Cek Fakta: Hoaks Tidak Ada Klaster di Unjuk Rasa dan Covid-19 Cuma Konspirasi, Ini Buktinya

Faktanya, Ada 34 dari 1.192 demonstran reaktif covid-19 di DKI Jakarta saat demo Undang-Undang Cipta Kerja, beberapa waktu lalu.

oleh Cakrayuri Nuralam diperbarui 31 Okt 2020, 16:30 WIB
Hoaks tidak ada klaster di unjuk rasa covid-19 cuma konspirasi. (Facebook/Idhaar)

Liputan6.com, Jakarta - Klaim yang menyebut tidak ada klaster di unjuk rasa dan menyebut virus corona covid-19 cuma teori konspirasi beredar di media sosial, Facebook.

Akun Facebook yang membagikan klaim ini adalah Idhaar. Dia mengunggah tangkapan layar dari akun Twitter @OposisiCerdas, yang mengkalim covid-19 tidak ada di klaster unjuk rasa.

Begini narasi yang ada di Facebook Idhaar:

"Semakin Nyata.. CORONA Cuma Konspirasi ..Dan Hanya Alasan Untuk Bancakan Duit Rakyat.. Apa Kabar 900 Triliun Dana Corona..? Bahkan BPK Pun Tak Boleh Audit.."

Kemudian, ini adalah narasi yang ada di foto berupa tangkapan layar dari akun Twitter @OposisiCerdas:

"Patahkan Kecemasan Klaster Baru, Covid-19 Jakarta Justru Menurun Pasca Unjuk Rasa."

Unggahan di Facebook Idhaar ini berada di media sosial sejak 25 Oktober lalu. Sejak saat itu, unggahan ini sudah mendapat 44 like.

Lalu, benarkah klaim yang menyebut tidak ada klaster di unjuk rasa membuktikan virus corona covid-19 cuma teori konspirasi?

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.


Penelusuran Fakta

CEK FAKTA Liputan6 (Liputan6.com/Abdillah)

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri kebenaran informasi tersebut menggunakan mesin pencari, Google. Hasil penelusuran mengarahkan ke situs satgas covid-19 dengan judul berita: "[SALAH] “TERNYATA SUDAH 10 hari PENDEMO tidak ada yang kena COVID 19”". Artikel itu dipublikasikan pada 18 Oktober 2020.

Artikel tersebut mengambil penjelasan dari Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito. Dia mengatakan, ada 21 dari 253 demonstran yang telah diamankan kepolisian berstatus reaktif di Sumatra Utara. Kemudian ada 34 dari 1.192 demonstran reaktif di DKI Jakarta.

Aksi demo buruh tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Semarang jadi klaster baru penyebaran Covid-19. Sebanyak 11 buruh terkonfirmasi positif setelah merujuk hasil swab PCR.

"Total 11 demonstran yang positif Covid-19. Sebanyak 10 buruh positif corona ini yang menularkan ke satu orang yang diketahui kontak erat langsung. Mereka semua sudah berada di rumah dinas Wali Kota Semarang untuk karantina mandiri," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Abdul Hakam dalam keterangannya, Jumat (16/10/2020).

Tidak hanya demonstran, sejumlah aparat kepolisian yang ikut dalam pengamanan unjuk rasa, juga terkonfirmasi positif covd-19. Dalam laporan yang diungkap Kapolres Metro Bekasi, Jawa Barat, Kombes Hendra Gunawan, terdapat 8 personel.

Selain itu, pasca unjuk rasa tolak undang-undang cipta kerja, sedikitnya 8 polisi di wilayah hukum Polres Metro Bekasi dinyatakan positif covid-19.

Hasil penelusuran Google juga mengarahkan ke kantor berita Antara dengan judul artikel: "Dua pendemo di Pontianak positif COVID-19". Artikel itu sudah dipublikasikan pada 10 Oktober 2020.

Artikel tersebut memaparkan pernyataan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji yang mengumumkan ada lima orang pengunjuk rasa yang diamankan polisi karena bertindak anarkis hasil tes cepatnya reaktif, bahkan dua diantaranya positif covid-19.

"Hari ini (Sabtu, 10/10/2020) ada tambahan 80 kasus covid-19 di provinsi ini, termasuk dua orang pelaku unjuk rasa. Jadi, sekarang pasien yang dirawat ada 122 orang, yang terbanyak dirawat di RSUD dr Soedarso Pontianak," ujar Sutarmidji.

Sementara itu, dikutip dari Misinformation Review dalam artikel berjudul: "Why do people believe COVID-19 conspiracy theories?", Seorang profesor ilmu politik di Universitas Miami, Dr. Joseph Uscinshki, Ph.D membeberkan alasan kepercayaan orang yang menganggap virus corona covid-19 cuma hoaks atau teori konspirasi.

"Pada titik tertentu, semua orang di dalam dirinya, cenderung melihat sebuah peristiwa dan keadaan sebagai produk konspirasi. Jika kita memiliki watak seperti ini, maka kita sangat percaya dengan adanya teori konspirasi. Umumnya, penjelasan itu bakal menuduh orang yang sudah tidak kita sukai."

Lebih lanjut, Joseph Uscinshki menyebut teori konspirasi sudah ada sejak zaman kuno. Dia menyebut orang-orang percaya teori konspirasi sejak zaman Romawi Kuno.

"Anda bisa menemukan bukti ini di zaman kuno, seperi Kaisar Nero yang mengatakan telah bersekongkol untuk membakar Roma pada 65 masehi. Namun, tidak ada bukti yang meyakinkan kalau Kaisar Nero sudah melakukan itu," ujarnya.

Sementara itu, Dr. Sally Hull, seorang GP akademik dari Queen Mary, Universitas London, mengatakan, orang yang percaya virus corona cuma hoaks baru peduli dengan keadaan sekitar bila keluarganya sudah terjangkit covid-19.

"Genom lengkap covid-19 sudah dipublikasikan. Saya sudah menemukan beberapa orang yang tidak percaya karena mereka belum melihatnya sendiri."

"Jika orang terdekat mereka sudah positif (covid-19), mereka baru menanggapi wabah ini secara serius. Selanjutnya, mereka merasa tidak mudah menerima kenyataan ini setelah melihat kerabat mereka sekarat atau di rawat di rumah sakit," ujar Dr. Sally.

Sementara itu, laporan John Hopkins University menyebut jumlah kematian akibat covid-19 di seluruh dunia telah mencapai 1.118.635 kematian. Angka ini lebih tinggi dibandingkan jumlah kematian karena flu di seluruh dunia, yang menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia, diperkirakan sekitar 290 ribu-650 ribu orang setiap tahun.

 


Kesimpulan

banner Hoax (Liputan6.com/Abdillah)

Klaim yang menyebut tidak ada klaster di unjuk rasa membuktikan virus corona covid-19 cuma teori konspirasi adalah hoaks. Faktanya, Ada 34 dari 1.192 demonstran reaktif covid-19 di DKI Jakarta saat demo Undang-Undang Cipta Kerja.

Sementara jumlah kematian akibat covid-19 di seluruh dunia telah mencapai 1.118.635 kematian. Angka ini lebih tinggi dibandingkan jumlah kematian karena flu di seluruh dunia, yang menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia, diperkirakan sekitar 290 ribu-650 ribu orang setiap tahun.


Tentang Cek Fakta

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya