Alunan Surat Yasin dari Luar Gedung DPRD Jambi, Kritik Matinya Demokrasi

Aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja terus berlanjut di Jambi.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 03 Des 2020, 12:57 WIB
Kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Gestur Jambi berunjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di DPRD Jambi, Selasa (20/10/2020). Unuk rasa itu juga digelar yasinan sebagai bentuk kritik atas matinya demokrasi. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - Lantunan bacaan surat Yasin menggema lewat pelantang suara. Sejumlah orang terlihat menundukkan kepala, beberapa orang lainnya ada yang menangis dan memeluk keranda yang ditaruh di lantai. Sebuah peti hitam yang bertuliskan "Peti mati untuk hati yang telah mati" juga terpampang di depan pintu utama gedung DPRD Jambi.

Yasinan itu dirangkai dalam aksi demonstrasi yang dilakukan di halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jambi, Selasa (20/10/2020). Kelompok masyarakat sipil, elemen buruh, dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Suara Tuntutan Rakyat (Gestur) Jambi itu menolak UU Cipta Kerja.

Mereka sengaja membawa keranda dan peti mati, kemudian membacakan yasin. Itu menjadi bagian aksi untuk mengetuk hati nurani wakil rakyat. Dan juga aksi itu sebagai bentuk kritik matinya sebuah demokrasi karena pemimpin tidak lagi mendengar rakyat.

"Ini adalah bentuk duka yang mendalam, matinya hati nurani pemimpin. Semua kena dampaknya dari pengesahan UU Cipta Kerja," ujar Mas Bronto, aktivis buruh dalam orasinya di sela aksi depan Gedung DPRD Jambi itu.

Setelah setengah membaca yasin, kemudian ditutup dengan doa. Mereka terlihat menegadahkan telapak tangan. Sejumlah aparat polisi yang berada di depan massa aksi juga ikut menegadahkan doa.

Hari ini 20 Oktober 2020 adalah tepat satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Dalam pemerintahannya itu, massa aksi mengkritik kebijakan pemerintah yang lebih mengedepankan kepentingan investor dan kerap membungkam suara kritis rakyat.

Dalam aksinya itu, kelompok massa juga membawa boneka yang didudukan di kursi roda. Boneka itu mereka ibaratkan dengan pejabat dewan. Itu menjadi tanda lumpuhnya sendi-sendi demokrasi.

Sudah berulangkali tuntutan rakyat agar pemerintah mencabut UU sapu jagat itu, namun tak pernah didengar. Malah dibalas dengan tindakan yang sewenang-wenang.

Simak Video Pilihan Berikut:


Surat kepada Tuhan

Kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Gestur Jambi berunjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di DPRD Jambi, Selasa (20/10/2020). Unuk rasa itu juga digelar yasinan sebagai bentuk kritik atas matinya demokrasi. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

"Karena kita sudah bingung mau ke mana lagi, tuntutan ke DPR juga tidak sampai ke atas sana, karena matinya komitmen pemimpin di sana," ujar Mas Bronto.

"Izinkan saya membacakan puisi Surat kepada Tuhan," sambung Mas Bronto.

Diiringi lagu Ibu Pertiwi, puisi Surat Kepada Tuhan itu dibacakan Mas Bronto dan seorang perempuan dengan penuh penghayatan. Surat Kepada Tuhan yang menjadi puisi itu dibacakan agar Tuhan mendengar suara rakyat.

Adapun tuntutan kelompok masyarakat sipil itu antara lain, menolak Omnibus Law/UU Cipta Kerja dengan menyatakan mosi tidak percaya pada Pemerintah dan DPR.

Dan segera terbitkan Perpu pembatalan UU Cipta Kerja dan meminta membebaskan seluruh massa aksi yang ditangkap aparat keamanan saat aksi unjuk rasa.

Mereka juga meminta setop kriminalisasi petani, masyarakat adat, aktivis mahasiswa dan aktivis lainnya yang menyuarakan tuntutan rakyat.


Gelombang Penolakan Omnibus Law Masih Berlanjut di Jambi

Massa aksi dari mahasiswa menggelar aksi teatrikal penolakan UU Cipta Kerja dalam unjuk rasa di depan kantor Gubernur Jambi, Selasa (20/10/2020). (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja masih terus berlanjut. Selasa sore (20/10/2020), ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Jambi berunjuk rasa di pelataran DPRD Jambi.

Unjuk rasa mahasiswa itu digelar dengan aksi teatrikal. Dengan diiringi musikalisasi puisi, aksi teatrikal oleh sekelompok mahasiswa itu menggambarkan rakyat ditindas dengan UU Cipta Kerja. Massa juga membakar ban bekas.

Setelah aksi teatrikal itu, massa kemudian beralih berorasi di depan gedung DPRD Jambi. Namun, tak lama saat berorasi, unjuk rasa berakhir ricuh. Massa aksi dan aparat keamanan terlibat saling dorong.

Saling dorong dan lembar botol itu membuat polisi memukul mundur massa aksi. Polisi kemudian menembakan gas air mata, hingga membuat massa aksi kocar-kacir. Polisi dengan peralatan lengkap juga sempat mengejar massa aksi.

"Beberapa orang mahasiswa dikabarkan ada yang dilarikan ke rumah sakit, mengalami luka-luka," kata seorang mahasiswa peserta massa aksi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya