KSPI Ngotot UMP 2021 Harus Naik, Minimal 8 Persen

Perhitungan kenaikan UMP 2021 seharusnya berkaca pada krisis hebat yang melanda ekonomi Indonesia di 1998.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Okt 2020, 15:45 WIB
Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan longmarch menuju depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tetap meminta kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021. Kenaikan yang diminta oleh para buruh tersebut minimal 8 persen.

"Kalau melihat perbandingan tahun krisis 1998, 8 persen kenaikan upah minimum 2021. Maka tidak boleh 0 persen intinya tetap ada kenaikan," ujar Presiden KSPI Said Iqbal  dalam Konferensi Pers KSPI, Jumat (30/10/2020).

Iqbal menjelaskan perhitungan atas kenaikan UMP 2021 seharusnya berkaca pada krisis hebat yang melanda ekonomi Indonesia di tahun 1998. Dia mencatat saat itu, ekonomi minus 16,7 persen disertai inflasi mendekati 78 persen.

Namun, sambung Iqbal, untuk menjaga tingkat daya beli masyarakat di kondisi sulit akhirnya pemerintahan Alm. Habibie tetap memutuskan adanya kenaikan UMP. "Misalnya di DKI sebesar 16 persen dengan pertumbuhan ekonomi minus 17,6 persen dan inflasi mendekati 78 persen," paparnya.

"Menjaga konsumsi kata Presiden Habibie, pemerintah tetap menjaga purchasing power artinya daya beli masyarakat. Salah satu instrumen daya beli masyarakat adalah menaikkan upah para buruh karena buruh adalah kelompok masyarakat yang mempunyai purchasing power terukur karena punya upah. Kelompok lain bentuk pendapatannya fluktuatif atau tidak ada sama sekali," imbuh dia.

Pun, di tengah kondisi sulit ekonomi akibat pandemi Covid-19 saat ini dinilai masih banyak perusahaan-perusahaan yang tetap melakukan kegiatan produksi. Alhasil diyakini banyak perusahaan masih mempunyai kemampuan untuk menaikkan upah pegawainya.

"Banyak perusahaan yang collapse kita setuju tidak dinaikkan upahnya, industri pariwisata, hotel, setuju, tapi pakai laporan tertulis. Tapi masih banyak perusahaan yang operasional kok. Bahkan beberapa juga ada yang untung," terangnya.

Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan untuk mencabut penerbitan SE anyar yang dinilai merugikan kaum buruh. Sehingga UMP 2021 dipastikan tetap mengalami kenaikan.

"Maaf ya ini bukan mengancam. Bisa saja terjadi akhirnya diambil keputusan mogok kerja nasional ini jauh lebih kuat dari pada mogok kerja nasional yang pernah dilakukan oleh serikat buruh pada tanggal 6 sampai 8 Oktober lalu. Kenapa? Karena mogok kerja nasional ini pasti akan dipakai oleh kawan-kawan buruh di tingkat pabrik yang kemudian akan mengusulkan ini kepada tingkat nasional," tutupnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menaker: 18 Provinsi Sepakat Tak Naikkan UMP 2021

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, menyatakan bahwa sudah ada 18 provinsi yang dilaporkan sepakat akan mengikuti Surat Edaran (SE) tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 (UMP 2021) Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

"Terkait dengan upah minimum provinsi sudah ada laporan 18 provinsi yang akan mengikuti Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan," kata Menaker Ida di Jakarta, Kamis (29/10/2020).

Berdasarkan pemantauan sampai hari Selasa, 27 Oktober 2020, pukul 16.35 WIB, beberapa daerah telah melaksanakan sidang Dewan Pengupahan Provinsi dalam rangka persiapan penetapan UMP 2021 yang telah menghasilkan kesepakatan akan melaksanakan SE Menteri Ketenagakerjaan

Kedelapan belas provinsi yang dimaksud adalah Banten, Bali, Aceh, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat. Lalu, Maluku Utara, Kalimantan Barat Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Papua.

“Jadi, sebenarnya posisinya setelah kita mendiskusikan secara mendalam, mempertimbangkan berbagai hal, jalan tengah yang bisa kita ambil adalah dengan tetap sebagaimana upah minimum 2020. Ini adalah jalan tengah yang kita ambil hasil diskusi di Dewan Pengupahan Nasional. Kita harap para gubernur menjadikan ini sebagai referensi dalam menetapkan upah minimum,” katanya.

Sebagaimana diketahui, Menaker Ida telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/11/HK.04/2020 yang ditujukan kepada Gubernur se-Indonesia. SE itu mengatur tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Penerbitan SE ini dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan dan keberlangsungan bekerja bagi pekerja/buruh serta menjaga kelangsungan usaha, perlu dilakukan penyesuaian terhadap penetapan upah minimum pada situasi pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Penerbitan SE ini juga dilatarbelakangi keberadaan pandemi Covid-19 yang telah berdampak pada kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja/buruh termasuk dalam membayar upah.

“Mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa pandemi Covid-19 dan perlunya pemulihan ekonomi nasional, diminta kepada Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai UMP 2021 sama dengan nilai Upah Minimum Tahun 2020,” kata Menaker Ida.


Diumumkan 31 Oktober 2020

Surat edaran penetapan upah minimum tersebut diteken oleh Menaker pada 26 Oktober 2020. Selanjutnya, upah minimum 2021 ini secara resmi akan ditetapkan dan diumumkan oleh seluruh pemerintah daerah pada akhir Oktober 2020.

"Melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2021 pada tanggal 31 Oktober 2020," kata Menaker Ida.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diminta kepada Saudara untuk menindaklanjuti dan menyampaikan Surat Edaran ini kepada Bupati/Walikota serta pemangku kepentingan terkait di wilayah Saudara," sambungnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya