Liputan6.com, Jakarta - Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulawesi Tenggara untuk 2021 dipastikan tidak naik, yakni tetap sebesar Rp2.552.014,52 atau sama dengan UMP tahun 2020 karena kondisi perekonomian kala pandemi COVID-19.
Sekretaris Daerah Sultra, Hj Nur Endang Abbas di Kendari, Sabtu, mengatakan tidak adanya kenaikan UMP 2021 karena beberapa hal.
Advertisement
"Tidak naiknya UMP 2021 ini bukan hanya di Sultra, tetapi hampir di sejumlah provinsi di tanah air yang juga tidak naik. Ini disebabkan bahwa secara nasional ekonomi nasional minus 5,32, di Sultra terkonstraksi minus 2,34, konsumsi masyarakat juga minus 5,51 persen dan investasi juga turun, baik impor maupun ekspor juga turun," ujarnya dikutip dari Antara, Sabtu (31/10/2020).
Ia mengatakan pertimbangan lain adalah pandemi COVID-19 telah berdampak pada kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja/buruh termasuk dalam membayar upah, perlindungan dan kelangsungan bekerja pekerja/buruh serta menjaga kelangsungan usaha.
Selain itu, memperhatikan surat edaran Menaker Nomor:M/11/HK.04/X/2020 tanggal 26 Oktober 2020 tentang penetapan Upah Minimum tahun 2021 pada masa Pandemi COVID-19 serta surat edaran Gubernur Sultra Nomor:561/5209 tanggal 27 Oktober 2020 tentang penetapan nilai upah minimum tahun 2021 pada masa pandemi COVID-19. Sekda Provinsi Sultra, Hj Nur Endang Abbas (Antara/Azis Senong)
Dengan demikian, kata gubernur Ali Mazi, UMP Sultra tahun 2021 ditetapkan sebesar Rp2.552.014,52. Sementara upah minimum sektoral provinsi sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp2.614.779,41 dan sektor konstruksi sebesar Rp2.691.794,72.
"Jadi UMP 2021 itu baru akan berlaku di seluruh wilayah Sulawesi Tenggara terhitung sejak tanggal 1 Januari 2021," ujarnya.
Kepada pelaku usaha, Gubernur Sultra mengimbau untuk melaksanakan dan menerapkan UMP dan UMP Sektoral tahun 2021 dengan prinsip keadilan sehingga dapat meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Khusus untuk Kota Kendari, kabupaten Kolaka dan kabupaten Konawe Utara, upah minimum yang berlaku adalah upah minimum kabupaten/kota yang akan ditetapkan dan diumumkan selambat-lambatnya pada tanggal 21 November 2020.
Rangkaian penyampaian rilis UMP 2021, selain dihadiri kalangan pelaku usaha, serikat buruh pekerja Indonesia dan beberapa instansi dan lembaga terkait lainnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Ikuti SE Menaker, UMP 2021 Jawa Tengah Naik 3,27 Persen
Gubernur Ganjar Pranowo memutuskan untuk menaikkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah pada 2021 menjadi Rp 1.798.979 atau naik sebesar 3,27 persen dari besaran UMP Jateng 2020 sebesar Rp1.742.015.
"Kami sudah menggelar rapat dengan berbagai pihak dan sudah mendengarkan masukan. Sudah kami tetapkan UMP Jateng tahun 2021 naik menjadi sebesar Rp1.798.979,12," katanya dikutip dari Antara, Sabtu (31/10/2020).
Ganjar mengaku tidak menggunakan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dalam menetapkan kenaikan UMP Jateng 2021, melainkan tetap berpegang teguh pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Selain itu, pertimbangan lain adalah hasil rapat dengan Dewan Pengupahan, serikat buruh, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia. Pihak-pihak tersebut, lanjut Ganjar, sudah diajak berbicara dan memberikan masukan-masukan.
"UMP Jateng 2021 ini tidak sesuai dengan Surat Edaran Menaker yang kemarin dikeluarkan, yang intinya menyampaikan tidak naik atau sama dengan UMP 2020. Perlu saya sampaikan bahwa UMP ini sesuai dengan PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan yang mendasari pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dua hal ini yang coba kami pegang erat," jelasnya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi year of year (yoy) untuk September di Jawa Tengah sebesar 1,42 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 1,85 persen
"Dengan demikian, terdapat kenaikan sebesar 3,27 persen. Angka inilah yang kami pertimbangkan, maka UMP Jateng 2021 kami tetapkan sebesar Rp1.798.979,12 atau naik Rp56.963,9," ujar Ganjar.
Orang nomor satu di Jateng itu menegaskan bahwa keputusan besaran UMP jateng 2021 itu akan berlaku untuk 35 kabupaten/kota dan harus menjadi pedoman UMP dalam penetapan UMK masing-masing.
"Mereka punya waktu sampai tanggal 21 November nanti untuk menyusun itu (UMK, red). Dan ini kalimatnya dapat, artinya bisa iya bisa tidak. Pengalaman di Jawa Tengah, selama ini kami tidak menggunakan UMP melainkan UMK," katanya.
Advertisement
Tak Ada Kesepakatan, Buruh Nilai UMP 2021 Diputuskan Sepihak
Serikat buruh menyerukan penolakan terhadap Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 atau UMP 2021 pada Masa Pandemi Covid-19.
“Serikat buruh menolak SE Menaker berkenaan dengan yang menyatakan bahwa upah minimum, baik UMP/UMK/UMSP/UMSK tahun 2021 sama dengan tahun 2020,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal dalam video konferensi, Jumat (30/10/2020).
Bahkan, Iqbal menilai keputusan yang dimuat dalam SE tersebut hanya mengakomodasi salah satu pihak, yaitu pengusaha. Dijelaskan, dewan pengupahan nasional unsur buruh secara tegas menyatakan tidak ada kesepakatan yang menyetujui adanya kenaikan UMP 2021. Namun, ternyata Menaker justru menerbitkan SE yang memutuskan tidak ada kenaikan UMP di 2021.
“Dewan pengupahan nasional menjelaskan bahwa tidak ada kesepakatan apa pun di tripartit nasional yang menyatakan tidak ada kenaikan UMP di tahun 2020. Bahkan di forum yang lebih besar lagi, tidak ada kesepakatan. Jadi, pemerintah menggunakan dasar apa?” kata Iqbal.
“Patut diduga, Kemnaker berbohong terhadap argumentasi dasar pertimbangan dalam mengeluarkan SE (UMP) itu,” kata dia.
Untuk itu, serikat buruh menghimbau kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan untuk mencabut SE tersebut. Lalu bagi gubernur, serikat buruh meminta agar SE UMP tersebut tak perlu diikuti.
“Kami menghimbau kepada pemerintah terutama Menaker, cabut SE (UMP) tersebut. Dan pada para gubernur, jangan ikuti SE Menaker tersebut,” kata Iqbal.