Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan PP Muhammadiyah menerima naskah final UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
Wakil Ketua Umum MUI Muhyidin Junaidi mengatakan ada dua tipe naskah UU Cipta Kerja yang diberikan Pratikno, yakni berupa hard copy dan soft copy.
Advertisement
"Menteri Pratikno, Mensesneg menyerahkan naskah asli Undang-Undang Cipta Kerja itu ada dua. Pertama, yang hard copy, yang kedua yang soft copy. Yang soft copy-nya 1.187 halaman sementara yang hard copy nya 1.053 halaman," jelas Muhyidin saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (22/10/2020).
"Sama yang diterima MUI, Muhammadiyah sama," sambung dia.
Menurut dia, perbedaan jumlah halaman itu lantaran bedanya jenis kertas yang dipakai. Adapun naskah final UU Cipta Kerja yang diserahkan DPR ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi setebal 812 halaman.
Namun, MUI mengaku tidak menerima naskah final setebal 812 halaman. "Oh enggak ada," ucap Muhyidin.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
MUI akan Kaji
Dia mengatakan MUI masih mengkaji naskah final UU Cipta Kerja selama sepekan. Namun, dia menekankan bahwa sikap MUI sama yakni, menolak UU Cipta Kerja jika pasal-pasalnya masih merugikan masyarakat.
"Sikapnya tidak berubah, kalau tidak ada perubahan tetap menolak sementara waktu dan minta agar tetap Bapak Presiden mencari solusi terbaik karena ini resistensinya sudah sangat luas dari semua masyarakat Indonesia. Jangan memaksakan kehendak," tutur Muhyidin.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memerintahkan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengantarkan naskah final UU Cipta Kerja ke organisasi kemasyarakatan (ormas) islam, Minggu (18/10/2020).
Pratikno diutus Jokowi untuk mensosialisasikan UU Cipta Kerja ke PBNU, Muhammadiyah dan MUI. Selain itu, menjaring masukan dari ormas islam terkait aturan turunan UU Cipta Kerja yang ditargetkan rampung dalam 3 bulan.
Pasalnya, NU dan MUI merupakan bagian dari pemangku kepentingan yang memiliki perhatian terhadap UU Cipta Kerja. Sementara, pemerintah saat ini tengah bergegas menyusun aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres).
Advertisement