Liputan6.com, Jakarta - Beredar kabar bahwa pemerintah akan menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 17 persen untuk 2021.
Diketahui, keputusan pemerintah untuk menaikkan CHT ini dilandasi oleh dua hal. Pertama untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia yang terus meningkat terutama untuk kalangan perempuan dan remaja. Kedua, untuk menaikkan penerimaan negara.
Advertisement
Sebelumnya, Pada awal Januari lalu pemerintah sejatinya telah meningkatkan cukai hasil tembakau sebesar 23 persen. Alasannya, karena tak ada kenaikan CHT tahun 2019 maka diberlakukan di awal 2020. Kenaikan CHT tersebut berdampak pada kenaikan harga jual eceran rokok mencapai 35 persen.
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo membeberkan pemerintah akan segera mengumumkannya minggu depan. Saat ini, Yustinus mengatakan saat ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sedang dalam tahap finalisasi.
“Akan disampaikan minggu depan. Saat ini PMK sedang difinalisasi,” kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (27/10/2020).
Sementara soal desas-desus kenaikan CHT yang mencapai 17 persen, Yustinus mengaku belum mengetahui kepastiannya. “Saya juga belum tahu,” kata dia.
Sebagai informasi, dilansir dari APBN Kita edisi September 2020, penerimaan negara dari CHT mencapai Rp 94,71 triliun. Tumbuh 6,09 persen (yoy), atau 57,22 persen target Perpres 72/2020 sebesar Rp 164,94 triliun. Pertumbuhan CHT didorong oleh dampak kebijakan dari kenaikan tarif cukai dan pergeseran pelunasan pita cukai di bulan Februari 2020.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
AMTI Tolak Kenaikan Cukai Rokok di 2021
Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) dengan tegas menolak kenaikan cukai rokok yang eksesif di 2021 dengan proyeksi angka sebesar 17–19 persen oleh Pemerintah.
AMTI mengungkapkan Industri Hasil Tembakau (IHT) masuk pada industri padat karya yang melibatkan jutaan orang dari hulu hingga hilir. Tak hanya itu, IHT merupakan sumber utama penerimaan cukai negara.
Ketua Umum AMTI Budidoyo menjelaskan ketika pemerintah menaikkan cukai sebesar 23 persen dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok sebesar 35 persen di akhir 2019, masyarakat tembakau di Indonesia merasakan imbasnya, mulai dari serapan pembelian tembakau dan cengkih sebagai bahan baku dalam industri rokok hingga produksi rokok telah mengalami penurunan yang signifikan.
“Turunnya produksi dan penjualan rokok ini, turut berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat petani tembakau dan cengkih serta pekerja linting rokok. Apalagi situasi Pandemi COVID-19 yang memukul global dan nasional, sedikit banyak telah menggangu geliat IHT beserta petani yang terlibat di dalamnya,” jelas Budidoyo kepada wartawan, Senin (26/10/2020).
Untuk itu Budidoyo meminta kenaikan cukai sebaiknya disesuaikan dengan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, atau single digit. Berdasarkan proyeksi Kementerian Keuangan, penurunan volume IHT secara industri diperkirakan mencapai 15-16 persen atau setara lebih dari 50 miliar batang hingga akhir 2020.
Penurunan volume tersebut berdampak besar bagi kelangsungan hidup para petani tembakau karena berimbas pada berkurangnya serapan tembakau sebesar 50 ribu ton tembakau pada 50 ribu hektar lahan tembakau.
“Kurang bijaksana jika upaya memaksimalkan penerimaan negara hanya dibebankan kepada industri hasil tembakau. Untuk itu Pemerintah perlu menjelaskan secara transparan dan rasional alasan untuk menaikkan tarif cukai yang tinggi di saat kinerja IHT anjlok hingga dua digit,” kata Budidoyo.
Atas pertimbangan diatas, AMTI mendesak Presiden Joko Widodo beserta jajaran, terutama Kementerian Keuangan, untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan cukai rokok dan memberikan perlindungan terhadap Sigaret Kretek Tangan demi kelangsungan hidup pekerja linting dan juga petani tembakau dan cengkih. Caranya yaitu dengan tidak menaikkan tarif cukai untuk segmen SKT.
Patut diingat bahwa jumlah tembakau dan cengkih yang terkandung dalam SKT lebih banyak ketimbang rokok mesin. Kenaikan tarif cukai yang tinggi akan menyebabkan volume industri semakin anjlok yang berakibat pada berkurangnya serapan daun tembakau dan cengkih sehingga dapat memicu kemiskinan di daerah sentra industri tembakau.
"Alih-alih menaikkan cukai secara tinggi, pemerintah sebaiknya memastikan IHT dapat diperlakukan secara adil dengan persaingan yang sehat sehingga dapat terus bertahan di tengah resesi ekonomi ini," katanya.
Advertisement