Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah memastikan gerakan boikot produk Prancis tidak akan memberi pengaruh yang berarti bagi sektor ekonomi.
Menyusul produk-produk Indonesia sendiri tidak banyak yang bisa menjadi substitusi produk Prancis begitupun sebaliknya.
Advertisement
"Jadi, saya kira gerakan boikot terhadap produk Prancis tidak akan besar tekanannya," kata dia saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (29/10/2020).
Meski demikian, ujar Piter, ada cara protes lain yang lebih efektif untuk memberikan tekanan, sekaligus pesan agar Pemerintah Prancis lebih menghormati agama Islam.
Salah satunya mendorong Pemerintah Indonesia atau Presiden Jokowi melayangkan surat protes secara resmi atas pernyataan kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron
"Harus ada aksi untuk menunjukkan concern kita terhadap tindakan yang tidak menghormati agama orang lain. Bisa berupa surat protest resmi dari negara, lembaga-lembaga nasional atau internasional," tutupnya
Sebelumnya, sejumlah asosiasi perdagangan di negara Arab mengumumkan pemboikotan produk Prancis sebagai bentuk protes atas komentar terbaru Presiden Emmanuel Macron terkait Islam.
Awal bulan ini, Macron berjanji melawan "separatisme kelompok Islam", yang dia disebut mengancam mengambil alih kendali di beberapa komunitas muslim di sekitar Prancis.
Dia juga menggambarkan Islam sebagai sebuah agama yang sedang dalam krisis di seluruh dunia dan mengatakan pemerintahnya akan mengajukan RUU pada Desember untuk memperkuat UU 1905 yang secara resmi memisahkan gereja dan negara.
Menurutnya, ditambah dukungannya terhadap majalah yang menerbitkan karikatur Nabi Muhammad, memicu kampanye di media sosial menyerukan boikot produk Prancis dari supermarket di negara-negara Arab dan Turki. Tagar berisi ajakan pemboikotan ramai di sejumlah negara seperti Kuwait, Qatar, Palestina, Mesir, Aljazair, Yordania, Arab Saudi, dan Turki.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ramai Seruan Boikot Produk Prancis, Jadi Peluang bagi Indonesia?
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyerukan warganya untuk melakukan boikot atas produk-produk Prancis. Ajakan itu dibuat lantaran kontroversi kartun Nabi Muhammad yang ditimbulkan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Di saat bersamaan, Pemerintah Indonesia kini tengah berjibaku untuk mengembangkan sistem ekonomi dan keuangan syariah serta produk-produk halal buatan dalam negeri. Tujuannya adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat atau hub ekonomi syariah dunia.
Lantas, apakah seruan Erdogan untuk memboikot produk Prancis tersebut jadi peluang bagi Indonesia untuk mengekspor produk-produk berbasis syariah ke Turki?
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, gerakan boikot produk Prancis tersebut sayangnya tidak akan banyak berpengaruh kepada Indonesia.
Alasannya, produk asal Indonesia belum tepat untuk dijadikan pengganti barang-barang Perancis yang kerap digunakan sebagai gaya hidup. Seperti tas Hermes yang kedapatan digemari oleh istri Erdogan, Emine Erdogan.
"Peluang selalu ada. Tanpa adanya gerakan boikot pun peluang Itu ada. Tapi produk-produk kita tidak banyak yang bisa menjadi substitusi produknya Perancis. Oleh karena itu kita tidak punya banyak peluang untuk memanfaatkan gerakan boikot terhadap produk Prancis," jelas Piter kepada Liputan6.com, Rabu (28/10/2020).
Menurut dia, seharusnya Indonesia sudah memanfaatkan peluang pasar produk-produk halal jauh sebelum terjadinya boikot terhadap produk Prancis saat ini.
"Boikot ini saya perkirakan tidak akan berlangsung lama. Kita tidak bisa memanfaatkan waktu yang sangat pendek karena kita tidak siap," ujar dia.
Piter pun mencermati, Indonesia sebenarnya belum punya label kuat di pasar syariah global. Selama ini Pemerintah RI lebih banyak berfokus pada ekspor produk-produk pertanian, semisal minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).
"Produk kita yang berbasis syariah yang mana yang sudah punya pasar global? Saya belum punya daftarnya. Kita bertahun-tahun mengandalkan produk komoditas seperti CPO," kata Piter.
Advertisement