Liputan6.com, Jakarta - Hujan lebat yang mengguyur wilayah Jakarta Barat, memaksa sejumlah pengendara motor untuk meminggirkan kendaraannya sejenak. Mereka berteduh di kolong Jembatan Peninsula sambil menunggu hujan reda.
Namun di tengah asyiknya para pengendara menanti cuaca kembali bersahabat, mereka kemudian diminta polisi untuk segera melanjutkan perjalanan. Sang petugas berdalih, kehadiran para peneduh di kolong jembatan itu menghambat arus lalu lintas yang berujung pada kemacetan.
Advertisement
Suasana itu terekam dalam video yang diunggah akun twitter @PoldaMetroJaya, Senin (26/10/2020).
Tak hanya di Jakarta Barat, curah hujan lebat juga disampaikan Wargenet lain. Mereka mengabarkan cuaca hujan lebat mengguyur di wilayahnya dan meminta masyarakat untuk berhati-hati dalam berkendara. Seketika jagad maya riuh penuh dengan unggahan hujan yang mengguyur Ibu Kota.
Warga Jakarta memang diprediksi masih akan disapa hujan dalam tiga hari ke depan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis peringatan dini yang menyebutkan Ibu Kota bakal diselimuti hujan lebat yang disertai petir serta angin kencang. Namun intensitas curah hujannya berkisar antara 8.0 mm hingga 45.0 mm, belum termasuk katagori ekstrem yang lebih dari 150 mm.
Menurut Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indra Gustari, intensitas curah hujan di DKI Jakarta memang meningkat pada bulan Oktober. Hal ini menyusul adanya fenomena global La Nina yang menjadi penyebab lonjakan akumulasi curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40 persen di atas normal.
"Kalau kita lihat Jawa, Jakarta dominan pengaruh La Nina-nya di bulan Oktober. Tetapi di November dan Desember, Januari, dan Februari, bukan berarti curah hujannya berkurang. November Desember curah hujannya sudah tinggi karena itu pengaruh dari monsoon," kata Indra saat dihubungi Liputan6.com, Senin (26/10/2020).
Dia menuturkan, pembangkit curah hujan bersifat kompleks. Tak hanya La Nina, faktor lain seperti pengaruh monsoon dan Madden Julian Oscillation (MJO) juga membuat curah hujan menjadi meningkat. MJO merupakan fenomena di atmosfer yang mengindikasikan pergerakan sistem konvektifitas udara skala besar yang dapat menyebabkan perubahan cuaca ekstrem.
"Jadi bukan hanya semata hanya La Nina, pada saat November dan Desemebr walaupun pengaruh La Nina kecil, tapi pengaruh dari monsoon lebih besar," kata Indra.
Karena itu, lanjut dia, dari Oktober hingga Desember, wilayah DKI Jakarta sudah masuk musim hujan. Langkah mitigasi bencana pun harus lebih disiapkan sebagai bentuk siaga banjir imbas dari curah hujan tersebut.
"Yang perlu dicermati lagi bahwa daerah yang masuk musim hujan, mendapat pengaruh dari dampak La Nina, perlu perhatian lebih, khususnya dilakukan kewaspadaan. Karena memang di Jabodetabek sudah memasuki musim hujan. Bukan semata-mata faktor La Nina. La Nina ini hanya memperkuat saja," kata dia.
Namun dia menilai, curah hujan yang terjadi di periode ini berbeda dengan kejadian pada awal 2020 lalu yang menimbulkan banjir besar. Kala itu, hujan lebat yang terjadi pada 31 Desember 2019 hingga 1 Januari 2020 menyebabkan sejumlah wilayah mulai dari perumahan hingga jalan raya banjir dengan ketinggian yang beragam.
Bahkan wilayah yang sebelumnya bebas banjir, kala itu tidak dapat mengelak lagi ketika air menggenanginya.
"Kalau menghubungkan fenomena global seperti La Nina dengan kasus ekstrem yang jangka pendek dan singkat itu agak sulit. Karena skalanya berbeda. Contoh kasus 2020 teramati di akhir Desember, beberapa hari atau sebelumnya baru teramati. Jadi hal-hal seperti itu, akan lebih terlihat kalau kita mengamatinya dalam periode yang lebih detail atau lebih singkat," ujar dia.
Selain itu, peristiwa awal tahun kelabu itu disebabkan oleh hujan yang ekstrem. Bahkan curah hujannya dinyatakan terbesar dalam sejarah pencatatan rekor hujan, yang sudah dikerjakan lebih dari 150 tahun. Pada saat itu curah hujan di Jakarta di banyak titik di atas 300 milimeter per hari.
Kembali kepada dampak La Nina lainnya yang perlu diwaspadai, kata Indra, adalah munculnya angin kencang. Puting beliung sebelumnya memporakporandakan rumah warga di Bekasi pada Jumat 23 Oktober 2020.
"La Nina itu kan menyebabkan perubahan sirkulasi masa udara, sirkulasi angin yang tadinya angin dari timur tidak begitu kuat dengan adanya La Nina lebih kuat. Sebab itu awan hujan lebih banyak di daerah kita. Kalau awannya lebih banyak, proses konvektifnya lebih intensif, secara tidak langsung menyebabkan angin kencang," jelas dia.
Karena itu, sekali lagi dia menegaskan bahwa kewaspadaan tetap harus dikedepankan dalam menghadapi musim ekstrem ini. Dengan begitu, dampak dari kejadian tersebut dapat ditekan atau bahkan zero victim.
"Kita perlu mewaspadai periode-periode akhir tahun ini sampai awal 2021," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Siaga Banjir Jakarta
Sementara itu, Plt Kepala BPBD DKI Sabdo Kurnianto mengungkapkan, Jakarta telah melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasi datangnya banjir. Di antara yang telah dilakukan ialah pengerukan waduk-waduk dan perbaikan sarana prasarana jalan.
"Semua terintegrasi dan interkoneksi. SDA (Sumber Daya Air), DBM (Dinas Bina Marga), PPSU, semua melakukan kerja dalam mengantisipasi bencana banjir yang disebabkan La Nina," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (26/10/2020).
Sabdo juga mengungkapkan, Pemprov DKI akan menggelar apel siaga bencana guna menghadapi musim hujan tersebut. Agenda itu direncakan berlangsung pada awal November 2020.
"Kita lagi menyiapkan apel siaga tanggal 4 November. Melakukan rapat di bawah Pak Gubernur Anies Baswedan agar SKPD terkait, BPBD, BNPB, relawan, TNI, Polri, semua kita libatkan. Masalah ini bukan milik Pemprov DKI tapi tanggung jawab semua," ujar dia.
Terkait dengan prediksi banjir besar, dia mengungkapkan situasi itu akan terus dipantaunya. Segala informasi terbaru terkait dampak La Nina, kata Sabdo, akan segera disampaikan kepada masyarakat.
"Dengan prediksi informasi dari BMKG, dan apabila ada perubahan iklim yang cepat, kita sampaikan, sosialisasikan di medsos dan lainnya kepada semua," ucap dia.
Sabdo pun mengimbau kepada masyarakat untuk selalu siap siaga menghadapi dampak dari musim ini. Selain itu, juga memohon kepada Tuhan agar dihindari dari segala marabahaya. "Bukan hanya persiapan menghadapi banjir, tapi juga berdoa semoga diberikan yang terbaik kepada kita," ucap Sabdo.
Sedangkan Pengamat Perkotaan Universitas Indonesia, Hendricus Andy Simarmata menilai, prediksi cuaca dalam periode tertentu sudah tersedia di BMKG. Pemprov DKI, kata dia, harus memilikinya untuk dijadikan pijakan dalam penanganan bencana, terlepas besar atau kecilnya banjir.
"Saya pikir prediksi BMKG sudah bisa diminta untuk satu bulan. Jadi kalau menurut saya, sudah harus ya bikin kayak rapat kordinasi, terutama untuk perkiraan selama seminggu, satu bulan, sampai satu musim. Musim ini paling berakhir di sekitar bulan April. Itu yang harus pertama dilakukan oleh DKI," kata Hendricus saat dihubungi Liputan6.com, Senin (26/10/2020).
Lalu disisi lain, kata dia, ada tim yang harus bicara tentang kesiapan SDM. Sudah pernah ada pembentukan kelompok tangguh bencana, TAGANA di setiap kelurahan harus direaktifasi. Lalu dibikin lagi kegiatan-kegiatan yang membuat mereka aktif. "Itu dari sisi software," ucap Hendricus.
Ketiga, cek betul early warning system dari Katulampa sampai ke Waduk Pluit. Itu menurutnya yang harus dipastikan. "Nah itu bagian software-nya. Bagian hardware pasukan orange harus turun lagi mengecek drainase jangan sampai ada yang tersumbat, sungai dikeruk, waduk dikeruk harus mulai sekarang. Itu yang harus disiapkan," ujar Hendricus.
Dia memandang yang terpenting dalam penanganan banjir harus memperhatikan berkurangnya daya rusak banjir. Indikatornya bisa dari minimnya jumlah kerugian material dan tidak ada korban jiwa. Selain itu juga seberapa cepat air surut.
"Paling itu yang bisa dilakukan. Jadi mau pergantian gubernur, siapa pun dia, harusnya masuk kepada aspek itu. Bagaimana agar daya rusak air bisa diminimalisir," ucap Hendricus.
Dia menilai ruang terbuka hijau yang tersedia di Jakarta untuk menjadi resapan air semakin berkurang. Namun hal itu bisa disiasati dengan memperkuat tempat pelimpasan air di daerah tengah dan hulu untuk mengurangi dampak banjir.
"Jadi dari pada ruang terbuka hijaunya susah untuk diakusisi lahannya, maka langkah sementara memperkuat wilayah tengah atau hulu dengan danau atau setu waduk buatan," terang dia.
Karena menurut dia, ruang terbuka hijau yang sudah disulap menjadi beton tidak dapat dikembalikan menjadi daerah resapan air dengan waktu yang singkat. Mau tidak mau harus dibuatkan dulu pengamannya di tengah atau di hulu.
"RTH diperbanyak di Jakarta pasti enggak bisa bimsalabim 5 tahun bertambah 50 persen kan. Jadi pelan-pelan tapi kan enggak mungkin kita tunggu itu. Jadi makanya Jabodetabek itu penting koordinasikan kementerian ATR lagi buat itu. Jadi harusnya dengan adanyan Project Management Office (PMO) Jabodetabek yang dibentuk Kementerian ATR melalui Perpres No 60/2020 tentang tata ruang KSN Jabodetabek, harusnya hal-hal kerja sama itu bisa digerakkan terutama dalam mengelola risiko bersama bencana banjir," kata Hendricus.
Yang super penting dalam penanganan banjir ini, menurut Hendricus, adanya orkestra yang seirama. Namun begitu, siapa yang menjadi pengatur irama tersebut, itu yang harus diselesaikan.
"Itu Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), PMO itu melalui apa? Melalui Rencana Tata Ruang KSN Jabodetabek Perpres Nomor 60 Tahun 2020. Kalau semua sudah punya bacaan note yang sama, punya dirijen yang sama, tinggal pemain musik saja kan supaya seirama. Kalau enggak bisa lagi, ya engak tahu saya, gimana solusinya," ujar dia.
Advertisement
Alat Ukur Volume Curah Hujan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berharap agar para camat dan lurah di Jakarta memiliki alat ukur untuk mengetahui volume air hujan yang turun, sehingga dapat menjadi peringatan dini potensi terjadinya banjir.
"Alat ukur itu, dapat menjadi tolak ukur volume air hujan yang berintensitas tinggi. Supaya tahu betul volume air hujan yang turun, sehingga bisa memprediksi," kata Anies saat membahas penanganan banjir bersama camat dan lurah seluruh wilayah Jakarta Selatan, Kamis 22 Oktober 2020.
"Kalau curah hujan di atas 150 mm sudah sangat lebat, sudah ekstrem. Jadi, saya ingin kita sama-sama kampanyekan tentang ambang batas ini," sambungnya.
Anies menyebut bahwa Kebayoran Lama menjadi salah satu kecamatan di Jakarta Selatan yang telah memasang alat ukur curah hujan atau ombrometer di setiap kelurahannya.
Secara teknis, alat ukur curah hujan ini bekerja apabila hujan turun. Air hujan akan mengisi bejana yang terdapat dalam ombrometer. Satuan yang digunakan adalah milimeter (mm) dengan ketelitian pembacaan sampai 0,1 mm.
Anies mengatakan, upaya ini merupakan langkah kongkret bagi para lurah dan camat untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di wilayahnya masing-masing, terutama soal banjir.
Menurut Anies, masalah banjir di Ibu Kota sudah menahun sehingga harus menjadi perhatian penuh agar bisa diantisipasi saat musim penghujan datang. Salah satu caranya dengan mengetahui berapa volume air hujan yang turun.
"Air hujan yang bisa ditampung di drainase kita itu 150 mm, kalau di atas 150 mm maka banjir," kata Anies.
Mantan Menteri Pendidikan tersebut menganalogikan daya tampung saluran air yang ada dengan segelas air yang memiliki daya tampung 200 mm, tapi kalau terus dituangkan air sebanyak satu liter, maka isi air dalam gelas akan tumpah keluar.
Seperti itu pula lah banjir yang terjadi karena air yang masuk ke saluran air melebihi daya tampungnya.
"Karenanya, aparat kelurahan dan kecamatan dapat mengetahui betul volume air hujan yang turun sehingga bisa memprediksi apakah akan terjadi banjir atau tidak," demikian Anies.
Sementara itu Wakil Gubernur DKI, Ahmad Riza Patria menyatakan, Pemprov DKI akan mengucurkan dana sekitar Rp 1 triliun hasil dari pinjaman pemulihan ekonomi nasional (PEN), pada dinas sumber daya air (SDA) untuk membiayai berbagai proyek penanggulangan banjir di Ibu Kota selama Tahun 2020.
"Persisnya, kalau nggak salah, untuk banjir itu di atas Rp1 triliun," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Jakarta, Kamis 22 Oktober 2020.
Riza menjelaskan dana sebanyak itu akan dialokasikan untuk berbagai proyek, misalnya program pengerukan sampah di sungai, pembangunan drainase, perbaikan pompa dan pembebasan lahan, dengan harapan dapat diserap maksimal sehingga banjir dapat dikurangi.
"Terkait pompa itu selalu ada perbaikan atau revitalisasi. Selalu ada juga yang baru, karena kalau berbicara pompa di Jakarta sekalipun kita punya pompa dalam jumlah yang banyak, jumlahnya masih kurang, makannya kami setiap tahun dilakukan perbaikan dan menambah pompa," ujarnya yang dikutip dari Antara.
Pemprov DKI Jakarta mendapat pinjaman dana sebesar Rp12,5 triliun dari pemerintah pusat melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) yang diberikan secara bertahap sampai 2022.
Namun untuk tahun 2020 ini, kata wagub, jumlah dana yang diterima sebesar Rp 3,2 triliun dengan rincian, sebanyak Rp 1 triliun di antaranya untuk penanggulangan banjir, sisanya Rp 2,2 triliun untuk infrastruktur transportasi dan kebudayaan.
Dana tersebut, kata Riza, terbagi atas proyek peningkatan infrastruktur pengendalian banjir Rp 1.008.275.517.009; peningkatan infrastruktur peningkatan layanan air minum Rp 14.911.954.000; peningkatan infrastruktur pengelolaan sampah Rp 91.675.000.000.
Kemudian, peningkatan infrastruktur transportasi Rp768.141.022.694; peningkatan infrastruktur pariwisata dan kebudayaan (TIM) Rp 200.000.000.000; peningkatan infrastruktur olahraga (JIS) Rp1.182.000.000.000.
Sebelumnya, disebutkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Perubahan Pemprov DKI Jakarta Tahun 2020 mengalami defisit akibat pandemi COVID-19. Semula APBD murni 2020 ditetapkan sekitar Rp 87,9 triliun, namun saat APBD-P, nilainya diprediksi menurun jadi Rp 60 triliun.
"Jadi memang (APBD) mengalami kontraksi cukup besar sekitar 46 persen," kata Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Mohamad Taufik.
Menurutnya, nilai APBD-P itu sudah termasuk pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari pemerintah pusat sebesar Rp3,2 triliun. Sebetulnya, DKI mengajukan dana pinjaman kepada pemerintah pusat mencapai Rp12,5 triliun, namun dana dicairkan secara bertahap di setiap tahun sampai 2022.
"Kami dapat pinjaman PEN, dari situ kami dalami dan tahun ini dapat Rp3,2 triliun. Itu akan dipakai untuk enam kegiatan. Nanti ada infrastruktur kebudayaan dan sejumlah proyek-proyek yang ditetapkan 2020 lalu, namun terkendala karena COVID-19. Nah itu dibiayai memakai PEN," tuturnya.
Dia mencontohkan, sejumlah proyek yang didanai memakai pinjaman dari pusat adalah pembangunan Jakarta International Stadium (JIS), pembebasan lahan Kali Ciliwung maupun di proyek underpass dan flyover di Lenteng Agung dan Tanjung Barat yang terhenti saat sudah 90 persen.
Ditargetkan, pengesahan APBD-P akan digelar pada 13 November 2020, melalui rapat paripurna.
Data Banjir
Menurut data BPBD DKI Jakarta, di DKI Jakarta banjir terjadi 3.800 kali di lebih dari 200-an kelurahan dari tahun 2013 hingga 2018. Peta di bawah ini menampilkan area kelurahan yang mengalami banjir pada periode yang telah disebutkan. Gradasi warna biru dari terang ke gelap menunjukkan frekuensi yang semakin tinggi.
Selama periode tersebut, Kelurahan Kampung Melayu mengalami banjir paling sering, yakni sebanyak 190 kali. Kemudian diikuti oleh Kelurahan Bidara Cina (131 kali), Kelurahan Cawang (116 kali), Kelurahan Cililitan (99 kali), dan Kelurahan Bukit Duri (98 kali).
Data Angin
Data Stasiun Meteorologi Kemayoran dan Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok menunjukkan bahwa kecepatan angin maksimum, yang mencapai 7 dan 8 m/s, dalam sebulan terakhir secara akumulatif terukur sebanyak 13 kali.
Kecepatan itu masing-masing terukur pada tanggal 30 September, 1 Oktober, 4 Oktober, 8 Oktober, 9 Oktober, 13 Oktober, 17 Oktober, 19 Oktober, 20 Oktober, 21 Oktober, 22 Oktober, dan 23 Oktober.
Advertisement