Liputan6.com, Jakarta - Satu tahun yang lalu, para menteri di Kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin resmi melaksanakan tugasnya usai dilantik. Salah satunya adalah Menteri Kesehatan, Letnan Jenderal TNI (Purn) Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad (K).
Nama Terawan memang menjadi salah satu yang paling banyak diperbincangkan ketika dia dipilih Jokowi sebagai orang nomor satu di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Terawan juga menjadi salah satu sosok paling disorot ketika Indonesia dihantam badai pandemi COVID-19 sejak Maret 2020.
Pakar Kesehatan Masyarakat, Hermawan Saputra, mengatakan bahwa dalam setahun kepemimpinannya, khususnya dalam menangani pandemi, Terawan punya tantangan besar.
Hermawan, mengatakan, jika COVID-19 tidak tertangani dengan baik, pencapaian kesehatan yang sudah tercapai sebelumnya bisa terdampak.
Baca Juga
Advertisement
Hermawan menyebut bahwa sebelum peralihan kabinet, beberapa program kesehatan di Indonesia sudah lebih baik. Beberapa di antaranya seperti imunisasi campak dan polio, kunjungan ibu hamil, penanganan stunting, malaria, tuberkulosis, dan perawatan HIV.
"Jadi, tantangan-tantangan ini akan makin menjadi ketika COVID-19 tidak mampu tertangani dengan baik atau belum melewati puncak kasusnya," kata Hermawan kepada Health Liputan6.com saat dihubungi pada Kamis, 22 Oktober 2020.
"Di beberapa negara itu kasus terlewati puncak kasus pada bulan keempat dan kelima, termasuk di Eropa yang tadinya babak belur. Demikian juga di Asia Timur. Kita belum melewati puncak kasus itu hingga bulan ke delapan ini," Hermawan melanjutkan.
Ini, lanjut Hermawan, menjadi tantangan yang harus menjadi perhatian,"Tugas berat tentu saja untuk Menkes.".
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Konsolidasi, Komunikasi, dan Koordinasi
Maka dari itu, Hermawan mengatakan bahwa perlu adanya pengarusutamaan kesehatan masyarakat yang berbasis komunitas. "Harus diperkuat bagaimana kesadaran kolektif masyarakat itu tidak hanya berkaitan dengan COVID, tetapi juga penyakit-penyakit yang lain yang mungkin akan muncul."
Ia mengatakan, berbagai penyakit lain misalnya yang mungkin timbul di masa peralihan musim seperti demam berdarah, diare, atau ISPA juga harus diantisipasi. Menurut Hermawan, situasi yang sudah berlangsung lama di Indonesia ini akan menjadi tantangan yang lebih berat dalam suasana pandemi COVID-19.
Selain itu, pemerintah juga harus mampu memperkuat konsolidasi, komunikasi, dan koordinasi khususnya antar pusat dan daerah untuk menangani berbagai tantangan kesehatan, salah satunya juga untuk menanggulangi penyakit tidak menular.
"Orang-orang dengan hipertensi, diabetes, gangguan ginjal, paru, itu orang-orang yang butuh kunjungan berkala ke rumah sakit, dengan pandemi COVID itu sangat sensitif, apalagi mereka kalau terinfeksi virus corona itu bisa jadi kasus pemberat."
Tak hanya pemerintah, Hermawan mengatakan bahwa konsolidasi, koordinasi, dan komunikasi antara Menteri Kesehatan dengan pihak-pihak lain pun juga harusnya dapat diperkuat.
Hal ini berkaitan dengan beberapa kali munculnya kritik yang dilontarkan oleh beberapa organisasi profesi kesehatan kepada Terawan. "Hal-hal itu menurut saya memang berpengaruh, ada tantangan dalam hal itu, tetapi yang jauh lebih penting itu bisa diselesaikan.
"Yang penting komunikasi, konsolidasi, dan koordinasi itu harus terjadi. Toh sebelum ini kan pak Menteri melakukan sowan kepada Ikatan Dokter Indonesia dan lain-lain, suasana sebenarnya sudah cukup cair terjadi keakraban," kata Hermawan.
"Harusnya sih sekarang daya dukung kita diarahkan sebesar-besarnya penanganan COVID karena kolaborasilah yang dibutuhkan dalam suasana pandemi seperti ini."
Advertisement