Jaksa Agung: Revisi UU Kejaksaan Tidak Mengambil Kewenangan Institusi lain

Burhanuddin mengaku mendukung usulan DPR dan berharap Perubahan RUU Kejaksaan dapat menyelaraskan norma hukum terkait Kejaksaan yang tersebar di berbagai macam ketentuan.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 28 Okt 2020, 10:55 WIB
Jaksa Agung ST Burhanudin. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Jaksa Agung ST Burhanuddin menghadiri webinar terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Dalam acara tersebut, Burhanuddin mengatakan, Perubahan RUU Kejaksaan merupakan inisiatif dan usulan DPR. Tidak tepat jika sejumlah pihak menyatakan hal tersebut merupakan keinginan dari Kejaksaan.

"Apabila hendak mengusulkan suatu undang-undang, maka jalur pengusulannya haruslah melewati Pemerintah. Oleh karenanya, dengan telah diusulkan oleh DPR, ini dapat kita maknai jika lembaga legislatif memandang perlu segera adanya perbaikan kualitas sistem hukum yang lebih baik di Indonesia, yang lebih modern dan lebih dapat mewujudkan rasa keadilan masyarakat," tutur Burhanuddin dalam diskusi virtual, Rabu (28/10/2020).

Burhanuddin mengaku mendukung usulan DPR dan berharap Perubahan RUU Kejaksaan dapat menyelaraskan norma hukum terkait Kejaksaan yang tersebar di berbagai macam ketentuan. 

"Kita harus melihat secara utuh, holistik, dan komprehensif terhadap tugas dan wewenang jaksa yang tidak sekedar tercantum dalam KUHAP saja, melainkan juga yang tercatum di berbagai macam aturan hukum dan asas-asas hukum yang lain, baik yang berlaku secara nasional maupun internasional," jelas dia.

Dalam memahami Perubahan RUU Kejaksaan,  lanjutnya, setidaknya ada empat kesimpulan yang dapat ditemukan dalam naskah akademik. Pertama, RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan tidak kembali ke HIR.

"RUU Perubahan ini justru cerminan hukum yang progesif karena telah mengakomodir beberapa ketentuan yang berlaku dan diakui secara universal dan internasional saat ini," kata Burhanuddin.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Tidak Ambil Kewenangan Instansi Lain

Gedung Kejaksaan Agung Jakarta. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Kedua, RUU ini telah sesuai dengan asas-asas hukum yang berlaku. Asas ini menjadi landasan pijak Kejaksaan dalam menyelenggarakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan fungsi penegakan hukum yang meliputi asas single prosecution system, asas dominus litis, asas oportunitas, asas independensi penuntutan, dan asas perlindungan jaksa.

Ketiga, RUU ini tidak menambah wewenang maupun mengambil kewenangan instansi lain. Hanya mengkompilasi ketentuan hukum dan asas-asas hukum yang sudah ada dan memberikan nomenklatur yang bukan hanya nasional namun eskalasi internasional.

"Misalnya kewenangan penyadapan. Sebagai aparat penegak hukum dan pemegang asas dominus litis, kejaksaan memiliki banyak ruang hukum untuk dapat melakukan penyadapan, namun belum diisi oleh norma yang menyebutkan secara eksplisit kewenangan tersebut," ujarnya.

Keempat, Perubahan RUU Kejaksaan akan lebih menciptakan check and balace dalam sistem peradilan pidana. Hasil pekerjaan penyidik dan jaksa penuntut umum adalah satu kesatuan sebagai premis tesis yang akan di check and balace-kan dengan bantahan dari penasihat hukum sebagai premis antitesis. Kemudian hakim yang akan memeriksa dan mengadili sebagai sintesis.

"Adanya RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan merupakan sebuah momentum bagi kejaksaan untuk berbuat lebih baik lagi dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam menegakan keadilan dan kebenaran, yang dilandasi kearifan silih asih, silih asah, serta silih asuh dalam mewujudkan terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila," Burhanuddin menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya