Akui Salah Satu Pencetus UU Omnibus Law Cipta Kerja, Begini Cerita Luhut

Banyaknya aturan yang tumpang tindih di Indonesia, menjadi dasar Menko Luhur mencetuskan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Okt 2020, 12:13 WIB
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengakui jadi salah satu pencetus lahirnya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Banyaknya aturan yang tumpang tindih di Indonesia, menjadi dasar dia mencetuskan ide tersebut.

"Ini terus terang jujur, saya mulai waktu saya mulai waktu saya Menkopolhukam waktu itu saya melihat betapa semrawutnya UU peraturan kita yang ada sekian puluh itu satu sama lain saling tumpang tindih," kata Luhut, kemarin.

Dengan adanya kesemrawutan aturan tersebut, dia menilai, praktik korupsi akan semakin tinggi. Tidak hanya itu inefisiensi akan terjadi di mana-mana.

Dengan adanya ide tersebut, Luhut kemudian bertemu Mahfud MD, Jimly Asshiddiqie, serta Sofyan Djalil di kantornya untuk berdiskusi untuk membuat aturan lebih ringkas. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih.

"Waktu itu saya kumpulkan Pak Mahfud, dan juga Pak Jimly Ashdiiqi Seno aji, pak Sofyan Djalil dari kantor saya ada pak Lamboko untuk mendiskusikan bagaimana caranya karena kalau satu persatu uu itu di revisi enggak tahu sampai kapan selesainya," terang dia.

Kemudian muncul gagasan Omnibus Law dari Sofyan Djalil yang pernah mengeyam pendidikan di Amerika Serikat. Luhut menjelaskan aturan tersebut bisa menyelaraskan isi aturan UU sehingga tidak saling tumpang tindih.

"Nah itu kemudian karena kesibukan sana sini belum terjadi baru mulai dibicarakan kembali oleh pres akhir tahun lalu dan itulah sekarang buahnya sekarang jadi itu proses panjang bukan proses tiba-tiba," tutup Luhut.

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka.com

Tonton Video Ini


Pengamat: Pembantu Presiden Harus Jelaskan Secara Gamblang UU Cipta Kerja

Suasana Rapat Paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak pengesahan, sementara tujuh fraksi lainnya menyetujui RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio angkat bicara soal rencana aksi susulan tolak UU Cipta Kerja oleh buruh. Dalam keadaan seperti ini, Agus menekankan perlunya pemerintah hadir dan memberikan kepastian.

“Mekanisme pengesahan sampai jadi UU itu yang harus dipertanyakan. Kan sudah jelas bahwa itu bermasalah. Harusnya Pemerintah menjawab resmi,” kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (21/10/2020).

Agus mengatakan, hingga hari ini jawaban resmi itu tak kunjung ada. Sehingga ini memicu masyarakat untuk melakukan aksi lanjutan. Dimana upaya sebelumnya baik melalui protes tersurat maupun petisi, tidak ada yang digubris.

“Ketika pemerintah tidak memberikan jawaban yang jelas itu akan terus berlanjut,” kata Agus.

Sementara media sosial menyajikan banjir informasi, namun tidak ada satupun bagian dari jawaban resmi pemerintah soal UU Cipta Kerja ini. Ini, kata Agus, menjadi tugas para menteri untuk menjadi juru bicara presiden.

“sekarang juru bicara pemerintah itu siapa. Jangan Presiden. kalau presiden yang jawab, itu urusannya selain merepotkan Presiden, juga terlalu Jauh. Kasihan Presiden. Jadi yang jawab harus pembantunya,” kata dia.

Apalagi, saat ini buruh juga tengah memperjuangkan kenaikan upah minimum di 2021. Jika satu persatu permasalahan buruh ini tak segera ditanggapi, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi ledakan aksi.

Di sisi lain, Agus menekankan potensi adanya penumpang gelap dalam aksi buruh tolak UU Cipta Kerja ini. “Sekarang ini apapun bisa memicu karena penunggangnya banyak. semakin hari semakin banyak,” kata Agus.


Infografis Menanti Sosialisasi Naskah UU Cipta Kerja.

Infografis Menanti Sosialisasi Naskah UU Cipta Kerja. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya