OJK: Sektor Jasa Keuangan Terkendali di Tengah Pandemi

OJK menyatakan ketahanan sektor jasa keuangan masih dalam kondisi baik dan terkendali di tengah pandemi Covid-19.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 27 Okt 2020, 20:40 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan ketahanan sektor jasa keuangan masih dalam kondisi baik dan terkendali di tengah pandemi Covid-19. Itu ditunjukan dengan permodalan dan likuiditas memadai serta profil risiko yang masih terjaga.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, memberikan contoh pada rasio permodalan bank atau capital adequacy ratio (CAR) yang terjaga sebesar 23,39 persen pada Agustus 2020. Jumlah itu meningkat dibanding pencapaian kuartal II 2020, yang berada di level 22,5 persen.

"Di samping itu juga dapat disampaikan bahwa risk based capital industri asuransi jiwa dan umum masing-masing sebesar 506 persen dan 330,5 persen. Level tersebut jauh di atas ketentuan minimal yamg diberlakukan untuk industri asuransi," ujar Wimboh dalam sesi teleconference, Selasa (27/10/2020).

Sementara untuk dana pihak ketiga (DPK) pada Agustus 2020 juga mencatatkan pertumbuhan 11,64 persen secara tahunan (year on year/yoy) dibanding kuartal II 2020 yang sebesar 7,95 persen.

"Kita tahu bahwa banyak dana-dana yg disimpan lembaga pemerintah di bank BUKU IV. Sementara kredit bank tumbuh 1,04 persen yoy per agustus 2020 setelah terkontraksi cukup dalam di April hingga Juni 2020," terang Wimboh.

Wimboh juga menyampaikan, pertumbuhan himpunan total premi pada industri asuransi secara bulanan (month to month) meningkat pada akhir kuartal III. Itu terlihat dari angka pada Agustus 2020 sebesar Rp 326 triliun, lebih tinggi dari triwulan II yang hanya Rp 243,2 triliun.

Sementara dari sisi pasar modal, ia meneruskan, total penghimpunan dana per Oktober 2020 telah mencapai Rp 92,2 triliun. Pemasukan tersebut berasal dari perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO).

"Di pasar modal penghimpunan dana hingga 20 Oktober 2020 mencapai Rp 92,2 triliun dengan 45 emiten baru, dan terdapat 50 emiten yang akan IPO yakni mencapai Rp 21,2 triliun," ujar Wimboh.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


OJK: Perusahaan Asuransi, Jangan Persulit Nasabah Kalau Mau Klaim

Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Nasrullah menyatakan, kunci utama suksesnya industri asuransi berasal dari kepercayaan masyarakat, baik calon nasabah maupun nasabah.

Ketika masyarakat percaya, maka mereka tidak akan segan untuk membeli produk asuransi. Nasrullah bilang, mendapatkan kepercayaan dari masyarakat itu mudah.

"Yang tak kalah penting, karena bisnis kita berbasis trust (kepercayaan), asuransi harus bisa bangun kepercayaan itu. Gampang. Nggak usah mempersulit kalau (nasabah) mau klaim, itu aja," katanya dalam webinar, Selasa (27/10/2020).

Tak cuma itu, agar masyarakat lebih percaya, maka penggunaan teknologi untuk layanan asuransi juga harus dioptimalkan. Digitalisasi asuransi bisa membuat masyarakat mendapatkan produk yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi finansial mereka dengan mudah.

Peluang ini dinilai sangat baik, mengingat penerapan teknologi di Indonesia sudah cukup baik. Hal ini juga dinilai bisa mendukung penetrasi asuransi yang dinilai masih minim.

"Ini peluang bagi kita karena potensi kita masih besar, karena penduduk Indonesia ini besar dari 270 juta jiwa, kalau 20 persennya saja sadar berasuransi, ini pasti meningkat signifikan," katanya.

Nasrullah juga mengingatkan, membangun bisnis asuransi ialah rencana jangka panjang. "Nggak ada bisnis ini 1-2 tahun langsung untung. Menurut studi kami, minimal 7 tahun, cuma ketika dia sudah mulai take off, itu insya Allah cepat bertumbuh untuk mengganti (modal) di masa investasi," katanya.

Nasruah bilang, industri asuransi harus memiliki pandangan yang jauh ke depan. Menurutnya, meskipun pandemi Covid-19 menjadi musibah, namun hal ini harus dihadapi sebagai tantangan untuk industri asuransi agar bisa berpikir kreatif dan inovatif.

"Industri juga harus resilien dan bisa tahan banting dan adaptatif, jangan sampai kita kalah saing dengan yang lain. Harus tough," katanya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya