Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan tetap menggelar Pilkada Serentak 2020 di tengan pandemi Covid-19. Keputusan ini pun menuai kontroversi. Sejumlah pihak menilai pelaksanaan pilkada ini sepatutnya ditunda lantaran berpotensi menjadi klaster baru Covid-19. Maklum, Pilkada 2020 ini adalah pemilihan kepala daerah terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Sebab akan melibatkan 270 daerah.
Namun, Jokowi berpendapat lain. Kepala Negara menilai Pilkada 2020 tidak bisa ditunda sebab tak ada yang mengetahui kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Untuk itu dia meminta agar pelaksanaan pilkada dapat digelar dengan cara baru yang mengutamakan kesehatan masyarakat.
Advertisement
"Situasi tidak bisa dibiarkan, penyelenggaraan pilkada harus tetap dilakukan. Tidak bisa menunggu sampai pandemi berakhir karena memang kita tidak tahu, negara mana pun tidak tahu kapan pandemi Covid-19 ini berakhir," jelas Jokowi saat memimpin rapat terbatas yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (8/9/2020).
Di awal pandemi, sejumlah kelompok masyarakat sudah mewanti-wanti agar pemerintah menunda penyelenggaraan pilkada setidaknya hingga 2021. Sebab pelaksanaan pilkada dikhawatirkan dapat memperburuk keadaan saat ini.
Salah satunya dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah termuat dalam pernyataan pers yang langsung ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti, Senin (21/9/2020).
"Terkait dengan Pemilihan Kepada Daerah (Pemilukada) tahun 2020, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menghimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera membahas secara khusus dengan kementerian dalam negeri, DPR, dan instansi terkait agar pelaksanaan Pilkada 2020 dapat ditinjau kembali jadwal pelaksanaannya maupun aturan kampanye yang melibatkan kerumunan massa," demikian salah satu potongan poin.
Pascalima bulan dilantik, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin memang dihadapkan pada persoalan pandemi global ini. Kasus positif Covid-19 pertama di tanah air menimpa dua warga Depok, Jawa Barat pada Senin (2/3/2020).
Sejak kasus positif Covid-19 diumumkan pertama kali oleh Presiden Jokowi itu, tren pelandaian kasus tak kunjung terlihat. Selama 7 bulan hingga Oktober, kebijakan pemerintah tak mampu menekan angka penambahan kasus.
Hingga saat ini kasus positif Covid-19 secara nasional sudah mencapai 360 ribu orang. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara paling tinggi menangani Covid-19 di Asia Tenggara.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Ditunda hingga 9 Desember 2020
Awalnya, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 akan diselenggarakan pada 23 September yang melibatkan 270 daerah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Di antaranya ada Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah. Lalu ada Kota Medan, Semarang, Surakarta, Surabaya, Tangerang Selatan, Denpasar, Samarinda, Manado, Makasar.
Namun, saat awal pandemi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat menunda tahapan Pilkada 2020. Keputusan KPU tersebut tertuang dalam Keputusan KPU RI Nomor: 179/PL.02.Kpt/01/KPU/III/2020 dan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020, tertanggal 21 Maret 2020.
Dalam surat edaran yang ditandatangani Ketua KPU Arief Budiman tersebut, disebutkan terdapat sejumlah tahapan yang dilakukan penundaan. Empat tahapan itu yaitu, pelantikan panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih, serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
Saat itu, Komisi II DPR menyetujui adanya penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Presiden Jokowi pun mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang (perppu) pada 4 Mei 2020 agar penundaan pilkada memiliki payung hukum.
Dalam peraturan tersebut tertulis bahwa pemilihan kepala daerah serentak yang akan dilaksanakan 9 Desember 2020 ditunda pelaksanaanya dari sebelumnya September 2020 lantaran adanya pandemi Covid-19.
Dalam Perppu tersebut menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomer 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomer 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-undang.
Kemudian dalam Perppu tersebut juga tertuang perubahan pada pasal 120. Sehingga dalam pasal tersebut berisi: "Dalam hal pada sebagian wilayah pemilihan, seluruh wilayah pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana non alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan".
Setelah Perppu penundaan diterbitkan, Komisi II DPR menyetujui usulan pemerintah terkait penundaan penyelenggaraan Pilkada 2020 akibat wabah Covid-19 dari 23 September menjadi 9 Desember.
"Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah terhadap penundaan pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak tahun 2020 menjadi tanggal 9 Desember 2020," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia Tanjung.
Lalu, pada 15 Juni 2020, tahapan Pilkada Serentak 2020 yang sempat ditunda kembali dilanjutkan. Kemudian, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota, resmi disahkan sebagai undang-undang.
Pengesahan itu ditetapkan dalam rapat paripurna DPR yang digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/7/2020). Sedangkan untuk tahapan pendaftaran calon pasangannya calon dilaksanakan mulai 28 Agustus 2020 hingga rekapitulasi dan penetapan hasil pada 20 Desember 2020.
Tahapan penyelenggaraan Pilkada 2020 tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas PKPU nomor 13 tahun 2019 tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pilkada tahun 2020.
KPU memastikan bahwa tahapan penyelenggaraan Pilkada 2020 dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan terkait Covid-19. Hal tersebut tertuang dalam PKPU pasal 8C.
Advertisement
Tak Patuh Protokol di Awal Tahapan Pilkada
Pada tahapan awal pilkada, seperti masa pendaftaran bakal calon yang digelar pada 4-6 September 2020 lalu, banyak calon kepala daerah dan pendukungnya tak patuh protokol kesehatan.
Akibatnya, puluhan bakal calon kepala daerah terinfeksi Covid-19. Puluhan petugas penyelenggara pemilu di daerah juga tercatat terpapar penyakit ini.
Terakhir, setidaknya tiga orang Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga terkonfirmasi positif Covid-19. Tak heran, keraguan untuk tetap menggelar pilkada di tengah pandemi mulai mengemuka di publik.
Namun, pemerintah bergeming. Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menegaskan bahwa Pilkada Serentak 2020 akan tetap digelar sesuai jadwal. Menjawab kekhawatiran publik, dia menekankan pilkada akan digelar dengan protokol kesehatan Covid-19 disertai penegakan hukum dan sanksi tegas untuk mencegah munculnya klaster penularan baru.
"Penyelenggaraan Pilkada 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember 2020, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih," kata Fadjroel melalui keterangan tertulis, Senin (21/9/2020).
Sikap Istana itu sesuai dengan tekad Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menegaskan Pilkada Serentak 2020 akan tetap digelar sesuai jadwal. Dia mengatakan, keputusan pemerintah sudah bulat, meski banyak pihak mendesak agar pemerintah menunda pelaksanaan pilkada di tengah situasi pandemi Covid-19.
Mantan Kapolri itu mengatakan saat ini pemerintah telah menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19.
Perppu akan mengatur secara keseluruhan teknis pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19, mulai dari pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum mengenai protokol kesehatan.
Opsi lain yang bisa diambil yakni merevisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait pelaksanaan Pilkada dalam situasi wabah Covid-19. Tito menilai perlu ada aturan tegas untuk mencegah terjadinya kerumunan massa selama tahapan lanjutan pilkada di masa pandemi Covid-19.
"Kami sarankan ada revisi PKPU, untuk menghindari terjadinya potensi kerumunan sosial yang tidak bisa menjaga jarak," kata Tito saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi II DPR, Senin (21/9/2020).
Aturan Kampanye saat Pandemi
Untuk mencegah penularan Covid-19 saat proses pilkada, KPU pun membuat sejumlah aturan. Misalnya melarang kampanye digelar secara tatap muka langsung seperti rapat umum dan konser di Pilkada 2020. Kampanye Pilkada akan dilaksanakan pada 26 September sampai 5 Desember 2020.
Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19.
Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi berharap, dengan perubahan PKPU ini maka metode kampanye akan dapat dilakukan secara demokratis sesuai prinsip penyelenggaraan pemilihan yang luber dan jurdil.
"Di sisi lain, masyarakat atau siapapun, baik penyelenggara, peserta maupun pemilih yang akan terlibat dalam proses kampanye itu dapat terhindar dari potensi terjadinya penyebaran pandemi Covid-19," kata dia dalam keterangan yang diterima, Kamis (24/9/2020).
Raka Sandi mengatakan, pada prinsipnya, pengaturan ini dimaksudkan untuk menerapkan secara lebih ketat dan detail mengenai protokol kesehatan itu sendiri.
Dia menjelaskan, bentuk kampanye yang kemudian dilarang untuk dilakukan secara tatap muka langsung adalah kampanye bentuk lain yang diatur di Pasal 88C PKPU Nomor 13.
"Jadi berdasarkan ketentuan, bentuk kampanye lainnya seperti rapat umum, kegiatan kebudayaan seperti pentas seni dan panen raya, kegiatan olahraga, perlombaan, bazar dan donor darah dan atau peringatan partai politik ini dilarang untuk dilakukan di dalam tatap muka langsung," kata dia.
Bentuk kampanye lainnya, kata dia, dapat dilakukan melalui media sosial dan daring. Raka Sandi menambahkan, KPU juga merumuskan pengaturan mengenai sanksi bagi pasangan calon, tim kampanye atau pihak lain yang melanggar ketentuan kampanye tersebut.
Advertisement