Tak Ingin BPJS Kesehatan Terus Defisit, Ini Langkah yang Dijalankan Pemerintah

Saat ini masih banyak fasilitas kesehatan yang belum bergabung dengan BPJS Kesehatan.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Okt 2020, 14:40 WIB
Pegawai melayani peserta BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Kota Tangerang, Rabu (7/1/2020). Iuran BPJS Kesehatan resmi naik per hari ini untuk kelas I menjadi sebesar Rp150.000 per orang per bulan dan Rp100.000 per orang per bulan untuk kelas II. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus menjaga keseimbangan tiga komponen dalam menjalankan jaminan Kesehatan nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan. Ketiga komponen tersebut adalah tarif iuran yang optimal, kolektibilitas yang tinggi dan pemanfaatan yang rasional.

"Ini harus dijaga seimbang karena kalau tarifnya rendah dan kolektibilitas tinggi maka layanan yang diberikan tidak optimal," kata Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Didik Kusnaini, dalam diskusi SMERU Research Institute bertajuk Menjamin 'Kesehatan' Jaminan Kesehatan Nasional, Jakarta, Selasa (20/10/2020).

Defisit yang dialami BPJS Kesehatan menjadi pekerjaan rumah pemerintah dalam memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat. Untuk memperbaiki ini maka Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomo 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Payung hukum ini membawa arah perbaikan dalam keuangan lembaga jaminan sosial kesehatan negara. Salah satunya mengatur perbaikan struktur iuran yang membuat saat ini dalam kondisi yang stabil.

"Arah perbaiknanya di Perpres 64, tujuannya menjaga struktur iuran, dan almdulillah ini sudah stabil. Ini sudah bisa dilaksanakan," kata Didik.

Selain itu, Perpres tersebut telah berhasil meningkatkan kepatuhan dan relaksasasi. Namun dalam jangka panjang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Di antaranya terkait rasionalitasi manfaat program sesuai dengan kebutuhan dasar kesehatan, dan penerapan kelas rawat inap terstandarisasi di semua fasilitas kesehatan.

Lalu, penyederhanaan tarif layanan yang saat ini sangat bervariasi. Cost sharing atau urun biaya untuk layanan yang rawan pemanfaatan berlebihan. Kemudian optimalisasi coordination of benefit (CoB) dan terakhir penerapan skema pendanaan global budget.

"Rumah sakit mendapatkan anggaran dari BPJS Kesehatan untuk membiayai seluruh kegiatan (rumah sakit) selama satu tahun yang merupakan pelengkap dari CBDGs," kata dia.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Data Ganda

Petugas melayani warga yang mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas pada peserta akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Dalam kebijakan jangka menengah, CoB perlu dibangun sejalan dengan fasilitas kesehatan, keluhan yang dialami masyarakat. Sebab saat ini masih banyak fasilitas kesehatan yang belum bergabung dengan BPJS Kesehatan.

Selain itu, koordinasi BPJS Kesehatan dengan pemerintah daerah juga masih belum maksimal. Integrasi Jaminan Kesehatan Daerah ke dalam BPJS Kesehatan ini seharusnya bisa terhubung dalam menciptakan ruang fiskal.

Dia menambahkan agar tidak ada lagi skema ganda sehingga bisa memberikan kesempatan dukungan untuk mereka yang tidak mendapatkan JKN.

"Hubungannya dengan ruang fiskal untuk meng-coverage kepesertaan dan diharapkan ini bisa saling efisien dan satu sisi tidak ada data ganda di Jamkesnas dan Jamkesda," kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya