Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan belum dapat memastikan apakah akan ada kenaikan upah minimum pada 2021. Hal ini masih terus menjadi pembahasan, pasalnya pihak pekerja meminta untuk ada kenaikan upah minimum.
Sedangkan dari sisi pengusaha meminta pengertian atas kondisi dunia usaha yang saat ini engah terpukul akibat covid-19 yang tidak memungkinkan untuk adanya kenaikan upah. Meski jika ditelisik lebih jauh, keduanya sama-sama terimbas.
Advertisement
“Itu masih dibahas. Semalam pembahasan dengan dewan pengupahan masih dua suara,” ujar Direktur Pengupahan Kemnaker Dinar Titus Jogaswitani kepada Liputan6.com.
Dinar menjelaskan bahwa belum ada titik temu, sebab baik pekerja dan pengusaha memiliki kemauan yang berbeda. “Sama-sama kuat. Pekerja dan pengusaha maunya berbeda,” kata dia.
Dalam kesempatan yang lain, Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang menjelaskan ketentuan tentang upah minimum 2021 yang masih mengacu pada PP 78/2015. Dimana perhitungan UMP didasarkan pada perkembangan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahunan.
“Nah kalau berdasarkan PP itu, maka tidak ada kenaikan UMP karena (pertumbuhan ekonomi) minus. Jadi artinya bukan pengusaha tidak mau naik, tapi memang rumusnya seperti itu,” kata dia.
Sementara, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, buruh Indonesia meminta agar upah minimum tahun 2021 naik. Menurutnya, kenaikan upah yang ideal adalah sebesar 8 persen. Hal ini didasarkan pada kenaikan upah rata-rata selama 3 tahun terakhir.
Berkaca pada krisis sebelumnya, Iqbal menyebutkan masih ada kenaikan UMP meski kondisi ekonomi tengah minus.
“Jadi tidak ada alasan upah minimum tahun 2020 ke 2021 tidak ada kenaikan karena pertumbuhan ekonomi sedang minus. Saat Indonesia mengalami krisis 1998, di mana pertumbuhan ekonomi minus di kisaran 17 persen tapi upah minimum di DKI Jakarta kala itu tetap naik bahkan mencapai 16 persen,” ujarnya.
Lebih lanjut, Iqbal menekankan bagi perusahaan yang masih mampu, harus menaikkan upah minimum. Lalu untuk perusahaan yang memang tidak mampu, undang-undang sudah menyediakan jalan keluar dengan melakukan penangguhan upah minimum.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tetap Pakai Formula PP Pengupahan, UMP 2021 Siap-Siap Tak Naik
Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021 kemungkinan tidak akan mengalami kenaikan. Hal ini merujuk pada ketentuan dalam PP 78/2015, dimana perhitungan UMP didasarkan pada perkembangan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahunan.
“Jadi untuk UMP tahun depan masih mengacu pada PP 78/2015. Rumusannya adalah UMP tahun berjalan dikali dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun 2020,” ujar Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang kepada Liputan6.com, Sabtu (17/10/2020).
Sementara dalam kondisi pandemi covid-19 ini, Indonesia telah mencatatkan kontraksi pada kuartal II, yang bahkan diprediksi berlanjut hingga kuartal IV 2020. Begitu pula daengan inflasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan deflasi 3 kali berturut-turut sejak Juli hingga September 2002.
Di sisi lain, Sarman mengaku dunia usaha sudah cukup tertekan selama pandemi covid-19 berlangsung. Dimana cashflow perusahaan turut terganggu.
“Jadi, disamping rumusnya (dalam PP 78/2015) memang seperti itu, yang kedua juga memang kondisi ekonomi kita dan dunia usaha juga seperti yang saat ini. Jadi kita lihat memang sesuai dengan rumusan yang ada, pertumbuhan ekonomi kita yang seperti ini, ya UMP tahun depan mungkin tidak ada kenaikan,” kata Sarman.
Advertisement
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Minus, Tak Ada Kenaikan UMP di 2021?
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan meskipun omnibus law UU Cipta Kerja telah disahkan pada Senin 5 Oktober 2020 lalu, pengaturan dan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) di 2021 masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
“Nah, terkait dengan upah minimum tahun 2021. Saya kira kalau kita sementara ini acuan tentang penetapan upah minimum itu adalah berdasarkan PP 78 tahun 2015,” kata Ida dikutip dari keterangannya, Jumat (9/10/2020).
Kata Ida, seharusnya pengaturan UMP 2021 tidak lagi mengikuti PP Nomor 78 tahun 2015, lantaran ada pengaturan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun akan ada peninjauan Komponen Hidup Layak (KHL) yang jatuhnya pada tahun 2021.
“Memang ada perubahan komponen komponen KHL untuk tahun 2021 ini,” ujarnya.
Apalagi di masa pandemi covid-19 ini pertumbuhan ekonomi Indonesia minus hingga -5,32 persen. Maka dari itu, Ida mengatakan kemungkinan penetapan UMP tidak akan naik sebagaimana mestinya, dikarenakan kondisi perekonomian tanah air ini yang belum kondusif.
“Namun demikian kita semua tahu akibat dari pandemi Covid-19 ini pertumbuhan ekonomi kita minus. Saya kira tidak memungkinkan bagi kita menetapkan secara normal sebagaimana Peraturan Pemerintah maupin sebagaimana undang-undang peraturan perundang-undangan,” jelasnya.