Dirut PTPN III: Pemerintah Tak Harus Swasembada Semua Komoditi

Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Persero) meminta pemerintah tidak latah mewujudkan swasembada di semua komoditi

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 19 Okt 2020, 17:40 WIB
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Perkebunan provinsi itu per tahun 2019, kabupaten dengan Hak Guna Usaha (HGU) kebun kelapa sawit terluas di Aceh, yakni 71,661.53 hektare. (Liputan6.com/ Rino Abonita)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III Mohammad Abdul Gani menyayangkan keputusan pemerintah atas moratorium sejumah Non Government Organization (NGO) luar negeri mengenai kelapa sawit (CPO).

“Saya sangat sayangkan pemerintah mau didikte oleh NGO luar negeri sehingga membuat moratorium. Sebenarnya dengan pendekatan tata kelola konservasi kita bisa gunakan LSP atau ICC itu sertifikasi bagaimana kita mengendalikan agar karbon itu tidak terjadi penguapan yang tidak terkendali,” kata dia dalam acara MarkPlus Government Roundtable: Pemulihan Ekonomi di Sektor Pertanian, Senin (19/10/2020).

Abdul menyebutkan, Indonesia masih bisa memperluas lahan kelapa sawit hingga 20 juta hektar. Dengan perkiraan dapat menghasilkan 80 juta KL CPO. Namun kedepannya, ia menilai besaran tersebut mestinya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.

“Saat ini, dengan kebijakan konsumsi bahan bakar 30 persen, maka yang terpakai untuk biodiesel hanya 4,7 juta KL. Artinya hanya 10 persen dari produksi CPO nasional,” kata dia.

“Kalau sekarang katakanlah 80 persen CPO dan turunannya diekspor, maka ke depan harus dibalik. Kita penuhi kebutuhan energi di dalam negeri berbasis CPO,” lanjut dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tak Perlu Latah

Perkebunan kelapa sawit ilegal di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh, Kamis (1/11). Pohon-pohon tersebut ditanam sejak tahun 2014 di kawasan hutan lindung. (JANUAR/AFP)

Abdul menambahkan, mestinya pemerintah tak perlu latah untuk mendompleng semua komoditi untuk bisa swasembada. Pasalnya, memang ada sejumlah komoditi yang bukan berasal dari Indonesia. Sehingga untuk komoditi yang seperti itu, Indonesia jelas kalah dibandingkan dengan negara produsen aslinya.

“Pemerintah ketika akan mengembangkan ekspor atau yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi utamanya di sektor pertanian tidak perlu latah berpikir untuk semua komoditi kita swasembada. Karena secara alamiah tidak mungkin Indonesia akan mampu bersaing untuk produktivitas sejumlah komoditas yang memang bukan berasal dari Indonesia,” kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya