Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan ekonomi digital Indonesia dalam lima tahun ke depan bisa mencapai USD 135 miliar. Ia melihat bahwa perkembangan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara terus meningkat pesat.
"Potensinya sangat besar. Dalam lima tahun kedepan nilai ekonomi digital diperkirakan akan naik dari USD 40 miliar sekarang menjadi USD 133 miliar atau ini dua kali lipat dari nilai ekonomi digital di Thailand," ujar dia dalam webinar HUT Partai Golkar ke 56, Rabu (21/10).
Advertisement
Terlebih, kata Bendahara Negara, sejak 1 Juni lalu Pemerintah Indonesia mulai memungut PPN digital sebesar 10 persen terhadap berbagai perusahaan raksasa berbasis teknologi.
"Contohnya, seperti Spotify, Netflix, amazon dan berbagai perusahaan yang memiliki operasi dan pemasaran luar biasa di Indonesia," tambahnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat pajak pertambahan nilai (PPN) dari 6 perusahaan barang/jasa digital mencapai Rp 97 miliar sejak diberlakukannya pajak digital hingga September 2020. Perusahaan tersebut yakni Netflix, Amazon Web Service Inc., Google Asia Pacific Pte. Ltd., Google Ireland Ltd., Google LLC., dan Spotify AB.
Keenam perusahaan digital asing tersebut telah memungut, menyetor, dan melaporkan PPN sebesar 10 persen yang diambil dari setiap transaksi konsumen platform tersebut.
"Enam wajib pajak yang pertama kita tunjuk sudah setorkan di September ini Rp 97 miliar. Harapan besar kita ketemu 36 yang ditunjuk, dan bisa lebih dari 36," kata kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo dalam media briefing, Senin (12/10).
Suryo menambahkan, pemerintah berupaya untuk memperluas pemungut PPN transaksi digital luar negeri. Dia berharap, jumlah pemungut PPN transaksi digital luar negeri akan terus bertambah. "Jadi bisa menjaga penerimaan semaksimal mungkin khusus dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)," imbuhnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pelaku Ekonomi Indonesia Dinilai Belum Siap Hadapi Era Digital
Sebelumnya, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyatakan, kebanyakan pelaku ekonomi di Indonesia belum siap menghadapi era digital, khususnya saat di tengah masa pandemi Covid-19.
"Banyak pelaku ekonomi belum siap, sehingga bisa jadi dari sisi sektor riil mereka akan tertinggal," kata Aviliani dalam sesi webinar, Rabu (21/10/2020).
Menurut dia, mayoritas pelaku ekonomi di sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) masih sangat belum siap dan sangat lamban dalam menghadapi transformasi digital.
Oleh karenanya, ia menilai pelaku UMKM perlu diberi pendampingan agar bisa lebih mengenal platform digital. Dengan begitu, mereka dapat memanfaatkan momen pandemi untuk memacu pertumbuhan lebih baik.
"Sektor UMKM perlu ada pendampingan untuk percepatan. Karena kalau tidak, nanti mereka bisa lebih lambat karena mereka tidak bisa memanfaatkan momen ini," imbuhnya.
Selain UMKM, Aviliani mengatakan, masih banyak perusahaan di Indonesia yang belum mempersiapkan diri ke arah digitalisasi. Kondisi tersebut dinilainya bakal memperlambat proses untuk ke masa peralihan.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan angka penjualan online yang meningkat sangat signifikan seiring dengan adanya peralihan aktivitas masyarakat ke teknologi digital selama pandemi.
"Ketidaksiapan perusahaan dalam menyambut era digital akan sangat merugikan, bahkan keberlangsungan produktivitasnya juga dapat terancam," serunya.
Advertisement