HEADLINE: Potensi Klaster COVID-19 Saat Liburan Panjang, Bagaimana Antisipasinya?

Liburan panjang pada Agustus lalu berdampak pada meningkatnya jumlah kasus COVID-19 di Indonesia. Jelang liburan panjang akhir Oktober, apa langkah antisipasinya?

oleh Aditya Eka PrawiraBenedikta DesideriaFitri Haryanti HarsonoGiovani Dio Prasasti diperbarui 24 Okt 2020, 00:02 WIB
Liburan panjang jadi ajang masyarakat berlibur tapi hal ini meningkatkan juga risiko transmisi COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Libur panjang beberapa waktu lalu berujung pada kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia. Sekitar dua minggu pascalibur panjang Mei dan Agustus 2020, data laporan COVID-19 menunjukkan tambahan kasus naik 40 hingga lebih dari seratus persen.

Belajar dari pengalaman, jangan sampai libur panjang dan cuti bersama di akhir Oktober 2020, tepatnya tanggal 28 hingga 1 November membuat kurva peningkatan kasus COVID-19 kembali menanjak.

"Mengingat pengalaman kemarin, liburan panjang pada 1,5 bulan yang lalu, setelah itu terjadi kenaikan yang agak tinggi," kata Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas Antisipasi Penyebaran COVID-19 Saat Libur Panjang Akhir Oktober 2020 pada Senin, 19 Oktober 2020.

Libur panjang yang dimaksud Jokowi adalah di bulan Agustus 2020, yaitu libur Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus dan libur panjang pada 20 sampai 23 Agustus 2020.

Satuan Tugas COVID-19 melaporkan, terjadi kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif mingguan sebesar 58 sampai 118 persen sejak libur panjang pada pekan ketiga Agustus dengan rentang waktu 10 sampai 14 hari.

Sebelum itu, ada libur Idulfitri yakni 22 sampai 25 Mei 2020 yang kemudian membuat kurva kasus COVID-19 meningkat. Kala itu kenaikan kasus per minggunya di kisaran 400 hingga 600.

Setelah jeda waktu sekitar 10 sampai 14 hari dari hari libur tersebut, Satgas COVID-19 melaporkan terjadi kenaikan kasus COVID-19 pada 6 sampai 28 Juni 2020.

"Terjadi kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif mingguan sekitar 69 sampai 93 persen sejak libur Idulfitri dengan rentang waktu 10 sampai 14 hari," lapor Satgas COVID-19.

Tak ingin hal itu terulang pada momen libur panjang kali ini, Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto megingatkan agar pada momen liburan nanti masyarakat diminta kooperatif untuk menerapkan protokol kesehatan, khususnya 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) untuk mencegah kasus baru positif COVID-19 di masa kedaruratan kesehatan ini.

"Jangan sampai ada peningkatan jumlah kasus. Untuk itu, 3M adalah hal terpenting yang harus kita lakukan," himbau Airlangga dalam pernyataannya, Jumat (23/10/2020).

 

Infografis Libur Panjang dan Potensi Klaster Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Saksikan juga video menarik berikut ini:


Jurus Antisipasi Kenaikan Kasus Libur Panjang Oktober

Wisatawan saat mengunjungi TMII Jakarta Timur (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tak ingin jatuh di lubang yang sama, Pemerintah pun berupaya keras agar momen libur panjang akhir Oktober nanti tidak menyebabkan kenaikan kasus konfirmasi positif.

Juru Bicara Pemerintah untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengajak masyarakat untuk tidak bepergian melainkan tetap di rumah.

"Bahwa angka kasus COVID-19 dan penularannya di Indonesia masih tinggi. Apabila tidak mendesak, sebaiknya mengurungkan niat untuk berlibur dan tetap diam di rumah saja," kata Wiku dalam konferensi pers 20 Oktober 2020.

Namun, ada beberapa hal yang direkomendasikan pemerintah jika terpaksa harus bepergian atau ada sanak keluarga yang datang. Berikut rekomendasi pemerintah untuk mencegah lonjakan kasus COVID-19 pada libur panjang Oktober ini:

Pertama, bagi masyarakat yang dalam keadaan mendesak harus melakukan kegiatan di luar rumah selama periode libur panjang tersebut, maka kami ingatkan untuk selalu patuhi protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak serta hindari kerumunan).

"Keputusan untuk keluar rumah harus dipikirkan secara matang dan mempertimbangkan semua risiko yang ada," ujar Wiku.

Kedua, Satgas COVID-19 mendorong masyarakat yang menerima kunjungan dari keluarga serta sanak saudaranya saat libur panjang untuk tetap menjalankan protokol kesehatan 3M selama berada di rumah.

"Meskipun bagian dari keluarga, tetap menggunakan masker, cuci tangan, dan jaga jarak. Karena kita tidak tahu dengan siapa sebelumnya keluarga kita tadi berinteraksi," tambah Wiku.

Ketiga, Satgas COVID-19 mendorong agar perusahaan atau perkantoran melakukan langkah antisipatif bagi para karyawannya yang berpergian ke luar kota pada masa libur panjang.

"Perusahaan didorong mewajibkan karyawannya yang berpergian ke luar kota untuk melapor agar dapat di data oleh kantor, terutama karyawan memutuskan untuk berpergian ke wilayah zona oranye dan/atau merah," Wiku menerangkan.

"Selain itu, perusahaan dan kantor didorong meminta pegawainya melakukan isolasi mandiri jika merasakan gejala COVID-19 setelah libur panjang."

 

 

 


Titik Rawan Penularan COVID-19

Wisatawan bersantai saat mengunjungi TMII, Jakarta, Kamis (20/8/2020). Libur panjang yang bertepatan tahun baru islam di manfaatkan masyarakat bersama keluarga berlibur ke sejumlah tempat wisata. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ada sejumlah titik lokasi (hotspot) yang rawan COVID-19, terutama saat libur panjang pada akhir Oktober 2020 yang perlu diwaspadai. Apa saja?

Pertama, upaya antisipasi kemunculan kerumunan sosial, politik, budaya, dan keagamaan. Pelaksanaan perayaan keagamaan di ruang terbuka dan dihadiri banyak orang.

"Disarankan untuk tidak dilakukan (kegiatan di atas), jika terpaksa dilakukan, maka kapasitas kehadiran tidak lebih dari 50 persen," jelas Wiku.

Selain itu, pihak terkait diharapkan juga meniadakan hari bebas kendaraan (car free day) dan menutup sarana olahraga massal, yaitu stadion, pusat kebugaran, dan kolam renang.

Kedua, upaya antisipasi kemunculan kerumunan ekonomi seperti di pasar dan bandara atau terminal.

"Khusus antisipasi kerumunan pasar di luar gedung, diperlukan keterlibatan pengelola pasar informal dan bekerjasama dengan organisasi masyarakat serta pemerintah setempat melalui RT/RW," imbuh Wiku.

Protokol kesehatan juga harus dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi kreatif di daerah dengan memerhatikan peraturan terkait operasional tempat wisata di masa pandemi COVID-19.

Ketiga, upaya antisipasi kemunculan kerumunan keluarga dan kekerabatan. Perhatikan cara berkendara yang aman dengan tetap menggunakan masker dan meminimalkan isi penumpang dalam kendaraan serta menunda terlebih dahulu acara keluarga yang tidak terlalu penting seperti saran Wiku.

"Batasi arus keluar masuk, termasuk keluarga baik ke sekolah, asrama maupun lapas. Manfaatkan media komunikasi daring sebagai alternatif lainnya," ujar Wiku.

Keempat, upaya antisipasi kemunculan kerumunan akibat bencana alam. Ini karena sekarang sudah mulai timbul bencana, usahakan tidak menggunakan tenda untuk evakuasi korban bencana alam.

"Manfaatkan fasilitas penginapan dan rumah yang tersedia untuk mencegah kerumunan masyarakat. Disarankan menyampaikan aspirasi dengan cara-cara menghindari kerumunan," terang Wiku.

 


Daerah Mesti Bersiap

Jalan tol tol Semarang-Salatiga membelah bukit Polosiri. (Ilyas/Liputan6.com)

Pihak Kementerian Dalam Negeri juga ikut mengantisipasi timbulnya klaster COVID-19 dari libur panjang Oktober. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 440/5876/SJ tentang Antisipasi Penyebaran COVID-19 pada Libur dan Cuti Bersama Tahun 2020.

Edaran tersebut ditujukan kepada para kepala daerah gubernur, bupati, wali kota dan memuat imbauan kepada masyarakat untuk menghindari perjalanan di libur panjang dan kedisiplinan terhadap protokol kesehatan COVID-19.

“Surat edaran ini tolong dapat diterima dan sekaligus diterjemahkan kembali, semua kembali kepada Local Wisdom, karakteristik wilayah masing-masing. Ini silakan mengambil dengan rapat Forkopimda mengambil keputusan,” kata Mendagri dalam keteranganya, Jumat (23/10/2020).

Pemerintah sudah mengimbau masyarakat agar lebih baik berada di rumah. Meski begitu, tidak sedikit masyarakat yang tetap memilih pulang ke kampung halaman atau piknik ke luar kota di libur panjang nanti.

Sementara itu, guna mengantisipasi pergerakan orang dalam jumlah besar di libur panjang Oktober, Kementerian Kesehatan lewat Kantor Kesehatan Pelabuhan di bandara memiliki tugas ekstra untuk melakukan pencegahan COVID-19 dengan pemeriksaan dan pelacakan.

"Upaya lain tentunya kita lakukan contact tracing secara masif, kita bergerak, kemudian dikembangkan dengan digital tracing," kata Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi.

Masyarakat yang bepergian diimbau menggunakan aplikasi Peduli Lindungi. "Ini bagian penting dalam rangka kita menjaga keluarga, saudara-saudara, orang-orang dekat kita di saat kita berkontak, sehingga bisa di-tracking, di-tracing dengan baik melalui sistem digital ini."

Selain itu, Oscar juga mengatakan bahwa Kemenkes melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait di daerah-daerah untuk memperketat lokasi-lokasi tempat orang berkerumun di saat libur panjang.

Jawa Tengah juga sudah bersiap menghadapi libur panjang mengingat provinsi ini kerap dikunjungi oleh masyarakat dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Strateteginya dengan membuat Satgas Jogo Tonggo (Bahasa Jawa: Menjaga Tetangga) di tingkat RW dan kelurahan untuk melakukan identifikasi terhadap para pendatang yang baru datang ke wilayah tersebut dan harus menjalani prosedur pemeriksaan.

"Lalu juga nanti kalau diperlukan harus dilakukan karantina, semacam itu. Ini yang kita siapkan," kata Yulianto Prabowo, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah dalam temu media virtual dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Rabu (21/10/2020).

Jawa Timur juga sudah bersiap, Kepala Dinas Kesehatannya, Herlin Ferliana, terus mengimbau masyarakat untuk tidak keluar rumah apabila benar-benar tidak ada keperluan di masa libur panjang.

"Proteksi yang pertama ini adalah mengingatkan masyarakat untuk bisa mengurangi berkerumunan dengan banyak orang, kalau bisa tidak keluar, itu selalu kita sampaikan," kata Herlin.

Selain itu, Dinkes Jatim juga akan memastikan penerapan protokol kesehatan di tempat-tempat berkumpulnya banyak orang seperti di stasiun dan bandara.

"Yang ketiga, apakah perlu menambah fasilitas? Masih belum perlu. Karena kita lihat data sekarang, tingkat huniannya masih sekitar 40 persen, sudah longgar," tambahnya.

"Yang ada kita mengingatkan kembali kepada teman-teman di fasyankes supaya bersiap-siap tanpa harus menambah sarana dan prasarana yang ada."


Pengelola Wisata Wajib Disiplin Protokol Kesehatan

Wisatawan mengambil gambar kawanan Burung Pelikan saat berkunjung ke Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta, Sabtu (1/8/2020). Di masa pandemi corona ini, Ragunan sepi pengunjung di libur panjang Idul Adha 1441 H dibandingkan tahun lalu. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Ahli Kesehatan Masyarakat Hermawan Saputra mengatakan hal yang disampaikan Pemerintah ke masyarakat bersifat imbauan. Namun, dia lebih menekankan juga ke pengelola tempat wisata atau destinasi liburan agar memiliki kewajiban menegakkan protokol kesehatan.

Pengelola atau provider di titik-titik keramaian wisata diantaranya wajib menyediakan akses cuci tangan, tanda untuk menjaga jarak, menyediakan petugas agar protokol kesehatan tetap terlaksana, menjaga suhu udara di dalam ruangan tidak kurang dari 20 derajat Celsius. Lalu, memiliki koordinasi bila ada pengunjung memiliki suhu di atas 37,5 derajat Celsius. Kemudian,wajib mengatur agar sirkulasi masuk dan keluar tidak satu pintu.

"Artinya kalau terhadap masyarakat itu kan sifatnya imbauan, tapi sebagai penyelenggara atau pengelola tempat wisata termasuk juga hotel, diwajibkan agar hal-hal di atas itu ada," kata Hermawan dihubungi Jumat, 23 Oktober 2020.

"Jika tidak (ada pelanggaran) pemerintah setempat kan bisa memberi sanksi ditutup atau dicabut izin penyelenggaraannya," kata pria yang menjabat sebagai Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) ini.

Jika memang ingin berwisata hindari ke zona merah seperti disampaikan epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko. Bila terpaksa ke zona merah, pastikan selalu memakai masker dan menjalankan protokol kesehatan lainnya.

"Jika bepergian ke luar kota, kalau bisa rapid test dulu," saran Tri dihubungi Jumat (23/10/2020).

 


Liburan di Rumah Paling Aman, Ada Opsi Lain?

Ilustrasi Keluarga Bahagia Credit: pexels.com/pixabay

Jika memang hasrat berlibur sudah tak tertahankan, Hermawan menyarankan nutuk memilih tempat berlibur yang privat seperti cottage atau villa.

"Kalau mau berwisata bisa ke cottage, jadi cuma keluarga itu dalam jangka waktu tertentu. Sehingga bukan di tempat keramaian yang harus bergantian menggunakan fasilitas yang sama," tutur Hermawan.

Risiko transmisi berlibur di cottage atau vila lebih rendah asalkan pengelolanya menjalankan protokol kesehatan seperti sterilisasi dan menjaga kebersihan.

Sementara, bila berwisata misalnya ke wahana permainan, ada banyak orang yang datang dan pergi meninggalkan jejak."Di situ ada potensi transmisi," tuturnya.

Opsi lain tempat liburan adalah memilih yang menerapkan aturan kapasitas pengunjung kurang dari 50 persen. Sehingga, Anda tetap bisa memakai masker dan menjaga jarak dengan pengunjung lain.

"Kalau ramai jangan ikutan. Ya Anda boleh bersenang-senang tapi jangan berisiko," tegas Tri.

Meski begitu, Hermawan dan Tri senada dengan pemerintah sebaiknya tidak pergi-pergi saat libur panjang nanti. "Nikmati waktu bersama keluarga di rumah, kita belajar bersabar di 2020 ini. Di rumah lebih baik," kata Hermawan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya