. Dimana lapangan kerja yang tersedia saat ini tidak mampu menyerap tingginya angka pencari kerja baru, termasuk kelompok pengangguran yang terus bertambah di tengah pandemi Covid-19.

"Pada saat ini lebih dari 7 juta orang nganggur. Kemudian ada 2,7 juta tenaga baru dan 3,5 juta pengangguran terdampak Covid-19. Tidak kah tersentuh nurani kita," paparnya.

Oleh karena itu, dia meminta polemik atas pengesahan UU Cipta Kerja dapat segera diselesaikan. Sehingga percepatan penyusunan berbagai aturan dapat segera diselesaikan oleh pemerintah.

"Nanti kalau tidak puas atau ada aturan silahkan bisa disampaikan ke Mahkamah Konstitusi. Kalau tidak puas dengan aturan turunan atau PP silahkan sampaikan ke pemerintah dengan baik," tutupnya

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya