Liputan6.com, Jakarta - Satu tahun sejak dilantiknya Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin sebagai wakilnya pada 10 Oktober 2019 lalu, sejumlah janji kampanye disebut telah terpenuhi.
Diantaranya, yang paling baru adalah dengan disahkannya UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Advertisement
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, disahkannya UU tersebut sebagai bentuk pemenuhan janji terkait penciptaan lapangan pekerjaan.
“Pak Jokowi konsisten untuk mengerjakan hal tersebut meskipun pandemi, yaitu dengan UU cipta Kerja itu kan menjawab semuanya. Mengenai masalah untuk mendorong SDM kita, penciptaan lapangan kerja,” kata Hariyadi kepada Liputan6.com, Selasa (20/10/2020).
Selain itu, UU ini juga merampingkan birokrasi dan regulasi. Sehingga mendorong transformasi dari ketergantungan pada SDA menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern. Dimana hal ini juga merupakan salah satu janji Jokowi saat pelantikan.
“Jadi Pak Jokowi itu konsisten, apesnya kena pandemi aja,” kata dia. Bahkan, Hariyadi menyebut implementasi dari janji Jokowi berjalan sesuai jadwal.
Lainnya, Hariyadi menyebutkan program Kartu Prakerja yang realisasinya mampu digarap dalam waktu singkat. Ada juga sejumlah infrastruktur, termasuk beberapa tol yang penggarapannya masih tetap on track.
Bahkan, proyek kawasan industri Batang juga telah digarap. Hariyadi cukup terkesan dengan proyek ini karena dinilainya cukup kompetitif dibandingkan swasta. “Kawasan Industri Batang menurut saya terobosan juga," tambahnya.
"Kalau sampai jadi, itu sesuatu yang menurut saya fenomenal karena polanya berbeda dengan kawasan industri swasta. Kalau swasta kan dijual, nah kalau dia (Batang) sewa, ini kompetitif banget,” tambah dia.
Sementara, Hariyadi menilai jika ada sejumlah janji yang belum terpenuhi oleh Presiden Jokowi, hal tersebut kemungkinan besar karena kondisi saat ini yang masih pandemi.
“Kalau yang kurang itu berproses. Ini PR-nya sudah dikerjakan,” pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Indef: 1 Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin, Wariskan Utang Rp 20,5 Juta ke Tiap Penduduk Indonesia
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyoroti beberapa masalah di bidang ekonomi selama 1 tahun Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin menjabat. Salah satunya terkait nilai utang negara yang terus meninggi dan jadi warisan bangsa.
Mengutip catatan International Debt Statistics 2021 dari Bank Dunia, Bhima memaparkan, Indonesia tercatat menempati urutan ke-6 tertinggi di antara negara berpendapatan menengah dan rendah dalam Utang Luar Negeri (ULN), yakni USD 402 miliar.
Beban utang luar negeri tersebut jauh lebih besar dibanding negara berpendapatan menengah lain seperti Argentina, Afrika Selatan hingga Thailand. Bahkan berpotensi semakin membesar di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini.
"Di tengah situasi pandemi, pemerintah terus menambah utang dalam bentuk penerbitan utang valas yang rentan membengkak jika ada guncangan dari kurs rupiah," ujar Bhima kepada Liputan6.com, Senin (19/10/2020).
Pada 2020, pemerintah juga telah menerbitkan Global Bond sebesar USD 4,3 miliar dan jatuh tempo pada 2050 atau tenor 30,5 tahun. Artinya, ia menegaskan, pemerintah tengah mewarisi utang pada generasi ke depan.
"Setiap 1 orang penduduk di era Pemerintahan Jokowi-Maa’ruf Amin tercatat menanggung utang Rp 20,5 juta. Itu diambil dari perhitungan utang pemerintah Rp 5.594,9 triliun per Agustus 2020 dibagi 272 juta penduduk," cibirnya.
Bhima pun tak menyangkal jika beban utang itu bakal semakin membesar. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi nasional alami penurunan hingga menyentuh level -5,32 persen di kuartal II 2020 akibat terlambatnya penanganan Covid-19 yang dilakukan.
Kenyataan ini berbanding terbalik dengan China yang merupakan negara asal pandemi. Negeri Tirai Bambu mencatatkan pertumbuhan positif 3,2 persen di periode yang sama. Sementara Vietnam juga tumbuh positif 0,3 persen karena adanya respon cepat pada pemutusan rantai pandemi, dengan lakukan lockdown dan merupakan negara pertama yang memutus penerbangan udara dengan China.
Di sisi lain, kesiapan Pemerintaham Jokowi dalam hal stimulus pemulihan ekonomi nasional (PEN) menghadapi resesi ekonomi relatif kecil, hanya 4,2 persen dari PDB dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang 20,8 persen dan Singapura 13 persen.
"Stimulus kesehatan dalam PEN hanya dialokasikan 12 persen, sementara korporasi mendapatkan 24 persen stimulus. Ada ketimpangan yang nyata antara penyelamatan kesehatan dibandingkan ekonom," seru Bhima.
Advertisement