Liputan6.com, Washington D.C- Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) telah menyetujui penggunaan obat antivirus Remdesivir dari Gilead untuk merawat pasien COVID-19.
Dikutip dari Channel News Asia, Jumat (23/10/2020) persetujuan tersebut menjadikan Remdesivir sebagai obat pertama dan satu-satunya yang kini disetujui untuk perawatan pasien dengan COVID-19 di AS.
Advertisement
Selain itu, persetujuan resmi oleh FDA itu datang hanya beberapa jam sebelum debat terakhir antara dua kandidat presiden, Donald Trump dan Joe Biden menjelang pilpres AS pada 3 November mendatang.
Remdesivir, yang akan dijual dengan nama merek Veklury, dibandrol dengan harga US$ 3.120 (Rp. 45,8 juta) untuk pengobatan selama lima hari, atau US$ 2.340 (Rp. 34,3 juta) untuk pembelian dari pemerintah seperti Department of Veterans Affairs.
Gilead menyatakan bahwa saat ini sedang memenuhi permintaan obat di AS dan mengantisipasi permintaan global pada akhir Oktober 2020.
Perusahaan tersebut juga mengatakan bahwa Veklury memiliki persetujuan peraturan atau otorisasi sementara di sekitar 50 negara lain.
Diketahui pada 22 Oktober 2020, FDA mengeluarkan otorisasi penggunaan darurat baru untuk Remdesivir guna merawat pasien anak di bawah usia 12 tahun yang dirawat di rumah sakit yang cukup berat untuk menerima obat intravena.
Sementara itu, Gilead menerangkan bahwa pihaknya masih berupaya untuk memahami potensi penuh Remdesivir, dalam berbagai situasi dan sebagai bagian dari pendekatan terapi kombinasi.
Jika disetujui, Gilead juga akan mengembangkan obat versi hirup yang mungkin dapat digunakan di luar lingkungan rumah sakit.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Berikut Ini:
Salah Satu Obat COVID-19 yang Digunakan oleh Donald Trump
Remdesivir, merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengobati Presiden AS Donald Trump selama menjalani perawatan karena positif COVID-19.
Sejak Mei 2020, remdesivir telah tersedia di bawah otorisasi penggunaan darurat FDA AS, setelah penelitian yang dipimpin oleh National Institutes of Health menunjukkan bahwa obat tersebut mengurangi masa perawatan di rumah sakit selama lima hari.
Namun, pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa uji coba global terapi COVID-19 menemukan bahwa remdesivir tidak memiliki efek substansial pada durasi perawatan pasien tinggal di rumah sakit atau kemungkinan dapat digunakan untuk kelangsungan hidup.
Tetapi di sisi lain, studi itu belum ditinjau oleh para ahli luar.
Dalam sebuah catatan penelitian, analis Raymond James, Steven Seedhouse mengungkapkan "Persetujuan resmi FDA tidak mengubah estimasi (penjualan) atau pandangan kami untuk remdesivir karena obat itu telah dicap sebagai standar perawatan sebelum adanya persetujuan resmi".
Pernyataan itu mengacu pada pedoman resep dan persetujuan "sebagai kasus terbaik untuk Gilead," mengingat hasil WHO yang mempertanyakan manfaat dari remdesivir.
Advertisement