Liputan6.com, Paris - Karikatur Charlie Hebdo yang menghina agama mendapat kecaman dari tokoh Katolik di Prancis. Uskup Agung Robert Le Gall menyebut kebebasan berekspresi tidak berarti menyinggung agama.
"Kebebasan berekspresi ada batasnya seperti kebebasan manusia lain," ujar Uskup Agung Robert Le Gall seperti dikutip Le Figaro, Sabtu (31/10/2020).
Uskup Agung Robert Le Gall menyebut penghinaan agama mestinya tak dibolehkan. Ia juga berkata karikatur-karikatur yang dibuat Charlie Hebdo turut menghina Kristen.
Baca Juga
Advertisement
"Ini harusnya diredakan karena karikatur-karikatur ini melawan umat Muslim, namun juga melawan kepercayaan Kristen," lanjutnya.
Uskup agung dari Toulouse ini menyebut kasus yang terjadi di Prancis seperti menuangkan minyak ke dalam api.
"Saya berpikir secara mendalam. Kita melihat konsekuensi-konsekuensinya, kita menuangkan minyak ke api, dan terjadi eskalasi," jelasnya.
Ia pun meminta agar Prancis menekankan motto fraternity (persaudaraan) di negaranya.
Selama ini, Charlie Hebdo dikenal suka meledek berbagai aliran politik dan agama. Charlie Hebdo itu disorot dunia internasional setelah serangan teror karena media itu merilis kartun Nabi Muhammad pada 2015 dan 2020.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pandangan Uskup Agung Dikritik
Uskup Agung Robert Le Gall menolak jika agama menjadi sasaran penistaan. Namun, politisi Prancis menganggap Robert Le Gall lupa dengan prinsip di Prancis.
Anggota parlemen Prancis, Jean-Luc Melenchon, menuding Uskup Agung Robert Le Gall sedang mencari alasan untuk membenarkan kejahatan yang terjadi.
Melenchon menolak jika kejahatan yang terjadi adalah akibat kebebasan untuk penistaan agama.
Politisi lain, Georges Méric, berkata bahwa penistaan agama merupakan hak di Prancis. Ia menegaskan di Prancis ada pemisahan antara hukum agama dan negara.
"Kebebasan untuk penistaan merupakan hak Republik kita, sesuai kebebasan berpikir dan berekspresi," ujar Meric.
Advertisement
Cendekiawan Menyebut Pentingnya Dialog
Prancis memiliki prinsip menjunjung tinggi kebebasan. Prinsip itu tertuang di Deklarasi HAM Prancis yang sudah ada sejak Revolusi Prancis dan sebelum Napoleon Bonaparte berkuasa.
Fenomena clash of civilization (benturan peradaban) lantas terjadi karena prinsip kebebasan berpendapat di Prancis sedang terbentur dengan isu agama.
Media Charlie Hebdo di Prancis kerap mengkritik tokoh agama, termasuk Islam. Karikatur Nabi Muhammad yang diterbitkan negara itu memprovokasi oknum radikal di Prancis, sebab kartun nabi tidak dibolehkan dalam ajaran Islam.
Cendekiawan Islam menilai perlu ada dialog-dialog kebudayaan dan peradaban agar muncul sikap saling empati dari berbagai pihak.
"Jalan tengah perlu dilakukan. Dialog-dialog kultural di antara berbagai komunitas untuk menjembatani ketegangan yang ada saat ini, karena dengan dialog tersebut akan muncul suatu sikap empati, simpati, sehingga kemudian kita saling menghargai, sebagaimana Islam diajarkan untuk menghormati Yesus, menghormati Nabi Musa, bahkan kitab-kitab suci mereka," jelas cendekiawan Nahdlatul Ulama Zuhairi Misrawi kepada Liputan6.com saat dihubungi Jumat, 30 Oktober 2020.
Pria yang akrab dipanggil Gus Mis itu menyebut ada isu-isu yang masih tidak dipahami negara Barat tentang Islam. Ia berkata masalah itu tak terlepas dari kolonialisme di masa lalu.
Hal ini ia anggap sebagai tanggung jawab bagi umat Muslim dan institusi-institusinya agar Prancis dan dunia Barat dapat diberi pemahaman.
"Tanggung jawab dari kita sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, tanggung jawabnya menjelaskan sosok Nabi Muhammad kepada Barat. Ini harus menjadi satu kebijakan kita terutama melalui Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia," ujarnya.
Saling Memaham Peradaban
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menyebut perlunya meningkatkan pemahaman dan diskusi tentang peradaban dunia.
Sebagai contoh, ia menyayangkan pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang kontroversial terkait polemik ini. Yon Machmudi menyebut level kepala negara seharusnya memahami isu peradaban.
Meski mengapresiasi pemerintah Indonesia yang protes ke Prancis, Yon Machmudi menyarankan agar pemerintah bisa membantu adanya diskusi peradaban.
"Apa yang dilakukan pemerintah menyampaikan protes, kecaman, saya rasa sudah sesuai dengan tugasnya. Tapi tentu juga bisa diperkuat kembali untuk mengajak dunia internasional melihat bahwa ini adalah persoalan serius," ujarnya.
"Pentingnya dialog peradaban di level dunia karena ini persoalan serius kalau dibiarkan," jelasnya.
Advertisement