Dua Serangan dalam Sehari Picu Status Darurat di Prancis

Perdana Menteri Jean Castex mengumumkan status darurat tingkat tertinggi di Prancis, menyusul insiden penikaman di Nice dan serangan pria bersenjata di Avignon.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 30 Okt 2020, 08:47 WIB
Polisi anti huru-hara Prancis mengamati warga yang mengenakan masker di Marseille, Selasa (18/8/2020). Pemerintah Prancis mengirim polisi anti huru hara ke wilayah Marseille untuk membantu menegakkan peraturan penggunaan masker saat negara itu mencatat lonjakan kasus COVID-19. (AP Photo/Daniel Cole)

Liputan6.com, Paris- Perdana Menteri Prancis Jean Castex mengumumkan bahwa status darurat akan diberlakukan pada tingkat tertinggi di negara tersebut, menyusul insiden penikaman yang terjadi di sebuah gereja di Kota Nice dan menewaskan 3 korban pada 29 Oktober 2020. 

Dikutip dari Channel News Asia, Jumat (30/10/2020) langkah itu dilakukan hanya beberapa jam sebelum Prancis menerapkan lockdown kedua dalam upaya meredam penyebaran Virus Corona COVID-19.  

Sementara itu, kantor kejaksaan anti-terorisme Prancis membuka penyelidikan atas kasus penikaman di Nice.

Pada 29 Oktober, laporan serangan lainnya juga datang dari Kota Avignon dan di Jeddah, Arab Saudi. 

Seorang pejabat polisi setempat menerangkan bahwa seorang pria bersenjata ditembak mati oleh petugas di Avignon setelah ia menolak untuk melepaskan senjata, dan ketika tembakan peluru karet gagal menghentikannya. 

Sebuah kantor berita yang dikelola pemerintah Arab Saudi melaporkan bahwa seorang pria menikam seorang penjaga di konsulat Prancis di Jeddah. Hingga akhirnya, pria tersebut behasil ditangkap.

Tetapi, belum ada informasi yang jelas apakah serangan tersebut terkait dengan penikaman di Nice.

Saksikan Video Berikut Ini:


Presiden Prancis Segera Kunjungi Kota Nice

Polisi berpatroli di Lille, Prancis, Jumat (16/10/2020). Prancis mengerahkan 12.000 polisi untuk memberlakukan jam malam baru mulai Jumat malam hingga bulan depan untuk memperlambat penyebaran COVID-19. (AP Photo/Michel Spingler)

Tersangka penikaman di Nice diyakni melakukan aksi kejahatannya secara individual dan polisi tidak mencari pihak terduga lainnya, menurut dua pejabat kepolisian setempat, yang enggan mengungkapkan identitasnya. 

Wali Kota Nice Christian Estrosi, menyebutkan, "Dia (tersangka) berteriak 'Allahuakbar!' berulang kali, bahkan setelah ia terluka".

Estrosi mengatakan kepada stasiun televisi BFM bahwa dua perempuan dan satu pria tewas akibat insiden itu.

Dua jenazah ditemukan di dalam gereja dan sementara satu korban lainnya melarikan diri ke restoran terdekat dengan luka parah yang dialaminya. 

Sebagai tanggapannya pada insiden penikaman itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan untuk segera mendatangi Kota Nice. 

 Dewan Umat Muslim Prancis mengecam serangan itu, dan meminta warga muslim di negara tersbut untuk menahan diri dari perayaan Maulid Nabi Muhammad pada pekan ini "sebagai tanda berkabung dan solidaritas terhadap para korban dan orang-orang yang mereka cintai".

Kecaman keras pada insiden itu juga datang dari Kementerian Luar Negeri Turki.

"Kami berdiri dalam solidaritas dengan rakyat Prancis melawan teror dan kekerasan," kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam pernyataanya. 


Identitas Tersangka Penikaman di Nice Terungkap

Ilustrasi Garis Polisi (AFP)

Sebuah sumber resmi mengungkapkan kepada AFP bahwa tersangka merupakan seorang pria asal Tunisia berusia 21 tahun yang baru tiba di Prancis pada awal Oktober 2020. 

Pria tersebut diketahui datang ke Eropa dengan kapal migran melalui pulau Lampedusa di Italia pada akhir September 2020, menurut sumber tersebut. 

Tersangka mengungkapnya namanya sebagai Brahim Aouissaoui saat berhasil ditangkap.

Insiden penikaman itu terjadi pukul 8.29 pagi waktu Prancis, ketika seorang pria dengan pisau berukuran 30 cm mulai menyerang orang-orang yang sedang berdoa di dalam Basilika Notre-Dame di tengah Kota Nice. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya