Kinerja Loyo Terdampak Covid-19, Ini 7 Pinta Pengembang Properti ke Pemerintah

Kinerja sektor properti loyo di semua segmen selama pandemi berlangsung.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Okt 2020, 17:30 WIB
Rumah Murah

Liputan6.com, Jakarta Sektor properti dalam negeri menjadi salah satu yang terdampak parah akibat pandemi Corona atau Covid-19. Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida mencatat, kinerja sektor properti loyo di semua segmen selama pandemi berlangsung.

Untuk segmen mal anjlok 85 persen, bahkan hotel occupancy rate turun hingga 90 persen. Lalu, perkantoran turun 74,6 persen dan rumah komersil juga turun antara 50 - 80 persen.

"Hanya segmen rumah bersubsidi yang masih bertahan di tengah pandemi Covid-19. Hal ini khususnya di daerah dan akibat anggaran Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sudah cair mencapai Rp1,5 triliun," ujar dia dalam diskusi virtual bertajuk Bonus Demografi dan Tantangan Pembiayaan Rumah, Senin (19/10).

Oleh karena itu, Totok mewakili para pengembang lainnya mengajukan tujuh usulan untuk menyelamatkan kelangsungan usaha sektor properti di tengah pandemi Covid-19. Pertama, mendorong Tapera bisa segera diopersikan secara efektif.

Kedua, meningkatkan koordinasi antar stakeholders terkait, yakni Kementerian PUPR, Bank Mitra, dan Pengembang. "Sehingga memudahkan implementasi atas ketentuan terkait bisnis sektor properti di era pandemi," jelasnya.

Ketiga, perluasan cakupan berbagai paket subsidi. "Seperti untuk harga rumah di bawah Rp200 juta. Juga cakupan pasar bagi golongan karyawan kontrak dan nonfix income di-reject/dibatasi," imbuhnya.

Keempat, adanya bunga yang lebih murah dan tenor yang lebih panjang. Kelima, melakukan review terhadap semua mekanisme yang sudah berjalan terkait pembiayaan rumah subsidi (FLPP/SSB/SBUM/BP2BT) serta memperbaiki yang masih kurang dan meningkatkan pelayanan.

Keenam, percepatan proses maupun mekanisme ketentuan stimulus pembiayan. "Sehingga tidak ber elit dan tidak ada penambahan regulasi di setiap tahunnya," terangnya.

Terakhir, tata kelola yang lebih baik dna transparan terhadap dana publik. "Ini baik untuk meningkatkan kepercayaan market dan investor," tutupnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BP Tapera

Dana yang dikucurkan jelang dua minggu sebelum Hari Raya ini sangat potensial untuk dialokasikan sebagai dana tambahan untuk uang muka rumah.

Komisioner BP Tapera menyambut baik pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI pada 5 Oktober lalu. Menurutnya, kehadiran regulasi anyar itu menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam upaya penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

"UU Cipta Kerja ini baik dan ini menunjukkan upaya dalam hal penyediaan rumah bagi MBR," tegas dia dalam diskusi virtual bertajuk Bonus Demografi dan Tantangan Pembiayaan Rumah, Senin (19/10).

Adi mengatakan, bahwa spirit utama UU kontroversial itu menawarkan kemudahan investasi. Sehingga diyakini akan mampu menyeimbangkan investasi di pulau Jawa maupun luar Jawa.

"Karena pada saat nanti investor masuk di Indonesia, tidak hanya berkosentrasi di jawa, tapi di seluruh NKRI. Itu yang diatur dalam UU Cipta Kerja," jelas dia.

Selain itu, UU yang masih menuai penolakan dari berbagai kelompok masyarakat ini juga dinilai baik bagi penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar. Khususnya dalam menghadapi lonjakan angka pengangguran selama pandemi Covid-19 berlangsung.

"Maka disiapkanlah demand terkait penciptaan kerja. Karena kerja juga tidak hanya butuh untuk sandang dan pangan. Tetapi juga papan untuk perumahan," terangnya.

Oleh karena itu, dia menilai implementasi UU Cipta Kerja akan memberikan ruang lebar akan kepemilikan rumah bagi kalangan usia produktif. Khususnya rumah kepemilikan pertama.

" Disitulah, kita melihat potensi BP Tapera untuk investasi dan lapangan kerja. Sehingga BP Tapera hadir untuk kesempatan memiliki rumah pertama," tandasnya

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyambut baik pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI pada tanggal 5 Oktober lalu. Menurutnya implementasi UU anyar ini akan meningkatkan serapan tenaga kerja, termasuk kelompok pengangguran yang terus bertambah di tengah pandemi Covid-19.

Dia menjelaskan, saat ini ada sekitar 7 juta, mulai dari Aceh sampai Papua yang sedang mencari lapangan pekerjaan. Sedangkan angkatan kerja per tahun sekitar 2,9 juta.

Lalu, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada 3,5 juta tenaga kerja terkena PHK, di sisi lain KADIN mencatat sekitar 5 juta orang yang terkena PHK. Maka total lapangan pekerjaan yang perlu disiapkan oleh pemerintah mencapai 15 juta jiwa.

"Untuk memberikan solusi bagi 15 juta pencari pekerjaan ini, maka negara harus menciptakan lapangan pekerjaan. Namun tidak mungkin seluruhnya akan terserap lewat penerimaan PNS (Pegawai Negeri Sipil), BUMN (Badan Usaha Milik Negara), TNI maupun Polri. Oleh karena itu untuk menciptakan lapangan pekerjaan tersebut harus melalui sektor swasta. Instrumen sektor swasta inilah yang dimaksud dengan investasi, karena investasi ini yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan," ujar Bahlil, Jumat (16/10).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya