Setahun Jokowi-Ma'ruf Amin, Roda Diplomasi Indonesia Berjalan Mundur?

Seiring perjalanan pemerintahan Jokowi dan Ma'ruf Amin, diplomasi Indonesia berkembang dan sejalan dengan visi dan misi kabinet.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 20 Okt 2020, 17:28 WIB
Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (Liputan6.com/ Benedikta Miranti T.V)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin telah genap berjalan satu tahun. Selain fokus dalam pengembangan di dalam negeri, apakah hubungan luar negeri atau diplomasi selama ini telah berjalan baik atau sebaliknya? 

Pengajar Ilmu Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Suzie Sudarman menilai pekerjaan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah mendukung platform pemerintahan Jokowi. Lantaran kinerja presiden didukung seluruh kementerian yang dipilih secara langsung.

Ketua Indonesian Institute of Advanced International Studies (INADIS) ini menjelaskan, untuk saat ini terdapat pergeseran orientasi kinerja Kemlu. Dalam periode 2014-2019, prioritas Kemlu meliputi menjaga kedaulatan wilayah, perlindungan warga negara dan diplomasi ekonomi.

Sedangkan periode 2019-2024, prioritas Kemlu meluas menjadi 4+1 yang meliputi diplomasi ekonomi, perlindungan kedaulatan dan kebangsaan, kepemimpinan di kawasan dan di dunia serta infrastruktur diplomasi yang meliputi SDM, reformasi birokrasi dan digitalisasi diplomasi. 

Terkait kinerja pemerintahan Jokowi selama setahun ke belakang, Suzie menjelaskan dari beberapa aspek yang berbeda. "Kedaulatan negara saat ini lebih kokoh karena Pak Jokowi sudah membereskan beberapa hal yang menyebabkan Indonesia menjadi mencuat namanya di dunia," jelas Suzie. 

Ia menambahkan, pemerintahan Jokowi telah berhasil menurunkan high-cost economy dan kemudahan berdagang, kendati kedaulatan di sejumlah area masih diganggu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Indonesia Jangan Lemah

Joko Widodo atau Jokowi (kanan) dan Ma'ruf Amin (kiri) memberi keterangan usai dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, Jakarta, Minggu (20/10/2019). Jokowi dan Ma'ruf Amin terlihat senyum semringah usai pelantikan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Di sisi lain, Suzie menilai Indonesia seharusnya bisa lebih tegas dengan tujuan mempertahankan kedaulatan wilayahnya sendiri.

"Karena sekarang yang menjadi masalahnya adalah kita didanai luar negeri, jadi kita mau tidak mau harus melayani kemauan negara-negara besar seperti AS dan China terhadap Indonesia," tambah Suzie. 

Suzie menyatakan, hingga saat ini salah satu nilai terkuat yang sudah dijalankan pihak Kementerian Luar Negeri pada era Jokowi adalah perlindungan warga negara. Dengan aktifnya upaya perlindungan PMI hingga ABK WNI di luar negeri, upaya perlindungan warga negara pun dinilai sudah berjalan dengan baik.

Ditambah lagi, kerja aktif KBRI di dunia yang secara tanggap memenuhi kebutuhan WNI di luar negeri ataupun sekadar memberikan imbauan tertentu dalam kondisi genting.

Sedangkan sebaliknya, salah satu aspek yang ia nilai masih kurang dalam kinerja Kemlu adalah posisi Indonesia yang kurang digubris lantaran statusnya sebagai negara lemah. Misalnya, upaya Indonesia untuk mendapatkan vaksin dari China tentu berdampak sedikit banyak terhadap hubungan dengan negara adidaya lainnya seperti Amerika Serikat. 

"Sebetulnya kelemahan itu datang dari kompetisi di arena luar negeri yang akhirnya berdampak terhadap kebebasan kita berperilaku, akhirnya Menlu Retno harus ke Inggris dan Swiss untuk dapat vaksin lainnya," jelas Suzie lagi.


Masa Depan Diplomasi Indonesia

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam press briefing bersama dengan awak media pada Kamis (17/9/2020). (Dok: Kemlu RI)

Suzie Sudarman menilai posisi Indonesia sebagai negara lemah saat ini juga tidak bisa dianggap sepele. "Misalnya jika China mau merebut Natuna kan artinya kita juga harus bermain dengan Amerika juga," jelasnya. 

Indonesia, sambung dia, tidak bisa terus menerus menuruti keinginan negara penguasa, jika tidak posisi Indonesia hanya akan disuruh-suruh misalnya untuk membersihkan permasalahan Korea Utara atau berperang di Laut China Selatan.

Salah satu modal diplomasi Indonesia agar tidak melulu bergantung pada investasi dari negara lain adalah sumber daya alam, agar Indonesia pun bisa berdiri di kakinya sendiri. 

Secara keseluruhan, diplomasi di era Jokowi memang berbeda dengan prinsip mantan presiden SBY yang menyatakan "seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak."

"Nyatanya musuh adalah bagian dari hubungan internasional, karena walaupun kita tidak bermusuhan, kita tetap dimusuhi jadi selalu jawabannya akan berbeda setiap harinya karena kan tiap hari berbeda juga tantangannya," Suzie memungkasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya