Trump dan Biden Harus Tarik Simpati Pemilih Lebih Keras Jelang Pemilu AS 2020

Kedua calon presiden pada pemilu AS 2020 harus bekerja lebih keras tahun ini guna meraih suara dari pemilih.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 22 Okt 2020, 21:24 WIB
Gracia Hillman, Presiden, CEO dan konsultan utama G.M Hillman Associates yang menjadi pembicara dalam diskusi virtual @America pada Kamis, 22 Oktober 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Pemilu AS 2020 yang akan digelar pada 3 November mendatang tinggal menghitung hari.

Masyarakat Amerika Serikat akan menentukan presiden pilihan mereka yang tak hanya akan menentukan masa depan negaranya, namun juga banyak mempengaruhi dunia. 

Antara petahana dari Partai Republik, Donald Trump maupun calon dari Partai Demokrat Joe Biden menjadi pilihan bagi para pemilih untuk memimpin negara adidaya tersebut. 

Dalam sebuah diskusi bersama Presiden, CEO dan konsultan utama G.M Hillman Associates, Gracia Hillman yang diadakan oleh @America, Kedutaan Besar AS di Jakarta, ia mengulik sedikit banyak tentang probabilitas yang akan terjadi menjelang dan pada pemilu mendatang. 

Hillman mengungkapkan bahwa para kandidat harus bekerja lebih keras pada tahun ini untuk meraih dukungan suara dari warga Amerika Serikat.

Kedua kandidat, baik Trump maupun Biden tentu melakukan berbagai cara untuk menarik simpati dari para pemilihnya.

"Namun, tentu ada yang benar-benar tulus melakukannya ataupun sebaliknya," ungkap Hillman. 

Hal ini ia sebutkan lantaran banyak orang sudah tak lagi mempercayai pemerintah terutama badan legislatif Amerika Serikat. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kandidat Harus Peka

Debat capres antara Donald Trump dan Joe Biden pada Selasa 29 September 2020 yang berlangsung dengan kacau. (AFP / JIM WATSON, SAUL LOEB)

Hillman juga menilai bahwa kedua kandidat harus lebih peka dengan situasi dan kondisi negaranya pada saat ini. 

"Ini bagian dari tanggung jawab para kandidat," tegas Hillman. 

Berbagai isu mulai dari isu rasial hingga pandemi COVID-19 merupakan berbagai jenis tanggung jawab yang harus dipikirkan oleh kedua kandidat, baik Trump maupun Biden. 

Trump yang merupakan presiden saat ini mungkin dinilai memiliki keuntungan karena sudah memiliki pendukung dari tahun sebelumnya, namun hal tersebut juga bisa menjadi bumerang lantaran penanganannya terhadap berbagai isu tak dapat diselesaikan dengan baik. 

Sedangkan sebaliknya, Biden yang menjadi kandidat calon presiden baru belum memiliki kesempatan yang sama untuk membuktikan cara penanganannya terhadap masalah-masalah tersebut. 

 


Akankah Biden Bernasib Seperti Hillary Clinton?

Presiden Donald Trump (kiri) dan calon presiden dari Partai Demokrat, mantan Wakil Presiden Joe Biden (kanan) bertukar poin selama debat presiden pertama di Case Western University and Cleveland Clinic, Cleveland, Ohio, Selasa (29/9/2020). (AP Photo/Morry Gash, Pool)

Joe Biden hingga saat ini masih unggul dalam jajak pendapat nasional dibandingkan dengan Donald Trump.

Sejumlah pihak tentu mengharapkan hasil yang sama hingga pada hasil pemilu nanti. 

Namun, mengingat apa yang terjadi pada tahun 2016 lalu, ketika Hillary Clinton selalu unggul dalam jajak pendapat nasional saat itu, ia juga kalah dari Trump. 

Banyak orang menakutkan bahwa hal yang sama akan terjadi tahun ini.

Hillman menilai bahwa banyak faktor bisa terjadi pada tahun ini, dan hal yang sama tidak serta merta dapat diprediksi seperti pada pemilu tahun 2016. 

"Banyak faktor bisa jadi penentu pada pemilu tahun ini, jadi tidak bisa disamakan begitu saja pada tahun ini," ungkapnya lagi. 

Hal tersebut terjadi lantaran jajak pendapat nasional ditentukan oleh wilayah pemilih, jumlah pemilih dan ukuran pemilih.  

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya