Demonstrasi Meluas, Raja Thailand Didesak Tak Berpolitik dari Jerman

Protes dilakukan hampir setiap hari yang menuntut pengunduran diri perdana menteri, perubahan konstitusi dan reformasi monarki di Thailand.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 27 Okt 2020, 11:49 WIB
Raja Baru Thailand Maha Vajiralongkorn (AFP Photo)

Liputan6.com, Bangkok - Demonstran di Thailand telah memperluas protes mereka secara internasional, berbaris ke Kedutaan Besar Jerman untuk memohon kepada pemerintahan Kanselir Angela Merkel untuk menyelidiki apakah raja Thailand telah menjalankan kekuasaan politik selama masa tinggalnya yang diperpanjang di Bavaria.

Protes dilakukan hampir setiap hari yang menuntut pengunduran diri perdana menteri, perubahan konstitusi dan reformasi monarki.

Mereka percaya raja memegang kekuasaan yang sangat besar dalam apa yang secara nominal disebut demokrasi di bawah monarki konstitusional.

Pengamatan dan kritik publik terhadap monarki yang ditampilkan oleh beberapa pengunjuk rasa belum pernah terjadi sebelumnya di negara di mana institusi kerajaan dianggap sakral.

Hal itu juga menyebabkan para royalis melakukan aksi protes dan mengecam para pengunjuk rasa karena mengangkat masalah tersebut, meningkatkan risiko konfrontasi.

Para pengunjuk rasa, yang diperkirakan oleh jurnalis Associated Press berjumlah antara 5.000 dan 10.000, menentang peringatan polisi bahwa perkumpulan dalam grup besar dianggap ilegal.

Sementara itu, raja dalam beberapa pekan terakhir telah berada di Thailand dengan jadwal acara seremonial yang padat.

Sebuah pernyataan dari kelompok protes mengatakan bahwa mereka telah menyerahkan surat kepada pejabat kedutaan yang meminta agar Jerman menyelidiki apakah raja "telah melakukan politik Thailand menggunakan hak prerogatif kerajaannya dari tanah Jerman atau tidak".

Dikatakan, tindakan seperti itu dapat dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan teritorial Jerman, dan menyarankan agar pemerintahnya mempertimbangkan permintaan pengunjuk rasa dengan tujuan membawa raja kembali ke Thailand untuk memulihkan negara "ke jalur monarki konstitusional yang benar".

Selain menanyakan apakah raja menjalankan tugas resmi kerajaannya di Jerman, surat itu secara provokatif menggemakan poin-poin yang sebelumnya dikritik para pengunjuk rasa kepada raja.

 

Saksikan Video Berikut Ini:


Jerman dipandang akan menerima permohonan pengunjuk rasa

Maha Vajiralongkorn mengenakan mahkota ketika dinobatkan sebagai Raja Thailand dengan gelar Rama X dari Dinasti Chakri di Istana Negara, Bangkok, Sabtu (4/5/2019). Upacara penobatan ini akan berlangsung hingga Senin, 6 Mei 2019. (Photo by Thai TV Pool /Thai Tv Pool/AFP)

Pemerintah Jerman telah mengangkat masalah ini pada awal Oktober, ketika Menteri Luar Negeri Heiko Maas, menanggapi pertanyaan di Parlemen dan menyatakan keprihatinannya atas segala aktivitas politik yang mungkin dilakukan raja di negara tersebut.

Pada Senin kemarin di Berlin, Maas berbicara lagi, mengatakan kepada wartawan bahwa pemerintah mengikuti perkembangan di Thailand dan mengetahui demonstrasi dan "orang-orang turun ke jalan untuk hak mereka".

"Kami telah memeriksa ini tidak hanya dalam beberapa pekan terakhir, tetapi kami terus memeriksanya dalam jangka panjang, dan jika ada hal-hal yang kami rasa melanggar hukum, maka itu akan berdampak langsung," kata Maas.

Vajiralongkorn telah bertahun-tahun menghabiskan waktu yang signifikan di Jerman, tetapi itu menjadi masalah setelah kematian ayahnya, Raja Bhumibol Adulyadej, pada tahun 2016.

Bhumibol adalah raja selama tujuh dekade, dan meskipun dia melakukan perjalanan secara ekstensif untuk kunjungan kenegaraan di tahun-tahun awal pemerintahannya - termasuk disambut dengan parade di New York City - dia meninggalkan negara itu hanya sekali pada tahun 1960-an, dan itu bermalam di negara tetangga Laos.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya