Liputan6.com, Jakarta - Direktur Penelitian dan Pengembangan Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK, Deden Firman Hendarsyah mengatakan, kebijakan merger tiga bank syariah pelat merah akan menjadi katalis bagi pengembangan industri perbankan dan ekonomi syariah dalam negeri. Mengingat Indonesia mempunyai modal sebagai pasar terbesar dunia.
"Jadi diharapkan merger bank syariah BUMN ini bisa menjadi katalis bagi pengembangan industri perbankan syariah dan ekonomi syariah. Karena tadi kita sebagai pasar terbesar dunia dengan jumlah penduduk muslim yang besar," kata dia dalam webinar bertajuk "Potensi Ekonomi Syariah Pasca Pandemi", Selasa (27/10).
Advertisement
Deden menambahkan, untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan industri keuangan syariah dunia, tentunya harus didukung oleh ketersediaan bank jangkar yang bisa bermain di area global. Menurut dia, potensi akan diraih dengan mudah oleh bank syariah baru hasil merger.
"Apalagi rencana merger tiga bank milik BUMN ini ada keinginan sendiri. Bahwa kita akan memiliki bank besar yang nantinya masuk kategori buku 4," imbuh dia.
Oleh karena itu, dia mendorong adanya pemanfaatan digitalisasi untuk peningkatan layanan dan jangkauan terhadap berbagai produk yang ditawarkan oleh bank syariah. "Ini untuk mendukung pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah dalam negeri," ucapnya.
Tak hanya itu, pemanfaatan digitalisasi juga diyakini efektif untuk peningkatan daya saing bank syariah anyar milik Himbara tersebut. "Karena akan berdampak pada peningkatan positioning perbankan syariah kita di industri perbankan syariah global," tambahnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK Beberkan Alasan Kinerja Industri Asuransi Turun di Tengah Pandemi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penurunan kinerja industri asuransi di tengah pandemi. Meskipun sejak periode Juli hingga Agustus 2020 terdapat peningkatan, namun secara keseluruhan, industri asuransi masih harus bekerja keras untuk kembali bangkit.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah menyatakan, secara keseluruhan, industri asuransi umum dan asuransi jiwa mengalami kontraksi sebesar -1,1 persen yoy (per Agustus 2020).
"Yang kena hit itu terutama asuransi jiwa, kalau bicara dalam konteks aset, karena selain premi turun, nilai aset juga cenderung turun," jelas Nasrullah dalam paparannya di webinar, Selasa (27/10/2020).
Dirinya berujar, pendapatan premi asuransi mengalami penurunan 6 persen yoy. "Biasanya di asuransi umum dan asuransi jiwa tiap tahun naik minimal 10 hingga 17 persen. Aset juga masih bisa naik 5 hingga 12 persen," katanya.
Adapun, sebanyak 80 persen aset industri asuransi khususnya asuransi jiwa berada di pasar modal. Saat ini, kinerja pasar modal juga mengalami kontraksi baik saham, reksadana, obligasi hingga SUN.
Advertisement