Liputan6.com, Jakarta - Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) menolak kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran yang terlampau tinggi tahun depan.
Di masa pandemi, kenaikan tarif cukai dinilai akan menurunkan serapan tenaga kerja dan bahan baku tembakau sehingga mengganggu ekosistem industri hasil tembakau. Rencananya,pemerintah akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebesar 13-20 persen pada 2021. Ketua
Advertisement
Gapero Surabaya Sulami Bahar mengatakan bahwa kenaikan tarif cukai tembakau akan menurunkan produksi yang sebenarnya sudah mengalami kejatuhan sejak pandemi dan kenaikan cukai tahun ini.
“Kalau cukai naik sampai 17 persen itu benar kami prediksi produksi akan terjadi penurunan sekitar 40-45 persen pada 2021,” kata Sulami.
Selama pandemi industri hasil tembakau (IHT) mengalami kontraksi yang cukup dalam sebesar -10,84 persen Year on Year (YoY). IHT juga mengalami kontraksi yang cukup besar sebanyak -17,59 persen akibat menurunnya produksi rokok pada kuartal II 2020.
Sulami mengatakan apabila cukai rokok naik mencapai 17 persen tahun depan, produksi rokok akan menurun signifikan menjadi 133,4 miliar batang dari 232 miliar batang di tahun ini. Itulah sebabnya Gapero meminta agar pemerintah tidak mengubah kebijakan tarif cukai yang sudah ada.
Apalagi, kenaikan cukai tembakau 2021 juga dinilai akan berdampak besar pada serapan tenaga kerja. Walau belum ada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) saat ini, Sulami mengatakan tidak bisa menjamin serapan tenaga kerja jika cukai tembakau sangat eksesif tahun depan.
“Secara logis kalau terjadi penurunan produksi, pasti ada rasionalisasi tenaga kerja dan penurunan serapan bahan baku,” katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Menolak Naik
Sulami mengatakan Gapero tidak menolak sepenuhnya kenaikan cukai 2021 asalkan kenaikannya tidak terlampau tinggi. “Ya naik moderatlah,” pungkasnya.
Soal serapan tembakau yang menurun akibat kenaikan cukai tembakau dirasakan oleh para petani tembakau. Wakil Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Samukrah mengungkapkan, kenaikan CHT sebesar 17% pada tahun 2021 akan merugikan petani tembakau.
“Jika CHT naik, produksi rokok tidak akan berjalan karena bahan bakunya dibeli murah. Hal ini sangat memberatkan petani tembakau,” ujar Samukrah.
Dia berharap pemerintah sebaiknya menerbitkan regulasi yang jelas bagi petani tembakau di beberapa wilayah karena setiap tahun selalu mengalami masalah saat panen, sehingga selalu dirugikan terkait harga.
"Petani tembakau di Sumenep dan beberapa wilayah Madura selalu mempunyai masalah yang tidak pernah selesai, karena tidak adanya regulasi soal harga, sehingga selalu dirugikan, ditambah lagi kenaikan CHT,” tutur Samukrah.
Advertisement