Stunting Anak Bisa Dicegah Sejak Calon Ibu Masih Remaja

Para calon ibu juga harus cukup asupan gizinya agar bisa mencegah stunting.

oleh Henry diperbarui 22 Okt 2020, 12:02 WIB
Seorang anak sedang mengukur tinggi badan dalam kampanye perubahan prilaku mendukung percepatan pencegahan stunting di Jakarta, Rabu (2/10/2019). Perwakilan pemda se Indonesia memperoleh bimbingan dari GAIN dalam meningkatkan perilaku gizi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta -  Stunting merupakan kondisi kurang gizi kronis yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, ditandai dengan tinggi badan yang lebih rendah dari standar usianya. Untuk itu, pemerintah menargetkan prevalensi stunting di Indonesia turun menjadi 14 persen pada 2024, seperti arahan Presiden Joko Widodo pada rapat kabinet terbatas Agustus lalu.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Purnawan Junadi, optimistis Indonesia bisa menurunkan angka stunting sesuai target apabila tingkat AARR atau pengurangan tahunan rata-ratanya bisa mencapai 3,8 persen.

"Angka stunting di bawah 14 persen atau 680 ribu kasus artinya stunting baru harus 10 persen maksimum atau turun 3,80 persen per tahun (tingkat pengurangan tahunan rata-rata," terangnya dalam webinar tentang kemitraan multisektor bersinergi untuk penurunan angka stunting di Indonesia. Rabu, 21 Oktober 2020.

Menurut Purnawan, kondisi itu bisa terwujud lewat beberapa program yang sebenarnya sudah dilakukan di Indonesia seperti pembekalan edukasi nutrisi pada masyarakat, khususnya remaja perempuan dan ibu hamil, kepastian akses pelayanan kesehatan bagi ibu hamil maupun balita di puskesmas dan posyandu, penyediaan akses air bersih, dan sanitasi yang memadai.

"Kalau kita lakukan itu dengan baik, kita bisa optimis (stunting bisa turun sesuai target), (tetapi) harus kontekstual terhadap kondisi wilayah," ujar Purnawan.

Upaya pencegahan pun bisa dilakukan sejak dini, bahkan bisa dimulai sejak wanita atau calon ibu berusia remaja.  Menurut Purnawan, bukan hanya sejak anak berusia 1.000 hari pertama, para wanita yang nantinya manjadi calon ibu juga sebelumnya harus cukup asupan gizinya, termasuk zat besi, agar tidak terkena anemia pada masa remaja hingga saatnya mereka hamil dan melahirkan anak.

"Kalau mau mencegah stunting, mulai dari sebelum hamil, sekarang harusnya jadi primer," terang Purnawan. Maka remaja, terutama yang saat ini berada di generasi milenial, harus mendapatkan akses edukasi terutama soal pendidikan mengenai gizi seimbang dan kesehatan.

Khusus akses pelayanan kesehatan ibu hamil dan remaja, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto melalui pesan video yang diputar di sela acara diskusi tersebut, memastikan tetap berlangsung sekalipun di tengah pandemi Covid-19 saat ini, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Begitu juga dengan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil, pemberian suplemen vitamin A untuk ibu menyusui dan Makanan Pendamping ASI (MPASI). Menkes Terawan juga menekankan aspek promotif berupa sosialisasi bagi ibu hamil dan keluarga untuk meningkatkan pemahaman mencegah stunting.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Penyebab Utama Stunting

Menkes Terawan Agus Putranto dalam webinar tentang stunting. (Liputan6.com/Henry)

Sosialiasi mengenai hal ini dilakukan dengan melibatkan PKK, tokoh agama, tokoh masyarakat, RT dan RW serta relawan dan ini diharapkan menjadi gerakan bersama di masyarakat. Menkes juga memandang pentingnya dukungan kemitraan kolaborasi multisektoral dengan pola pentahelix, yakni melibatkan unsur pemerintah, dunia usaha, organisasi masyarakat, LSM, akademisi dan media.

Terkait kemitraan, Tenaga Ahli Utama Deputi III Kantor Staf Presiden, Dr. Brian Sriprahastuti, merekomendasikan dua konsep yaitu programmatic atau direct implement yang sifatnya pendampingan dana, menyediakan poster terkait stunting seperti yang dilakukan yayasan 1000 Days Fund di 26 pulau di Indonesia, kemitraan dalam advokasi dan komunikasi.

Untuk mewujudkan kemitraan ini, dia berpendapat, pemerintah harus mampu mengatur stakeholders secara bijaksana dan tepat. Presiden Joko Widodo pada Agustus lalu mengungkapkan, terdapat 10 provinsi dengan angka stunting tertinggi yang salah satunya Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini juga menjadi alasan sebuah proyek Stunting Center of Excellence (CoE) di NTT diluncurkan.

Berbagai faktor seperti keamanan pangan, terbatasnya keragaman pangan, dan penyakit yang berulang menjadi penyebab dasar dari stunting pada lebih dari 270.000 anak berusia di bawah 5 tahun di NTT atau lebih dari 40 persen populasi anak kelompok usia ini di provinsi tersebut.

Deputi Direktur 1000 Days Fund, Jessica Arawinda, salah satu pelaksana proyek itu mengatakan, Stunting Center of Excellence dirancang untuk menjangkau 21 puskesmas (atau sebanyak 100.000 ibu dan anak) sebagai upaya menurunkan stunting sebesar 5--10 persen di kabupaten Manggarai Barat, NTT.

Selain itu, proyek yang didanai Roche Indonesia dan didukung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan otoritas setempat lainnya ini juga diharapkan menjadi model untuk pengentasan masalah stunting secara berkelanjutan.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya