Laporan 2019: Hampir Setengah Juta Bayi di Dunia Meninggal Akibat Polusi Udara

Sebuah laporan mengungkapkan bahwa hampir setengah juta bayi di dunia meninggal terdampak polusi udara

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 25 Okt 2020, 08:00 WIB
Penarik becak menembus kabut asap pekat yang menyelimuti jalan di New Delhi, Minggu (3/10/2019). Ibu Kota dari India tersebut sedang dilanda polusi udara yang sangat buruk sekaligus beracun pekan ini. (Photo by Sajjad HUSSAIN / AFP)

Liputan6.com, Jakarta Hampir setengah juta bayi di seluruh dunia meninggal pada 2019 akibat polusi udara. Temuan ini diungkap dalam laporan State of Global Air 2020.

Laporan tersebut menemukan, polusi udara merupakan faktor risiko utama keempat dalam kematian prematur di seluruh dunia. Di atasnya terdapat tekanan darah tinggi, penggunaan tembakau, dan pola makan yang buruk.

Mayoritas kematian bayi yang terkait dengan polusi dilaporkan di negara berkembang dengan India, Nepal, dan Niger, sebagai tiga negara teratas untuk paparan polusi tahunan per kapita.

Dikutip dari Independent pada Jumat (23/10/2020), tahun 2019 India mencatat paparan konsentrasi materi partikulat (PM) 2,5 tahunan rata-rata tertinggi di dunia. Ini menyebabkan 116 ribu bayi meninggal di negara tersebut.

Tahun 2019, polusi udara berkontribusi pada total 6,67 juta kematian di seluruh dunia. Laporan tersebut mengatakan, kematian 476 ribu bayi pada periode tersebut bisa langsung dikaitkan dengan bukti paparan langsung pada sang ibu.

 

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini


Bahaya Polusi Udara Bagi Bayi

Ilustrasi Polusi Udara, Asap Pabrik. Kredit: analogicus via Pixabay

Selain itu, laporan tersebut mencatat bahwa dua per tiga dari kematian bayi yang tercatat, terkait dengan polusi udara dalam ruangan, terutama yang timbul dari bahan bakar padat seperti arang, kayu, dan kotoran hewan untuk memasak.

Dikutip dari The Guardian, paparan polutan di udara juga berbahaya bagi bayi dalam kandungan. Ini dapat menyebabkan kelahiran prematur atau berat badan lahir rendah. Kedua faktor tersebut juga terkait dengan kematian bayi yang lebih tinggi.

Selama bertahun-tahun, para pakar kesehatan telah memperingatkan bahaya udara kotor pada lansia dan kondisi kesehatan mereka. Namun, dampak situasi tersebut pada jumlah kematian bayi dalam rahim baru mulai dipahami.

"Kami belum sepenuhnya memahami mekanisme apa di tahap ini, tetapi ada sesuatu yang terjadi yang menyebabkan penurunan pertumbuhan bayi dan akhirnya berat lahir. Ada hubungan epidemiologis, yang ditampilkan di berbagai negara dalam berbagai penelitian," kata Katherine Walker, ilmuwan utama di Health effects Institute yang menerbitkan laporan tersebut.

 


Hanya Sedikit Kemajuan

Suasana lalu lintas sebuah jalan yang diselimuti kabut asap tebal di Beijing, China (14/11). Pihak berwenang mengeluarkan peringatan kuning untuk polusi udara buruk pada hari Rabu. (AP Photo/Andy Wong)

Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah, lebih rentan terhadap infeksi di masa kanak-kanak dan pneumonia. Sementara paru-paru bayi prematur juga belum berkembang secara penuh.

"Mereka dilahirkan di lingkungan dengan polusi yang tinggi dan lebih rentan dibandingkan anak-anak yang menjalani kehamilan penuh," kata Dan Greenbaum, presiden Health Effects Institute di Amerika Serikat.

Terlepas dari semua yang diketahui soal dampak polusi udara terhadap kesehatan, laporan tersebut mengatakan bahwa di 2019, hanya sedikit bahkan tidak ada kemajuan yang dilakukan di banyak negara di dunia.

"Kesehatan bayi sangat penting bagi masa depan setiap masyarakat, dan bukti terbaru ini menunjukkan risiko yang sangat tinggi untuk bayi yang lahir di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara," kata Greenbaum.

Ia menambahkan, saat ini banyak negara yang telah memperlihatkan penurunan ketergantungan rumah tangga yang perlahan dan stabil, terhadap bahan bakar berkualitas rendah. "(Meski demikian) polusi udara dari bahan bakar ini terus menjadi faktor kunci kematian bayi termuda."


Infografis Polusi Udara di Dunia Menurun saat Pandemi Corona

Infografis Polusi Udara di Dunia Menurun saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya