Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat sepanjang periode Januari-September 2020, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 mencapai Rp 682,1 triliun. Defisit ini setara dengan 4,16 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
“Untuk defisit keseluruhan mencapai Rp 682,1 triliun atau defisitnya di 4,16 persen. Ini masih sesuai dengan yang ada di dalam perpres Nomor 72 Tahun 2020,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam APBN Kita, Senin (19/10/2020).
Advertisement
Sri Mulyani mengatakan, realisasi defisit anggaran sampai dengan bulan lalu seiring dengan besarnya belanja yang dibutuhkan pemerintah untuk penanggulangan pandemi Covid-19.
“Defisit di negara lain bisa sampai belasan dan puluhan persen. Kotraksi di kuartal III juga masih minus. Kita berharap Indonesia lebih baik dari peer group-nya,” kata dia.
Lebih lanjut, dari sisi pendapatan negara, realisasi di sepanjang Januari- September 2020 sebesar Rp 1.159 triliun, setara dengan 68,2 persen dari target APBN dapam Perpres 72/2020 yang sebesar Rp 1.699,9 triliun.
Angka realisasi ini mencatatkan pertumbuhan negatif 13,7 persen apabila dibandingkan dengan realisasi di Januari-September 2019 yang sebesar Rp 1.342,25 triliun.
Untuk belanja negara, realisasinya Rp 1.534,7 triliun, setara dengan 56 persen dari target APBN-Perpres 72/2020 yang sebesar Rp 2.739,2 triliun.
Belanja negara mencatatkan realisasi sebesar Rp 1.841,1 triliun atau tumbuh 15,5 persen apabila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp 1.594,46 triliun.
Adapun dari sisi pembiayaan, realisasi sampai dengan akhir September 2020 sebesar Rp 784,7 triliun atau 75,5 persen dari APBN-Perpres 72/2020 sebesar Rp 1.039,2 triliun.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Penerimaan Pajak Diprediksi Kurang Rp 500 Triliun dari Target APBN 2020
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasi Nazara memproyeksikan Shortfall atau selisih penerimaan pajak dari target APBN 2020 bakal mencapai Rp 500 triliun.
"Penerimaan pajak kita perkirakan Rp 500 riliun tidak akan terkumpul. Artinya kegiatan ekonominya turun dan pemerintah juga memberikan isentif-insentif pajak. Rp 500 triliun kita perkirakan dari anggaran tahun ini tidak akan kita terima," tuturnya dalam sesi teleconference, Selasa (6/10/2020).
Namun di sisi lain, Suahasi mengungkapkan, pemerintah tidak bisa menurunkan belanja negara. Menurut dia, hal tersebut harus di-support dan dinaikan untuk menunjang program pemulihan ekonomi nasional, sehingga postur belanja di APBN meningkat sekitar Rp 200 triliun.
"Kita lakukan defisit APBN menjadi 6,3 persen dari PDB atau sekitar Rp 1.000 triliun. Itu semua ditetapkan dalam bentuk UU Nomor 2 Tahun 2020," jelas dia.
Dengan kondisi defisit seperti ini, pemerintah disebutnya bakal fokus membantu perekonomian sehingga negara bisa lanjutkan proses pemulihan. Langkah ini dilakukan guna mengobati kontraksi ekonomi di kuartal II 2020 yang negatif 5,32 persen.
"Kita berharap di kuartal III ada pemulihan ekonomi. Mungkin angkanya masih kontraksi, tapi lebih rendah. Kita tunggu angka dari BPS (Badan Pusat Statistik). Sampai kuartal IV pemerintah terus support dari perekonomian," ungkapnya.
Suahasil menceritakan, pertumbuhan ekonomi negatif di kuartal kedua kemarin terjadi lantaran situasi pandemi yang sangat buruk pada April-Mei 2020. Situasinya perlahan mulai berubah ketika mulai ada kegiatan ekonomi di periode Juni-Juli 2020.
"Kegiatan ekonomi mulai meningkat pada bulan Agustus, meski di satu dua titik ada peningkatan Covid-19, tapi ini bagian dari pemulihan. Dengan pemulihan kita berharap di kuartal III ada perbaikan dari pertumbuhan ekonomi," ujar Suahasil.
Advertisement