Liputan6.com, Makassar - Terhitung sejak terbitnya surat perintah penyelidikan atau Sprin Lidik/ 315/ II/ Res.3.3/ 2018/ Reskrim, tanggal 10 Februari 2020, unit tipikor Polrestabes Makassar belum juga menampakkan progres dalam penanganan kasus dugaan korupsi kegiatan fiktif di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Makassar tahun anggaran 2018.
Ironisnya, unit tipikor Polrestabes Makassar terkesan menunduk pada kesimpulan Inspektorat Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada para pelaku yang telah berniat untuk mengembalikan kerugian hingga batas tempo akhir bulan November 2020.
"Sudah ada niat ganti rugi dari pelaku. Batas akhir bulan November," ucap Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Sulsel, Kombes Pol Widoni Fedri via pesan singkat, Selasa 13 Oktober 2020.
Baca Juga
Advertisement
Meski demikian, ia berdalih penyelidikan kasus dugaan korupsi di lingkup Dispora Makassar itu belum sepenuhnya ditutup. "Tidak bisa bayar larinya pidana," tutur Widoni.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun mengatakan seharusnya Polrestabes Makassar bersikap sama dalam menangani sejumlah kasus korupsi. Termasuk dalam penanganan kasus dugaan korupsi kegiatan fiktif di Dispora Makassar.
"Memang cukup aneh. Pada kasus-kasus korupsi lain yang ditangani, Polrestabes begitu agresif. Kok giliran kasus dugaan korupsi Dispora justru melembek bahkan terkesan tak semangat ingin menangani kasus tersebut," ucap Kadir via telepon, Sabtu (24/10/2020).
Ia berharap Kapolda Sulsel menelusuri apa yang menjadi pertimbangan bawahannya dalam hal ini Polrestabes Makassar sehingga mengalami perubahan sikap saat menangani kasus dugaan korupsi di Dispora Makassar tersebut.
"Harusnya Kapolda Sulsel tegas dan mengevaluasi kinerja bawahannya khususnya dalam penanganan sejumlah kasus korupsi," terang Kadir.
Ia mengatakan tidak ada alasan pembenaran bagi Polrestabes Makassar untuk menghentikan proses penyelidikan kasus dugaan korupsi kegiatan fiktif di Dispora Makassar hanya karena menunggu upaya Inspektorat yakni memberikan kesempatan bagi pelaku yang telah berniat menggantikan kerugian yang terjadi dengan batas waktu yang ditentukan yakni akhir November 2020.
"Selain baru niat mengembalikan kerugian. Pengembalian uang hasil perbuatan korupsi juga tidak menghapus pertanggungjawaban hukum dari pelaku tindak pidana korupsi itu sendiri," ucap Kadir.
Penyidik Polrestabes Makassar, lanjut Kadir, harus bisa mendudukkan kembali bahwa unsur utama dari perbuatan korupsi sebagaimana dimaksud Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bukan pada kerugian negara. Namun, inti delik pada kedua pasal tindak pidana korupsi yang dimaksud adalah perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
"Jadi ada atau tidak ada pengembalian kerugian negara, sepanjang ditemukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain maka delik tersebut telah terpenuhi," jelas Kadir.
Kembalikan Uang Negara Tak Menghapus Pidana
Tak hanya itu, terkait pengembalian kerugian negara tidak menghilangkan pertanggungjawaban hukum pelaku, kata dia, juga telah diatur dalam Pasal 4 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ia menilai sebuah kekeliruan jika penyidik Polrestabes Makassar juga menjadikan nota kesepahaman antara Kepolisian, Kejaksaan dan Kementerian Dalam Negeri sebagai sebuah alasan sehingga tidak melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi kegiatan fiktif di Dispora Makassar tahun anggaran 2018.
"Kasus Dispora Makassar ini cukup jelas bahwa sejak awal niat (mens rea) dari pelaku untuk berbuat jahat sudah ada. Dia sudah mengetahui bahwa kegiatan yang akan dibuat itu tidak benar atau diduga fiktif. Namun tetap ia melanjutkannya dengan menggunakan anggaran negara dalam hal ini APBD Makassar tahun 2018. Jadi jelas kok ini bukan lagi persoalan pelanggaran administrasi tapi erat kaitannya dengan pelanggaran pidana," ungkap Kadir.
Indikator pelanggaran pidana maupun administrasi terletak pada bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan menjadi penyidikan. Dengan kata lain, prosedurnya dikembalikan pada peradilan pidana.
"Kasus dugaan korupsi kegiatan fiktif Dispora Makassar ini harus diuji di persidangan tipikor. Tak ada alasan penanganannya hanya berakhir semata di Inspektorat Makassar (APIP). Kami janji akan mengawal kasus ini hingga tuntas," Kadir menandaskan.
Diketahui, Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polrestabes Makassar menyelidiki dugaan korupsi pada kegiatan workshop, seminar dan pelatihan pada bidang pengembangan pemuda Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Makassar.
Kegiatan lingkup Dispora Makassar yang diduga fiktif tersebut diketahui menggunakan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Makassar Tahun Anggaran 2018.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polrestabes Makassar yang saat itu dijabat oleh AKBP Asep Marsel Suherman membenarkan adanya penyelidikan terkait dugaan korupsi pada kegiatan di lingkup Dispora Makassar tersebut.
"Benar Sat Reskrim Restabes Makassar sedang menyelidiki itu," kata Asep via pesan singkat, Rabu 26 Februari 2020.
Meski demikian, ia belum dapat memberikan keterangan lebih rinci terkait penyelidikan terhadap kegiatan yang diduga telah merugikan negara miliaran rupiah tersebut.
"Masih lidik dan saat ini penanganannya masih dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)," tutur Asep saat itu.
Pada tahun anggaran 2018, Dispora Makassar melaksanakan sejumlah kegiatan diantaranya kegiatan pelatihan dasar bela negara bagi pemuda lorong senilai Rp300 juta, diskusi perubahan pola pikir pemuda anak lorong dalam menyambut Makassar menuju kota dunia senilai Rp200 juta dan pelatihan pengembangan karakter bagi pemuda senilai Rp250 juta.
Kemudian, ada juga kegiatan pelatihan pengembangan potensi minat dan bakat pemuda yang menelan anggaran sebesar Rp250 juta, peningkatan peran serta pemuda dalam pengembangan olahraga senilai Rp500 juta, pelatihan dan diskusi ilmiah tentang berbagai isu kepemudaan Rp500 juta.
Selanjutnya ada kegiatan perkampungan pemuda senilai Rp500 juta, kegiatan sosialisasi pemuda pelopor Makassar Tidak Rantasa (MTR) senilai Rp500 juta, seminar wawasan kebangsaan bagi mahasiswa dan pemuda senilai Rp300 juta, workshop peran serta pelajar dalam bergonanisasi senilai Rp225 juta serta pembinaan pelatihan kepeloporan mahasiswa senilai Rp300 juta.
Advertisement