Sri Mulyani: Ekonomi Syariah Bisa Kurangi Kemiskinan dan Ketimpangan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ekonomi syariah berpeluang besar menjadi sumber baru bagi perekonomian nasional.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Okt 2020, 14:30 WIB
Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali. Dok: am2018bali.go.id

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ekonomi syariah berpeluang besar menjadi sumber baru bagi perekonomian nasional. Sekaligus dinilai mampu menjawab berbagai tantangan dinamika perekonomian nasional di masa kedaruratan kesehatan ini.

"Kita akan berupaya memaksimalkan momentum pemulihan berjalan melalui ekonomi syariah untuk pemulihan ekonomi tahun 2021. Sehingga ekonomi kembali tumbuh positif di dalam rangka memperbaiki kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan ketimpangan," ujar dia dalam Webinar Strategis Nasional "Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia", Sabtu (24/10/2020).

Menurutnya, pemerintah mempunyai pertimbangan khusus untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai pusat pertumbuhan baru ekonomi nasional. Antara lain adanya kesamaan karakteristik antara prinsip ekonomi syariah dengan nilai-nilai yang di miliki masyarakat Indonesia.

"Hal ini karena dalam perekonomian syariah yang sejalan dengan kearifan lokal Indonesia, seperti nilai kejujuran, keadilan, dan tolong-menolong. Serta adanya keberpihakan pada kelompok lemah, dan itu semua dapat membantu pemulihan ekonomi nasional," terangnya.

Terlebih, tegas Bendahara negara, Indonesia merupakan negara penduduk muslim terbesar di dunia. Sehingga ruang pasar dalam negeri untuk ekonomi syariah diyakini masih terbuka lebar.

Oleh karena itu, pemerintah menginisiasi pembentukan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan Ketua Hariannya Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin.

"KNEKS ialah sebagai upaya untuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Pemerintah ini lakukan berbagai ikhtiar untuk meminimalisir dampak negatif ekonomi dan terus melakukan ketahanan sosial dan ekonomi," tuturnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Tak Hanya Kesehatan, Ekonomi Syariah Juga jadi Perhatian di Masa Pandemi

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah tidak hanya berfokus kepada masalah kesehatan dan perekonomian saja di tengah pandemi Covid-19. Keberpihakan, pemerintah terhadap sektor keuangan ekonomi syariah dan pendidikan islam juga tak luput dari kacamata pemerintah.

"Kebijakan pemerintah untuk bantu penguatan ekonomi Islam dan pendidikan islam juga sangat nyata. Pada masa pandemi covid ini, untuk bisa mempertahankan aktivitas ekonomi bahkan di pesantren, pemerintah melakukan berbagai kebijakan pemihakan," ujarnya melalui video conference, pada Rabu 21 Oktober 2020.

 

Keberpihakan tersebut terlihat jelas dari alokasi anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang disiapkan pemerintah Jokowi-Ma'ruf. Anggaran tidak hanya untuk sektor kesehatan seta jaring pengaman sosial, tetapi juga ada untuk pendidikan islam.

"Dalam program PEN, dialokasikan bantuan operasi pendidikan untuk lembaga pesantren dan madrasah serta MTA sebesar Rp2,38 triliun," kata dia.

Dia merinci, anggaran ini diberikan untuk mebantu lebih dari 21.173 lembaga pesantren dan 62.153 lembaga madrasah diniyah takmiliyah dan 112.008 lembaga pendidikan Al-Qur'an LPA.

Selain itu, bantuan pendidikan juga ditujukan ke seluruh pelajar untuk bisa tetap mengikuti pembelajaran online atau daring dalam kondisi covid yang mengharuskan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Untuk murid-murid pesantren selama 3 bulan diberikan Rp211,7 miliar untuk bantuan pembelajaran daring dan juga diberikan Rp5 juta rupiah per bulan untuk 14.115 lembaga," jelasnya.

Bendaha Negara ini melanjutkan, bantuan tidak hanya diberikan bagi para pelajar pesantren tersebut tapi juga bagi tenaga pengajaranya. D imana, pemerintah memberikan berbagai kebijakan insentif bagi para guru dan ustad serta para pengasuh pondok pesantren dengan skema bantuan sosial dan bantuan langsung tunai.

"Dukungan pemerintah dari sisi kesehatan juga dalam bentuk pengadaan dan pemberian rapid test swab test yang dilakukan pemerintah bagi santri yang tunjukkan gejala indikasi covid di lingkungan pondok pesantren. Ini ditujukan agar kegiatan belajar mengajar tetap bisa berjalan meskipun dalam kondisi covid yang memang berikan dampak luar biasa bagi masyarakat," tuturnya.

Dukungan tidak hanya bagi individunya saja tapi juga untuk sarana dan prasarana pendukung agar kegiatan bisa berjalan dengan baik. Pemerintah memberikan bantuan untuk perbaikan atau pembangunan tempat wudhu, wastafel, toilet di 100 pesantren yang tersebar di 10 provinsi.

"Selain bantuan operasional pendidikan tersebut yang bertujuan untuk berikan akses pembelajaran daring, pemerintah juga alokasikan tambahan anggaran Rp991,8 miliar di berbagai kementeiran lembaga, tidak hanya Kemenag dengan penerima manfaat adalah kalangan pesantren," tegasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya