Liputan6.com, Jakarta - Kementerian BUMN tengah fokus melakukan efisiensi, diantaranya melalui restrukturisasi. Dalam restrukturisasi ini banyak dilakukan perampingan, baik dari struktur organisasi di Kementerian BUMN sendiri, hingga perusahaan BUMN.
Di Kementerian BUMN, perampingan dilakukan dengan pemangkasan sejumlah deputi hingga tersisa 3 deputi saja. Ketiga deputi tersebut adalah Deputi Hukum dan Perundang-Undangan, Deputi SDM, Teknologi dan Informasi, dan Deputi Keuangan dan Manajemen Risiko.
Advertisement
“Restrukturisasi pertama kami dilakukan di kementerian BUMN sendiri dengan mengubah struktur kita. Lebih ramping dan deputi langsung di bawah wamen (wakil menteri) yang memegang portofolio,” kata Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga dalam webinar Ruang Energi, Kamis (22/10/2020).
Selanjutnya, perusahaan-perusahaan BUMN dikelompokkan dalam 2 kluster yang masing-masing dikoordinasi oleh wakil menteri I dan II. Adapun pembentukan subholding BUMN didasarkan pada end-to-end supply chain dan fokus pada core business.
Selanjutnya, BUMN dipetakan dalam 4 kategori. Pertama surplus creator, yakni kelompok perusahaan BUMN yang memaksimalkan nilai tambah. Kedua strategic value, yakni kelompok perusahaan BUMN yang dapat memberikan nilai strategis keekonomian dan menyediakan layanan publik.
Ketiga welfare creators, yakni kelompok perusahaan bUMN yang fokus utamanya dalam pelayanan publik. Keempat yakni dead-weight, merupakan perusahaan BUMN yang tidak memiliki potensi nilai tambah maupun layanan publik yang kemungkinan besar akan segera dibubarkan.
“Kalau tidak bisa dimergerkan dengan yang lain, maka dia (perusahaan dead-weight) akan dihilangkan saja karena tidak punya nilai apapun, baik ekonomi dan sosial,” kata Arya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Subholding Migas
Sementara, terkait dengan pembentukan holding dan subholding migas, Arya menjelaskan hal ini sudah direncanakan sejak 2014. Ditandai dengan penandatanganan kajian holding BUMN Migas pada akhir 2017, dilanjutkan dengan integrasi PGN ke subholding di akhir 2018.
“Jadi subholding di Pertamina itu dirancang jauh-jauh hari, tapi kita jadikan sekarang,” kata dia.
Arya memaparkan, tujuan dari holding ini adalah untuk pengelolaan portofolio dan sinergi bisnis di seluruh Pertamina Group. Kemudian mempercepat pembangunan bisnis baru, dan menjalankan program-program nasional.
Sementara untuk subholding, diantaranya adalah untuk mempercepat pengembangan usaha dan kapabilitas bisnis eksisting, meningkatkan kemampuan dan fleksibilitas dalam kemitraan dan pendanaan. Serta mendorong operational excellence yang lebih fokus.
“Karena dia seperti kapal induk besar. Karena kapal itu besar makan ini akan membuat dia tidak fleksibel. makanya kita pecah menjadi subholding-subholdingnya. supaya pengebahnagan pertamina ke depan adalah tujuan kita untuk optimalisasi bisnisnya,” kata Arya.
Terkait dengan apakah kebijakan ini menyalahi Undang-Undang, Arya menjelaskan bahwa akan terjadi banyak perubahan di masa yang akan datang. Seperti perubahan penggunaan bahan bakar dari fosil ke baterai.
“Perubahan seperti ini membuat perubahan cara pandang terhadap Undang-Undang juga. jadi pandangan inilah yang menjadi tantangan kita bahwa bisnis itu akan terus bergerak,” pungkas dia.
Advertisement