Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra Siregar mengkritik hubungan kerja sama Indonesia - Jepang di tengah pandemi COVID-19. Menurutnya, kemitraan kedua negara cenderung tak terlihat dan 'hilang'.
Hal itu disampaikan Mahendra saat membukan forum bisnis Indonesia - Jepang yang diselenggarakan bersama oleh KBRI Tokyo, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Kementerian Perdagangan RI pada Rabu 14 Oktober 2020.
Pernyataannya juga disampaikan menyusul rencana kedatangan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga ke Indonesia pekan depan, yang dinilai Mahendra sebagai "kunjungan strategis yang merefleksikan kerja sama kedua negara."
Baca Juga
Advertisement
"Kami berharap kunjungan PM Suga dapat menjadi momentum untuk meningkatkan investasi, perdagangan, dan rasa saling percaya antara kedua belah pihak, meski saat ini kita berada di tengah pandemi," jelas Wamenlu RI Mahendra Siregar, dikutip dari tayangan Youtube resmi KBRI Tokyo, Minggu (18/10/2020).
Mahendra menilai bahwa pandemi tak dipandang hanya sebatas sebagai hambatan, namun justru dapat menjadi katalis bagi Indonesia - Jepang untuk "pengembangan kerja sama ke arah yang lebih baik."
Selain itu, Mahendra juga menggarisbawahi tentang produk hukum baru Indonesia, yakni Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Undang-undang yang dalam beberapa waktu terakhir menuai kontroversi tersebut, dinilai Wamenlu RI "mampu memangkas birokrasi yang tidak perlu dan menghambat, menghalau potensi korupsi yang mengganggu iklim bisnis dan investasi Indonesia, serta membuka lapangan pekerjaan baru yang kompetitif dan produktif."
"Kami berharap bahwa investor, pebisnis, dan pemangku kepentingan Indonesia - Jepang bisa memanfaatkan dan memaksimalkan kesempatan bagus ini," jelasnya.
Simak video pilihan berikut:
Mahendra Sebut Indonesia - Jepang 'Missing-in-Action'
Kendati demikian, pria yang pernah menjabat sebagai kepala BKPM dan Wakil Menteri Keuagan itu juga menggarisbawahi minimnya kerja sama antara Indonesia - Jepang di tengah pandemi COVID-19, pada saat yang sama ketika kedua negara tengah melakukan peninjauan kembali atas kemitraan ekonomi Indonesia - Jepang atau IJEPA 2.0.
"Karena, kalau boleh jujur, untuk beberapa bulan terakhir, kami bertanya-tanya, 'ke mana hubungan Indonesia yang kuat, strategis, dan telah lama terjalin (dengan Jepang) selama ini di tengah pandemi yang kita alami," jelasnya.
"Tentu bahwa hubungan rutin, yang selama ini telah terjalin, tetap berjalan."
"Namun, hubungan dan kemitraan strategis yang kami harapkan bisa berkembang di tengah krisis pandemi justru tak terliihat. Seolah-olah, missing-in-action," lanjut Wamenlu RI tersebut.
"Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kerja sama dalam hal pengembangan vaksin, pengembangan kapasitas industri farmasi dan peralatan medis, serta kesepakatan travel corridor."
"Begitu juga dengan rencana relokasi (industri) yang mulai muncul dan bergelombang masuk ke Indonesia. Namun praktisnya, sangat sedikit perusahaan yang berasal dari Jepang. Sungguh tidak kompatibel dengan hubungan yang kuat dan kokoh yang telah berusia 60 tahun, di mana Jepang telah menjadi pilar penting saat kedua negara menghadapi krisis moneter Asia 20 tahun lalu, krisis finansial global 12 tahun lalu, dan selalu mendukung ketika ada bencana alam serta kesulitan yang dialami Indonesia dan Jepang."
"Saat ini, melihat lima negara yang menjalin kemitraan erat (dengan Indonesia) selama pandemi, kami menyayangkan bahwa kelima negara tersebut tidak termasuk Jepang."
Oleh karena itu, lanjut Mahendra, kedua negara bertanggungjawab untuk memperbaiki kekurangan yang ada selama ini.
"Mari kita manfaatkan momentum saat ini, dan rencana kedatangan PM Suga ke Indonesia, sebagai katalis untuk meningkatkan hubungan kita di masa depan," jelas Mahendra.
Advertisement