Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan akan melakukan penyuntikan pertama vaksin Covid-19 pada akhir tahun ini. Tenaga kesehatan diprioritaskan untuk mendapatkan penyuntikan pertama vaksin Covid-19.
Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Achmad Yurianto, vaksin untuk 9,1 juta orang akan tersedia hingga akhir 2020. Vaksin yang dipesan pemerintah Indonesia dari Tiongkok adalah produksi Sinovac, Sinopharm dan Cansino.
Saat ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Kementerian Agama masih berupaya memastikan keamanan dan kehalalan vaksin Covid-19 tersebut. Mereka berangkat ke Tiongkok untuk melakukan inspeksi terhadap produsen vaksin.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, pemerintah juga memesan vaksin produksi AstraZeneca dari Inggris. Namun, vaksin tersebut rencananya baru akan didatangkan pada Maret 2021 dengan jumlah 100 juta dosis vaksin.
Apabila Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM dan sertifikasi halal dari MUI dan Kemenag sudah dikeluarkan, itu berarti vaksin tersebut aman digunakan dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Selanjutnya, vaksin bisa diberikan kepada masyarakat.
"Efek samping ini (vaksin) tidak ada ya, tetapi kita tetap meminta data sharing dari vaksin tersebut. Kita juga telah membentuk tim untuk melakukan evaluasi dari pasca vaksinasi. Ini sudah menjadi SOP global," kata Yuri.
Menurut Yuri, pemerintah sudah menentukan orang-orang yang diprioritaskan untuk menerima vaksin Covid-19 pada tahap pertama. Selain tenaga kesehatan, petugas pelayanan publik yang memberikan penegakan kedisiplinan protokol kesehatan seperti Satpol PP, TNI dan Polri juga menjadi prioritas. Petugas pelayanan publik juga termasuk pegawai yang memberikan layanan terhadap pengguna jasa bandara, stasiun, dan pelabuhan.
Yuri mengungkapkan, kelompok pertama yang menerima vaksin Covid-19 tersebut sepenuhnya dibiayai oleh APBN. Pemerintah juga sedang menyusun skema vaksinasi dengan pembiayaan mandiri.
Sementara menurut Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisamito, alasan kenapa pemerintah hanya bisa memberikan subsidi kepada kelompok prioritas karena kelompok tersebut terdiri dari orang-orang yang paling berisiko tertular Covid-19 seperti para tenaga medis.
"Mereka yang memiliki peran strategis di masyarakat akan divaksin lebih awal untuk menanggulangi status kedaruratan kesehatan masyarakat," ujar Wiku.
Sinyal Positif
Vaksinasi ini tentu menjadi harapan tersendiri bagi masyarakat Indonesia di tengah kasus pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan penurunan. Ini menjadi sinyal positif dalam perjuangan memerangi virus yang pertama kali muncul di Wuhan, Tiongkok tersebut.
Hingga saat ini sesungguhnya belum ada negara di dunia yang telah memproduksi vaksin Covid-19 secara massal. Suatu kandidat vaksin harus melalui serangkaian tahapan sebelum diproduksi massal dan diberikan pada masyarakat. Hal itu guna memastikan vaksin yang akan diproduksi terbukti aman dan efektif.
Mempertimbangkan peran penting serta dampak yang diberikan oleh vaksin Covid-19 sebagai upaya perlindungan masyarakat, pemerintah menilai proses pengembangan maupun vaksinasi perlu dilakukan dengan hati-hati, namun tetap tanggap terhadap perubahan yang dinamis di masa pandemi.
"Pemerintah terus berkoordinasi dengan pengembang vaksin untuk memastikan bahwa vaksin-vaksin yang dikembangkan dapat lolos seluruh tahapan uji klinis, sebelum nantinya mendapat persetujuan dari BPOM untuk diproduksi secara massal," jelas Wiku.
Untuk sampai di tahapan vaksinasi, Indonesia telah melalui sederet tantangan dalam penanganan Covid-19. Hingga sekarang, perjuangan Indonesia dan seluruh negara di dunia pun masih panjang dalam memerangi pandemi Covid-19.
Tercatat hingga Kamis (22/10/2020), kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 377.541 orang dan 12.959 orang di antaranya meninggal dunia.
Saksikan Video Berikut Ini
Perjalanan Indonesia Memerangi Covid-19
Virus corona Covid-19 pertama kali muncul di Indonesia pada 2 Maret 2020, tepatnya di Depok, Jawa Barat. Kemudian disusul kasus kematian pertama pada 11 Maret 2020.
Setelah itu, penyebaran virus corona terus meluas di Indonesia dan lonjakan kasus terjadi sampai saat ini. Tantangan besar berada di hadapan pasangan pemimpin terpilih, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, yang belum setahun menjabat.
Kepemimpinan keduanya benar-benar diuji pada tahun pertama masa jabatan pasangan ini dengan serangan pandemi. Pemerintah pun berupaya menyiapkan beragam langkah dan kebijakan untuk mencegah meluasnya penyebaran Covid-19.
Awalnya, Kementerian Kesehatan menyiapkan 132 rumah sakit rujukan dengan kapasitas 40.829 tempat tidur untuk fokus menangani pasien Covid-19. Selain itu, tercatat 40.320 dokter spesialis yang disiagakan untuk menangani pasien Covid-19 yang tersebar di 2.877 rumah sakit, baik RS milik pemerintah maupun swasta.
Presiden Joko Widodo lalu menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Berikutnya, Presiden Joko Widodo menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional pada 13 April 2020 dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020.
Dalam Keppres itu, penanggulangan bencana nasional karena Covid-19 dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Gubernur, bupati, dan wali kota secara otomatis menjadi Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat daerah.
Pemerintah Indonesia juga menolak memberlakukan lockdown dan memilih kebijakan pembatasan sosial juga didukung dengan empat strategi yang dibuat oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 demi menekan penyebaran pandemi COVID-19.
Kampanye Wajib Masker
Strategi pertama adalah terus mengampanyekan kewajiban memakai masker. Yang kedua yakni penelusuran kontak atau tracing contact dari kasus positif yang dirawat. Strategi ketiga adalah edukasi dan penyiapan isolasi secara mandiri pada sebagian hasil tracing yang menunjukkan hasil tes positif. Terakhir adalah isolasi rumah sakit yang dilakukan kala isolasi mandiri tidak mungkin dilakukan, seperti saat terdapat tanda klinis yang butuh layanan definitif di rumah sakit.
Kritik dari berbagai pihak kepada pemerintah terus dilontarkan ketika kebijakan dinilai tidak efektif. Persiapan Indonesia dalam menghalau kedatangan Virus Corona juga dirasa tak maksimal.
Selain itu, pemerintah juga dianggap memaksakan diri ingin memenangkan dua pertarungan sekaligus, yakni bidang ekonomi dan kesehatan, selama pandemi COVID-19. Tapi, menurut Wiku Adisasmito, sesungguhnya pemerintah selalu mempertimbangkan untuk memberikan perlindungan yang terbaik untuk seluruh anggota masyarakat.
Salah satu yang sempat dilakukan adalah dengan terus mencari pengobatan yang tepat bagi pasien Covid-19. Pemerintah memesan 2 juta obat Avigan, menyusul pemesanan 5 ribu obat yang sama sebelumnya. Selain Avigan, pemerintah juga memesan 3 juta Klorokuin.
Mendatangkan vaksin dari Tiongkok juga menjadi langkah cepat pemerintah dalam upaya meredam pandemi di tanah air. Awalnya, pemerintah membeli vaksin Sinovac yang uji klinis ketiganya diserahkan kepada PT. Bio Farma, yang bekerja sama dengan Tim Peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Tapi, PT. Bio Farma diperkirakan baru bisa memproduksinya secara massal pada 2021.
Belakangan, pemerintah memilih memesan sebanyak 18,1 juta dosis vaksin dari Tiongkok yakni produksi Sinovac, Sinopharm, dan Cansino. Sinovac memberikan 3 juta vaksin dual use (satu orang 2 kali suntikan) siap pakai yang dikirim secara bertahap yakni 1,5 juta pada November dan 1,5 juta pada Desember mendatang.
Selanjutnya dari Sinopharm berkomitmen untuk memberikan 15 juta dosis vaksin kepada Indonesia pada Desember 2020. Dengan pemberian dua kali vaksinasi, maka jumlah tersebut bisa diberikan untuk 7,5 juta orang. Terakhir ada Cansino, vaksin yang telah diuji di Arab Saudi dan Kanada. Pemerintah mendatangkan 100 ribu dosis vaksin sekali suntik yang bisa diberian untuk 100 ribu orang.
"Perjalanan Covid-19 ini, alhamdulillah sudah menuju ke tahapan vaksinasi. setelah beberapa lama atau tepatnya sejak Desember (2019), kita mengawali dengan kita mengetahui penyebabnya apa. Mempelajari dengan detil tentang virusnya itu sendiri, tentang bagaimana penularannya, tentang bagaimana merumuskan obatnya, maka ada tahapan ini, sekarang sudah mulai ada kejelasan tentang vaksinasinya," terang Achmad Yurianto.
Di sisi lain, pemerintah melalui Lembaga Eijkman juga terus melakukan penelitian dan pengembangan untuk memproduksi vaksin secara mandiri dengan nama Vaksin Merah Putih. Apabila sesuai rencana, uji klinis ketiga Vaksin Merah Putih rampung pada kuartal keempat 2021.
Advertisement
Optimistis Menatap Vaksin
Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengaku cukup optimistis dengan rencana pemerintah mulai melakukan vaksinasi pada November dan Desember.
"Semua vaksin itu produksinya diawasi oleh WHO. Mulai dari uji kimia, uji biologis, sampai uji klinis fase 1, 2, 3. Kemudian semua vaksin itu, Sinovac, Sinopharm dan Cansino, sudah lewat uji klinis fase 3. Jadi, bisa dilihat hasilnya. Kalau uji klinis fase 2, sudah menunjukkan efektivitas yang baik, lebih dari 90 persen. Kemudian tingkat keamanan yang baik, tidak ada efek samping yang berat," kata Tri Yunis kepada Liputan6.com.
"Kalau sudah lolos keamanannya di uji klinis fase 3 dan dilaporkan tidak ada efek samping yang berat, kalaupun tinggal menunggu efektivitasnya dan efektivitasnya sudah teruji di uji klinis fase 3, jadi tidak perlu menunggu sampai 6 bulan. Pada fase-fase awal saja mungkin sudah bisa diambil kesimpulan bahwa sudah aman, karena keadaan yang paling berat itu ketika disuntik di awal."
Tri Yunis berpendapat, yang terpenting sekarang adalah vaksin digunakan untuk memutus rantai penularan. Soal apakah vaksin akan disuntikkan dua kali dalam setahun atau dalam dua tahun, dia menilai hal itu perlu menunggu pemeriksaan antibodi.
Pendapat serupa disampaikan Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, tentang vaksinasi yang akan dilakukan bulan depan. Menurut Kusnandi, vaksin dari Tiongkok aman.
"Siapa sih yang ingin vaksinnya enggak aman? Kita kan ingin Indonesia terbebas dari Covid-19. Tapi, kalau mau terbebas Covid-19, harus diimunisasi semuanya dan itu tidak bisa, mesti bertahap. Kalau mau semua (diimunisasi), mungkin dalam dua tahun baru bisa semua disuntik," papar Kusnandi saat dihubungi Liputan6.com.
70 Persen Penduduk
Guru Besar Fakultas Kedokteran Unpad ini juga menyatakan Covid-19 adalah penyakit ganas yang dalam 10 bulan telah memakan korban jiwa lebih dari satu juta orang di dunia. Oleh karena itu, setelah proses vaksinasi, Kusnandi menilai, butuh waktu yang tidak sebentar untuk tercipta herd immunity.
Setelah vaksinasi, yang diharapkan memang tercipta herd immunity di masyarakat. Namun, menurut Kusnandi, butuh minimal 70 persen dari seluruh penduduk yang diimunisasi agar tercipta herd immunity. Untuk memvaksinasi 70 persen penduduk Indonesia jelas membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
"Minimal 70 persen dari keseluruhan penduduk diimunisasi, sehingga yang 30 persen penduduk lainnya terlindungi."
Di sisi lain, Wiku Adisasmito mengatakan bahwa pemerintah masih akan berusaha untuk melakukan pemerataan vaksinasi Covid-19 setinggi-tingginya. Sehingga, harapannya dapat mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity.
Pijakan Untuk Bangkit Keluar dari Pandemi
Harapan pemerintah adalah vaksin yang disuntikkan dapat menimbulkan imunitas, sehingga otomatis akan memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Profesor Wiku Adisasmito percaya, semua negara di dunia sedang belajar tentang penyakit ini.
"Dengan adanya vaksin bukan berarti kita kemudian tidak menjalankan protokol kesehatan. Menjaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan, itu tetap harus dilakukan. Selain vaksinasi, untuk meningkatkan lagi imunitas adalah dengan tidur atau istirahat yang cukup, olahraga yang cukup," tutur Wiku.
"Kemudian makan makanan dengan gizi seimbang. Dengan demikian imunitas kita akan tinggi. Jadi, proteksinya double. Kita sendiri terlindungi dengan protokol kesehatan dan nanti kalau ada vaksin, jadi perlindungannya double."
Jika vaksinasi berjalan lancar pada November dan Desember mendatang, menurut Tri Yunis Miko Wahyono, masyarakat tetap perlu melakukan protokol kesehatan 3M yakni mengunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
"Kalau baru sedikit yang divaksin, masih harus tetap pakai 3M. Kemudian kalau nanti sudah banyak yang divaksin, silakan tidak pakai masker, itu baru risikonya kecil untuk tertular."
2 Kali Suntik Vaksin
Secara total, ada 160 juta penduduk Indonesia yang ditargetkan mendapatkan vaksin Covid-19. Nantinya, satu orang akan divaksin dua kali, dengan total kebutuhan 320 juta dosis.
"Kalau yang disuntik sudah 80 persen, maka sudah tercapai herd immunity, tidak perlu menunggu lama-lama. Mungkin Desember 2021 sudah tercipta," Tri Yunis menambahkan.
Namun, patut diingat bahwa vaksinasi bukan lini pertama dalam penanggulangan pandemi Covid-19. Achmad Yurianto menekankan, pemerintah berharap vaksinasi memberikan perlindungan terhadap yang jatuh sakit agar tidak parah hingga menyebabkan kematian.
"Vaksin melindungi terhadap yang jatuh sakit, tetapi tidak melindungi paparan. Tidak melindungi terkena virusnya, sehingga tetap lini pertama adalah melaksanakan dengan disiplin protokol kesehatan," tegas Yuri.
"Vaksin tidak boleh dianggap sebagai penyelesaian akhir dari pandemi ini. Sehingga, persepsi bahwa dengan adanya vaksin maka selamat tinggal masker, selamat tinggal protokol kesehatan, tidak bisa dibenarkan. Ini persepsi yang salah."
Advertisement