Lindungi Petani, Pemerintah Usul Bea Masuk Impor Bahan Baku Tembakau Naik 15%

Sebagai upaya untuk melindungi petani tembakau, pemerintah mengusulkan supaya bea masuk impor bahan baku tembakau dinaikkan sebesar 15 persen.

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 23 Okt 2020, 13:19 WIB
Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Hendratmojo Bagus Hudoro.

Liputan6.com, Jakarta Sebagai upaya untuk melindungi petani tembakau, pemerintah mengusulkan supaya bea masuk impor bahan baku tembakau dinaikkan sebesar 15 persen. Hal ini ditempuh melihat tingginya impor tembakau yang dilakukan industri rokok sebagai dampak perubahan trend industri berimbas terhadap menurunnya harga jual tembakau petani.

Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Hendratmojo Bagus Hudoro mengatakan usulan kenaikan bea masuk impor bahan baku tembakau sudah pada tahap public hearing beberapa minggu lalu. 

“Saat ini usulan tersebut sedang diformulasikan dari draft yang telah disusun dan masukan pendapat para peserta public hearing,” kata Bagus, dalam sebuah webinar di Jakarta, Senin (19/10).

Bagus mengatakan untuk melindungi petani tembakau telah diusulkan supaya bea impor bahan baku tembakau tahun ini dinaikkan dibanding tahun lalu. “Usulannya dinaikkan menjadi 15 persen,” ujarnya.

Menurut Bagus, bergesernya industri rokok dari sigaret kretek tangan (SKT) ke sigaret kretek mesin (SKM) yang didominasi SKM mild turut berperan besar terhadap ketidakstabilan permintaan tembakau rakyat.

Bahkan, makin besarnya proporsi SKM (khususnya mild) membuat permintaan industri hasil tembakau (IHT) kurun tiga tahun terakhir mengalami penurunan. Karena, permintaan pabrik rokok didominasi tembakau virginia, yang umumnya masih impor.

 


Permintaan Tembakau Virginia Tinggi

“Pabrikan harus impor tembakau virginia dan tembakau aromatik lainnya, karena produksi di dalam negeri masih terbatas,” ujar Bagus.

Bagus menuturkan tembakau virginia yang ditanam petani Bali, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB) seluas 43.674 ha, produksinya hanya sekitar 58.261 ton pada tahun 2019. Sedangkan permintaan pabrik rokok untuk memproduksi SKM mild cukup besar.

Lantaran produksinya masih terbatas, impor bahan baku tembakau (khususnya virginia) tak bisa dihindari, bahkan cukup tinggi. Pada tahun 2017 tercatat sebanyak 119,54 ribu ton. Kemudian pada tahun 2018 sebanyak 121,39 ribu ton dan pada tahun 2019 sebanyak 110,92 ribu ton (data sementara). Sedangkan nilai impornya pada tahun 2017 sebesar 618,66 juta dollar AS. Pada tahun 2018 sebesar 695,71 juta dollar AS, dan pada tahun 2019 sebesar 580 juta dollar AS.

Menurut Bagus, selain impor, Indonesia juga ekspor tembakau ke sejumlah negara. Data menyebutkan, pada tahun 2019, Indonesia ekspor tembakau sebanyak 33,22 ribu ton dengan nilai 201,95 juta dollar AS.

 

(*)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya