Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyatakan, pemerintah daerah dan PLN harus bisa melihat bahwa Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) merupakan investasi jangka panjang.
Menurut dia, PSEL memiliki manfaat besar yaitu pengelolaaan pembangkit dari sampah, sehingga bukan sekedar listrik yang mampu dihasilkan.
Advertisement
"Harusnya pola pemikiran dari Pemda atau PLN adalah bagaimana bisa mengurangi sampah secara signifikan mengingat pengelolaan sampah ini menjadi pekerjaan rumah yang besar," kata Mamit Jumat (6/5/2021).
Indonesia, kata Mamit, merupakan salah satu negara yang buruk dalam mengelola sampah. Ia optimis, dengan adanya PSEL ini, pengelolaan lingkungan bisa menjadi lebih baik melalui pemusnahan yang signifikan dan tidak menyisakan kewajiban pengendalian dampak negatif di kemudian hari dan tentunya juga memberikan produk tambahan berupa listrik yang dihasilkan.
Dalam kegiatan PSEL, kata Mamit, tujuan utamanya bukanlah adalah menghasilkan listrik, tapi bagaimana sampah terkelola dengan baik. Selain itu, saran dari KPK terkait agar tidak membebani keuangan APBN juga menjadi kehati-hatian bagi Pemda maupun pemerintah pusat terkait pengembangan PLTSa ini.
Untuk PSEL Tangerang misalnya, Mamit melihat ada kegamangan dari Pemda dalam melaksanakan Proyek yang merupakan Program Strategis Nasional ini. Pemerintah Kota berupaya melakukan berbagai kegiatan diluar program PSEL, meskipun proses tender telah terselesaikan.
Tentunya, perlu diingat bahwa pemecahan masalah sampah yang sudah dalam kondisi yang darurat, membutuhkan teknologi yang dapat dengan cepat diimplementasikan, sehingga teknologi yang dipilih tentunya perlu terbukti telah bisa dilakukan dalam skala komersial, dan bukan lagi skala riset.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jokowi Apresiasi PSEL TPA Benowo, Minta Kota Lain Tiru Surabaya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan fasilitasp Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Kota Surabaya, Kamis (6/5/2021).
Jokowi mengapresiasi gerak cepat pemerintah Kota Surabaya dalam merealisasikan fasilitas tersebut dan meminta kota-kota lain untuk meniru apa yang telah dilakukan di Surabaya.
"Saya sangat mengapresiasi instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan. Nanti kota-kota lain akan saya perintah supaya tidak usah ruwet, lihat aja di Surabaya, tiru, kopi," ujarnya.
Sejak 2018, Jokowi telah berupaya menyiapkan sejumlah payung hukum bagi daerah untuk bisa merealisasikan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik tersebut. Lebih jauh lagi, keinginan untuk bisa memiliki fasilitas tersebut sudah ada sejak 2008 saat Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.
"Saya siapkan Perpresnya, saya siapkan PP-nya, untuk apa? Karena pengalaman yang saya alami sejak tahun 2008 saya masih jadi wali kota kemudian menjadi gubernur, kemudian jadi Presiden, tidak bisa merealisasikan pengolahan sampah dari sampah ke listrik seperti yang sejak dulu saya inginkan di Kota Solo waktu menjadi wali kota," jelasnya.
Payung hukum yang dikeluarkan Presiden antara lain Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Tujuannya agar pemerintah daerah berani mengeksekusi program pembangunan tersebut tanpa khawatir terhadap payung hukumnya.
"Untuk memastikan Pemda itu berani mengeksekusi. Dulu takut mengeksekusi karena dipanggil. Kejaksaan panggil, nanti kepolisian panggil, ada KPK panggil. Karena payung hukumnya yang tidak jelas sehingga memutuskannya sulit," ungkapnya.
Jokowi mengapresiasi kecepatan bekerja pemerintah Kota Surabaya sebagai salah satu kota yang ditunjuk lewat Peraturan Presiden yang pertama kali berhasil membuat fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik tersebut.
Selain Kota Surabaya, ada 11 daerah lain yang ditunjuk dalam Perpres 35/2018, yakni DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang, dan Kota Manado.
"Sekali lagi saya acung dua jempol untuk pemerintah Kota Surabaya baik wali kota lama maupun yang baru. Tidak mudah, karena saya mengalami," imbuhnya.
Advertisement
Dukungan Finansial
Peneliti Pusat Kajian Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Agunan Samosir menjelaskan, sudah ada dukungan finansial bagi daerah yang merealisasikan PSEL yaitu, pembiayaan pengeloaan sampah ditetapkan maksimal Rp500.000 per ton.
Kemudian, nilai pembelian listrik dari PSEL juga sudah ditetapkan yakni sebesar USD 13.35 cent/kWh, dimana PLN sebagai standby buyer PSEL. Diharapkan, dengan adanya skema dan ketentuan harga jual listrik, Badan Usaha yang memiliki kemampuan bisa segera melakukan investasi.
“Harapannya 12 Kota prioritas di dalam Perpres 35 Tahun 2018, setelah Surabaya selesai dapat menggugah agar bisa mempercepat pembangunan PSEL nya. Sampah-sampah di Rawakucing (Kota Tangerang), Bantar Gebang (Kota Bekasi), Sari Mukti (Kota Bandung) sudah gawat sekali”, tegas Agunan (6/5/2021)
Menurut Agunan, kepala daerah bisa menggunakan PMK 26 tahun 2021 Tentang Dukungan Pendanaan Angaran Pendapatan dan Belanja Negara Bagi Pengelolaan Sampah di Daerah sebagai acuan insentif pembiayaan bagi daerah. Kehadiran PSEL, diyakini akan menjadi daya tarik karena bisa menjadi salah satu jalan keluar dari masalah sampah yang sampai saat ini belum terselesaikan di berbagai daerah.