Luhut Ancam Pidanakan Perusahaan yang Tak Bayar Pesangon Sesuai UU Cipta Kerja

Menko Luhut menegaskan perusahaan nantinya wajib menaati UU Cipta Kerja terkait pembayaran pesangon. Jika tidak, ia mengancam akan membawanya ke ranah pidana.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 21 Okt 2020, 16:30 WIB
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memberi paparan saat rapat koordinasi membahas pengembangan kendaraan listrik nasional di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (29/11). Langkah ini sebagai upaya menekan emisi gas buang. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, kembali memberikan perhatian khusus soal perkara pembayaran pesangon bagi karyawan atau buruh yang kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.

Luhut memastikan bahwa setiap pekerja yang terkena PHK tetap bakal mendapat uang pesangon.

"Sebenarnya pekerja dan buruh yang alami PHK tetap mendapatkan uang pesangon. Uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak sesuai peraturan perundang-undangan," ujarnya dalam sesi teleconference, Rabu (21/10/2020).

Lebih lanjut, Luhut juga memberi penjelasan seputar poin yang banyak mendapat kecaman. Yakni seputar pemotongan nilai pesangon dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah.

Dalam hal ini, ia coba menjawab keraguan dari sejumlah pihak soal ketidakpastian poin aturan tersebut. Sebelumnya, banyak yang menyangsikan UU Cipta Kerja dapat membuat pihak pemberi kerja patuh membayar uang pesangon sebesar 25 kali. Sebab, dengan nilai pesangon 32 kali saja perusahaan banyak yang tak membayarkannya.

Namun, Luhut menegaskan perusahaan nantinya wajib menaati UU Cipta Kerja terkait pembayaran pesangon. Jika tidak, ia mengancam akan membawanya ke ranah pidana.

"Mungkin kalau Anda lihat, (perusahaan) yang mampu memberikan kompensasi 32 (kali upah) itu enggak sampai 10 persen, 8 persen. Yang lain lari aja mereka," jelas dia.

"Sekarang kita bikin 19 kali plus 6 dari asuransi, tapi kami jamin kalau kamu (perusahaan) tidak bisa men-deliver, bisa dipidana nanti yang punya pekerjaan," tegas Luhut.

Pemerintah disebutnya telah mematangkan seluruh aturan dalam UU Cipta Kerja dengan cermat dan teliti termasuk aturan pesangon tersebut. Menurut dia, pemerintah berkomitmen untuk melayani masyarakat sepenuh hati dengan aturan baru tersebut.

"Jadi saya pikir, jangan kita terus buruk sangka bahwa ini seolah-olah merugikan buruh. Tidak sama sekali. Kita semua bekerja secara terukur dan dengan hati untuk Indonesia," pungkas Luhut.

Saksikan video pilihan berikut ini:


DPR Akui Pesangon di UU Cipta Kerja Turun untuk Tarik Investor

Massa buruh dan tani saat menggelar longmarch menuju Istana Negara di Jalan Salemba Raya, Jakarta, Selasa (20/10/2020). Mereka juga mendesak Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Perppu pembatalan UU Cilaka. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, DPR RI telah meresmikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). Salah satu poin yang banyak disoroti yakni terkait pengurangan nilai pesangon dari 32 kali menjadi 25 kali.

Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin mengatakan, UU Ketenagakerjaan telah mengatur besaran pesangon sebanyak 32 kali gaji. Namun pada pelaksanaannya, ia menambahkan, hanya 7 persen perusahaan yang patuh memberikan pesangon sesuai ketentuan tersebut.

 

Oleh karenanya, ia menilai, pekerja selama ini nyatanya tidak diberi kepastian mengenai besaran pesangon yang diterima. Selain itu, ia menyatakan, angka pesangon yang tinggi tersebut turut berdampak pada lemahnya minat investasi ke Indonesia.

"Jumlah besaran pesangon yang sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain menimbulkan keengganan investor untuk berinvestasi di Indonesia karena tingginya beban biaya perusahaan," jelasnya kepada Liputan6.com, Rabu (7/10/2020).

Aziz memaparkan, dalam RUU Cipta Kerja, jumlah maksimal pesangon menjadi 25 kali, dengan pembagian 19 kali ditanggung oleh pemberi kerja/pelaku usaha. Sementara 6 kalinya (cash benefit) diberikan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dikelola pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.

Menurut dia, JKP merupakan skema baru terkait dengan jaminan ketenagakerjaan yang tidak mengurangi manfaat dari berbagai jaminan sosial lainnya. Seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun.

"JKP tidak menambah beban bagi pekerja/butuh. Program JKP selain memberikan manfaat cash benefit juga memberikan manfaat lainnya yaitu peningkatan skill dan keahlian melalui pelatihan serta akses informasi ketenagakerjaan," ujar dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya