Dampak Baik dan Buruk Medsos Versi Kominfo Jatim

Media sosial bersifat dua arah dan terbuka yang memungkinkan para penggunanya dengan mudah berpartisipasi dan berbagi.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Okt 2020, 12:00 WIB
Ilustrasi sosial media. (via: qureta.com)

Liputan6.com, Jakarta - Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Jawa Timur menilai penggunaan media sosial (medsos) saat ini ikut membentuk cara baru masyarakat dalam berkomunikasi, sehingga lebih cepat dalam bertukar informasi.

"Penggunaan media sosial telah membentuk dan mendukung cara baru masyarakat dalam berkomunikasi, berinteraksi, dan berkolaborasi. media sosial menawarkan cara yang lebih cepat dan tepat untuk berpartisipasi dalam pertukaran informasi melalui daring (dalam jaringan/online)," kata Kepala Bidang Komunikasi Publik Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Pemerintah Provinsi Jawa Timur Edi Supaji di Kediri, Senin, 19 Oktober 2020.

Edi dalam acara seminar yang digelar oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Pemerintah Provinsi Jawa Timur di Kota Kediri tersebut mengungkapkan bahwa media sosial kini telah menjadi salah satu media yang paling banyak digunakan, tidak terkecuali organisasi atau lembaga, dilansir dari Antara.

Media sosial, lanjut dia, bersifat dua arah dan terbuka yang memungkinkan para penggunanya dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan media sosial berkembang pesat seiring dengan pertumbuhan aplikasi berbasis internet, yang dibangun atas dasar ideologi dan teknologi internet yang bersifat dua arah.

Sementara itu, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo yang juga hadir dalam seminar itu menambahkan, penggunaan media sosial kini telah mendominasi saluran publik, lebih besar ketimbang saat membaca koran maupun melihat televisi.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini


Fenomena Buzer

Ilustrasi provasi di Media Sosial | unsplash.com/@benji3pr

Namun, ia juga mengingatkan ada sisi negatif dan positifnya. Untuk sisi negatifnya, jika yang membaca tidak menyaringnya bisa terpengaruh dengan informasi yang belum bisa ditentukan kebenarannya.

Ia mengatakan, media sosial sudah overload communication, sehingga perlu dibangun standar komunikasi publik di masing-masing daerah. Peran negara seharusnya bisa berkolaborasi dan jangan menyerahkan informasi sepenuhnya dengan media sosial melainkan bisa memanfaatkan peran media mainstream seperti media lokal.

Menurut dia, media mainstream merupakan salah satu informasi yang bisa dipertanggungjawabkan. Di media mainstream ada proses verifikasi media, ada uji kompetensi bagi jurnalis, namun berbeda di media sosial.

Dirinya juga prihatin dengan maraknya fenomena buzer, karena cenderung merugikan. Namun, dirinya yakin bahwa ke depan tetap akan terdapat titik stabil.

"Tetap merugikan (buzer). Padahal ruang komunikasi itu harus ada interaksi. Namun, saya percaya akan ada titik runtuh sendiri," kata dia.

Ia mengakui fenomena buzer di media sosial bukan hanya terjadi di Indonesia melainkan juga berbagai negara. Namun, diharapkan mereka terutama anak muda berpikiran yang lebih kritis demi kemajuan bangsa.

 


Harus Berhati-hati

Ilustrasi media sosial | unsplash.com/@robin_rednine

Semrntara itu, Ketua PWI Jawa Timur Ainur Rohim yang hadir pula saat seminar menilai kehadiran media sosial sebagai suatu keniscayaan di era teknologi informasi yang bekembang dengan sangat pesat seperti sekarang ini. Namun, ia berharap kepada pengguna medsos untuk bijaksana dan berhati-hati saat di dunia maya agar tidak tersandung persoalan hukum.

"Pengguna medsos harus hati-hati, cerdas, paham aturan hukum. Karena media sosial, dalam diskusinya, mereka sering kali terbawa suasana yang tidak terkendali, cenderung dan masuk pada ruang hukum. Sebagaimana kita ketahui ada UU ITE yang ancaman hukumannya cukup berat. PWI melihat ini perlu adanya literasi pada pegiat medsos dalam memberikan pemahaman kepada mereka bahwa ketika informasi ke publik harus akurat, berimbang dan tidak multi tafsir yang dapat mencemarkan orang lain," kata dia.

Ainur Rohim juga menambahkan, produk medsos berbeda dengan media mainstream yang dipayungi oleh Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 serta tunduk pada kode etik jurnalistik.

Namun, pada hakikatnya pegiat medsos tetap menjadi bagian dari anak bangsa yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam upaya memberikan pencerahan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya