Liputan6.com, Jakarta Petani sereh wangi di Solok, Sumatera Barat (Sumbar) tak sekadar melakukan budidaya sereh wangi di lahan marginal saja. Bahkan, untuk mendapatkan nilai tambah, petani sereh wangi yang tergabung dalam Kelompok Tani Agribisnis Atsiri Kota Solok, Sumbar juga melakukan hilirisasi sereh wangi melalui penyulingan sereh wangi dan menjual minyaknya ke eksportir.
Ketua Kelompok Tani Agribisnis Atsiri Kota Solok, Djanuardi mengatakan, sereh wangi yang ditanam petani disuling sendiri dengan memanfaatkan ketel. Lama penyulingannya 7-8 jam untuk ketel isi satu ton daun sereh wangi.
Advertisement
“Ukuran ketel yang digunakan petani macam-macam, sesuai kebutuhan. Umumnya yang dipakai volumenya 500 kg-1 ton. Rendemen minyak yang dihasilkan 0,8-1 persen,” ujar Djanuardi, di Solok, Rabu (21/10).
Djanuardi yang juga Ketua Perhimpuam Petani dan Penyuling Minyak Atsiri (P3MA) Sumatera Barat (Sumbar) mengatakan, setelah melalui proses penyulingan, tiap satu ton daun sereh wangi mampu menghasilkan 8-10 kg minyak sereh wangi.
“Kalau tiap satu hektar, kami bisa panen daun segar sereh wangi 10-15 ton. Panen daun sereh wangi ini sangat tergantung pemeliharaan kebun,” kata Djanuardi,
Menurut Djanuardi, minyak sereh wangi tersebut dijual ke eksportir dengan harga Rp 165 ribu per kg. Selain menyuling sendiri, dari hasil panen daun sereh wangi, Kelompok Tani Agribisnis Atsiri Kota Solok juga menerima pembelian minyak sereh wangi dari petani lainnya. Minyak tersebut dibeli dengan harga Rp 155 ribu-Rp 157 ribu per kg.
“Ya kita untung sedikitlah. Walau untung tipis, asalkan petani kita lancar pemasaran produknya. Dan hilirisasi sereh wangi inilah yang terus kami lakukan ke petani lain agar mereka mendapat nilai tambah,” papar Djanuardi.
Djanuardi juga mengatakan, sebanyak 70 persen minyak yang dihasilkan dijual ke eksportir, dan sisanya yang 30 persen diolah sendiri menjadi sabun mandi padat maupun cair. Bahkan, minyak sereh wangi tersebut bisa dijadikan aromatherapy, minyak urut dan obat tradisional. Sedangkan minyak yang kotor bisa diolah menjadi pestisida organik dan disinfektan.
Dikarenakan kaya akan manfaat dan menguntungkan petani, Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong petani atau pekebun untuk mengembangkan agribisnis sereh wangi. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam kunjungannya ke Provinsi Maluku akhir Mei lalu meminta jajarannya agar sigap melakukan pendampingan dan terus berupaya menjaga ketersediaan dan stabilitas pasokan, serta peningkatan produksi maupun produktivitas komoditas pertanian termasuk perkebunan.
Salah satu yang didorong Mentan SYL adalah meningkatkan nilai tambah petani.
“Selain nilai tambah, petani juga harus punya daya saing dan keunggulan setiap komoditas pertanian. Harus memperkuat sektor hulu dan mengembangkan sektor hilir sehingga ada nilai tambah,” ujar SYL.
Dalam berbagai kesempatan, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHP), Dedi Junaedi mengatakan, hilirisasi yang terkait pasca panen sangat diperlukan untuk mendorong pekebun mendapatkan nilai tambah dan daya saing. Guna memperkuat hilirisasi sub sektor perkebunan, Ditjen Perkebunan melalui Direktorat PPHP memfasilitasi alat pasca panen dan pengolahan hasil perkebunan kepada kelompok tani.
“Hilirisasi difokuskan di tingkat kelompok tani agar menghasilkan bahan baku berkualitas. Sedangkan dukungan pasca panen dilakukan agar petani atau pekebun punya nilai tawar dan menghasilkan end produk bernilai tinggi,” ujarnya.
Selain di Solok, sereh wangi juga dikembangkan sejumlah petani di Jawa Tengah (Jateng). Bahkan, Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Tim Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah melakukan pengawalan dan monitoring pengembangan sereh wangi di Jateng, Juli lalu.
Sereh wangi yang dikembangkan di Jateng, luasnya mencapai 278,45 Ha. Sedangkan produksinya mencapai 23,812 ton minyak/ tahun. Tanaman tersebut dikembangkan di Kabupaten Semarang, Cilacap, Purbalingga, Brebes, Batang, Boyolali dan Kendal. Diantara kabupaten tersebut, yang mendapatkan anggaran dari pusat (APBN) tahun anggaran 2020 hanya Kabupaten Brebes dan Kendal, masing-masing seluas 5 ha.
(*)