Liputan6.com, Medan Gelombang protes terhadap Presiden Prancis, Emmanuel Macron, juga muncul dari Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut). Sejumlah emak-emak menggelar aksi unjuk rasa dengan mengajak memboikot produk-produk buatan Prancis.
Dalam unjuk rasa yang digelar di depan Masjid Al Yasamin, Jalan Iskandar Muda Baru, Jumat, 30 Oktober 2020, massa aksi berjumlah puluhan orang tampak menginjak gambar Macron, kemudian merobek-robeknya.
Tidak hanya itu, mereka juga membawa poster yang isinya mendukung Anzorov. "Syahid Abdullah Abdullah Anzorov," tertulis dalam salah satu poster yang dibawa para pengunjuk rasa.
Baca Juga
Advertisement
Para pengunjuk rasa juga tampak membawa 2 tas buatan Prancis, lalu mereka rusak dengan pisau sebagi sebagai simbol ajakan pemboikotan. "Kami rela mati demi Rasulullah," teriak massa aksi sambil membanting dan menginjak-nginjak tas tersebut.
Seorang pengunjuk rasa, Roni mengatakan, mereka tidak rela Rasulullah dihina. Menurut mereka, yang telah dilakukan Macron merupakan suatu penghinaan terhadap umat muslim, atas pernyataannya yang mengatakan tidak akan melarang penerbitan kartun Nabi Muhammad SAW.
"Kami mendengarnya (penghinaan). Bagi kami itu penghinaan yang paling berat. Bagi kami tidak ada cara lain, hanya inilah yang bisa kami lakukan," Roni menyebutkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pernyataan Presiden Macron
Presiden Macron pada 2 Oktober 2020 menyampaikan pidato di hadapan anggota dewan, kepala daerah, dan perwakilan kelompok masyarakat sipil, terkait pentingnya mempertahankan nilai-nilai mendasar di Prancis. Ia turut menyampaikan beberapa pernyataan terkait Islam dan radikalisme.
Berselang beberapa pekan kemudian, dan setelah kematian Samuel Paty, seorang guru di Prancis yang membahas kartun Nabi Muhammad SAW di kelas, Presiden Macron kembali menegaskan pemerintah bersama rakyat Prancis akan terus mempertahankan nilai-nilai kebebasan yang jadi dasar terbentuknya republik.
Lewat pidatonya yang disampaikan di Les Mureaux, Macron menyebut ancaman masyarakat Prancis adalah 'Islam separatis'. Istilah itu, menurut Macron, merujuk pada sekelompok penganut Islam ekstremis/fanatik yang 'melenceng' dari nilai-nilai republik.
Advertisement
Unggahan di Twitter
Macron kemudian menyebutkan otoritas keamanan di Prancis telah mengawasi hampir 170 orang yang dicurigai akan terlibat aksi teror. "Kami tahu 70 orang dari kelompok itu telah pergi ke Suriah," kata presiden.
Sementara itu, setelah kematian Paty, Macron mengatakan, "Kami akan terus bertahan, profesor (merujuk ke Samuel Paty). Kami akan terus berjuang untuk kebebasan, kamu telah jadi wajah perjuangan mempertahankan republik," kata Macron lewat unggahannya di Twitter pada 22 Oktober 2020.
Samuel Paty merupakan seorang guru di Prancis yang tewas dipenggal kepalanya oleh Abdoullakh Abouyedovich Anzorov, di Conflans-Sainte-Honorine, daerah di luar Kota Paris pada 16 Oktober 2020. Sebelum tewas, Paty sempat menunjukkan karikatur Nabi Muhammad, yang kembali diterbitkan oleh Charlie Hebdo, bulan lalu.