Liputan6.com, Pekanbaru - Wakil Wali Kota Dumai non-aktif, Eko Suharjo menjadi tersangka dugaan pelanggaran Pilkada serentak. Status ini setelah penyidik Polres di kota pelabuhan tersebut melakukan gelar perkara beberapa waktu lalu.
Penetapan status tersangka politikus Partai Demokrat itu sudah diterima Kejaksaan Negeri Kota Dumai. Korps Adhyaksa sudah menunjuk jaksa peneliti untuk menelaah berkas calon Wali Kota Dumai itu.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Dumai Agung Irawan membenarkan pihaknya telah menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP). Surat ini diterima pada Senin, 19 Oktober 2020.
"Iya, juga tercantum nama yang bersangkutan sebagai tersangka," kata Agung, Selasa petang, 20 Oktober 2020.
Agung menyebut dirinya sudah menunjuk beberapa jaksa peneliti. Jaksa ini bakal menelaah berkas yang dikirim Polres, apakah nantinya bisa dinyatakan lengkap atau masih perlu dilengkapi.
"Saat ini masih menunggu berkas dari penyidik kepolisian," terang Agung.
Agung menambahkan, SPDP itu memuat Pasal 189 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Dalam aturan itu, paslon yang mengikuti Pilkada diduga melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, ASN, anggota Polri, dan anggota TNI.
Atau diduga melibatkan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan. Pelanggar pilkada ini dipidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan.
"Atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta," ucap Agung.
Simak video pilihan berikut ini:
Keterlibatan ASN
Informasi dirangkum, dugaan pelanggaran berawal ketika Eko Suharjo menggelar kampanye di Kelurahan Simpang Tetap Darul Ihsan, Kecamatan Dumai Barat, Kamis (8/10/2020). Kegiatan ini berlangsung di rumah salah seorang warga di Jalan Nenas.
Sebelum kegiatan dimulai, anggota Panwaslu Kecamatan Dumai Barat menemukan seorang aparatur sipil negara (ASN) yang menjadi protokol sekaligus penanggung jawab kegiatan. Terhadap ASN tersebut, anggota Panwaslu mencegah agar tidak terlibat dalam kampanye.
Akan tetapi, ASN berinisial FA ini beralasan hadir sebagai pengurus Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan menerima semua paslon yang hadir di wilayah tersebut.
Anggota Panwaslu kemudian menjelaskan bahwa posisinya sebagai ASN sangat melekat pada dirinya. Kendati memahami hal ini, FA tetap mengikuti kegiatan meski hanya sebagai peserta kampanye.
Pada sesi tanya jawab juga ditemukan ASN inisial MS yang merupakan Dosen Politeknik Perikanan dan Kelautan Dumai. Menurut anggota Panwascam Dumai Barat, hal ini bertentangan dengan peraturan/perundangan yang berlaku.
Selanjutnya kejadian ini dilaporkan ke Polres Dumai guna pengusutan lebih lanjut hingga penanganan perkara telah naik ke tahap penyidikan.
Advertisement