Polisi Prancis Tangkap 2 Orang Terkait Teror di Gereja Notre-Dame

Totalnya ada enam orang yang ditangkap polisi Prancis terkait teror di Gereja Notre-Dame.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 02 Nov 2020, 07:30 WIB
Polisi Prancis dan petugas forensik bekerja menangani kasus penikaman di gereja Notre Dame di Nice, Prancis, pada Kamis (29/10/2020). (Foto credit: AP/Daniel Cole)

Liputan6.com, Nice - Polisi Prancis menangkap dua orang lagi terkait teror di gereja Notre-Dame di Nice, Prancis. Aksi teror itu merenggut nyawa tiga orang, termasuk seorang ibu dan lansia.

Totalnya kini ada enam orang yang sudah ditahan. Pelaku utama adalah warga Tunisia bernama Brahim Issaoui yang menyerang dengan pisau.

Dilansir France24, Senin (2/11/2020), enam pelaku itu diperkisa untuk diketahui apakah mereka punya kaitan dengan teroris pelaku penyerangan di gereja Prancis pada Kamis 29 Oktober 2020.

Masih belum diketahui apakah pelaku mendapat bantuan dalam penyerangan. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut tindakan ini sebagai teror Islamisme.

Menurut sumber AFP, dua orang yang ditangkap berusia 25 dan 63 tahun. Mereka dijemput aparat di kediaman satu orang lain yang telah lebih dulu ditangkap di hari yang sama.

Tiga orang lainnya juga masih ditahan karena dicurigai terkait dengan pelaku teror.

Serangan di gereja Nice merupakan rangkaian kasus terorisme yang terjadi di Prancis akibat kontroversi kartun Nabi Muhammad. Presiden Macron tegas mengecam tindakan radikalisme yang terjadi.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Teroris Baru 2 Hari di Nice

Ilustrasi bendera Prancis (AFP/Ludovic Marin)

Pelaku utama ditembak beberapa kali orang polisi. Saat ini ia berada dalam kondisi serius dan polisi masih belum bisa memeriksanya.

Investigator masih belum bisa memastikan apakah orang-orang lainnya yang ditangkap juga terlibat. Motivasi pelaku juga belum diketahui.

Investigator percaya bahwa Issaoui adalah imigran ilegal. Ia masuk ke Eropa lewat pulau Lampedusa pada 20 September.

Teroris itu tiba di daratan utama Italia pada 9 Oktober di pelabuhan Baru. Ia baru saja tiba di Nice dua hari sebelum serangan.


Presiden Prancis Emmanuel Macron Soal Kartun Nabi dan Islam: Saya Paham, tapi...

Seorang demonstran memegang bendera Prancis dengan slogan "Freedom of Speech" selama demonstrasi di Paris (18/10/2020). Pembunuh Samuel merupakan pria kelahiran Moskow berusia 18 tahun yang ditembak mati oleh polisi. (AP Photo/Michel Euler)

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan dia dapat memahami mengapa umat Islam dikejutkan oleh kartun kontroversial yang menggambarkan Nabi Muhammad.

Tapi, dalam sebuah wawancara dengan penyiar Al Jazeera, dia mengatakan dia tidak pernah bisa menerima masalah kekerasan dan menjadikannya sebagai hal yang dibenarkan.

Itu terjadi setelah serangan pisau mematikan pada Kamis 29 Oktober 2020 di sebuah gereja di Nice, serangan ketiga yang diduga dilakukan oleh kelompok Islam di negara itu dalam lebih dari sebulan.

Perselisihan telah tumbuh dengan beberapa negara Muslim atas isu kartun tersebut. 

Beberapa telah mendesak pemboikotan produk Prancis karena Macron telah membela hak untuk menggunakan gambar tersebut dalam konteks kebebasan berbicara.

Awal bulan ini seorang guru dipenggal kepalanya di pinggiran kota Paris setelah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad kepada beberapa muridnya.

Sementara itu, kantor berita negara Tunisia melaporkan bahwa dua orang telah ditahan di sana untuk diinterogasi sehubungan dengan serangan di Nice, yang dilakukan oleh seorang pria Tunisia.

Menteri dalam negeri Prancis mengatakan kemungkinan lebih banyak serangan militan.

Pada Sabtu 31 Oktober 2020, seorang pendeta Ortodoks ditembak dan terluka di kota Lyon, meskipun belum ada rincian tentang penyerangnya yang diketahui.

Presiden Prancis mengatakan dia yakin reaksi keras datang dari negara-negara Muslim karena orang-orang keliru mengira bahwa dia mendukung kartun-kartun itu, atau bahkan bahwa itu dibuat oleh negara Prancis.

"Saya memahami sentimen yang diungkapkan dan saya menghormatinya. Tetapi Anda harus memahami peran saya sekarang, ini untuk melakukan dua hal: mempromosikan ketenangan dan juga untuk melindungi hak-hak ini," katanya, mengacu pada kebebasan berekspresi mereka yang membuat kartun, dalam wawancara dengan Al Jazeera, dikutip dari BBC, Minggu 1 November 2020.

"Saat ini di dunia ada orang yang memutarbalikkan Islam dan atas nama agama ini yang mereka klaim untuk dibela, dibunuh, dibantai ... hari ini ada kekerasan yang dilakukan oleh beberapa gerakan ekstremis dan individu atas nama Islam."

Emmanuel Macron juga mengatakan boikot atas barang-barang Prancis yang diajukan di tengah kemarahan terhadap kartun itu "tidak layak" dan "tidak dapat diterima".


Konteks

Presiden Prancis Emmanuel Macron (AP/Phillipe Wojazer)

Tiga orang ditikam hingga tewas di Nice pada hari Kamis oleh seorang pria Tunisia yang tiba di kota Prancis selatan malam sebelumnya.

Prancis telah meningkatkan kewaspadaan keamanan nasionalnya ke tingkat tertinggi, dengan peningkatan keamanan di tempat-tempat ibadah dan sekolah di seluruh negeri.

Awal bulan ini guru Samuel Paty dipenggal di pinggiran kota Paris setelah menunjukkan kartun kontroversial Nabi Muhammad kepada beberapa muridnya.

Menanggapi serangkaian serangan itu, Macron mengatakan Prancis tidak akan pernah menyerah pada kekerasan.

Masalah ini telah menyebabkan ketegangan dengan beberapa negara mayoritas Muslim, dengan patung pemimpin Prancis dibakar di Bangladesh dan perang kata-kata dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang mempertanyakan kesehatan mental Macron.


Infografis Teror di Prancis

Infografis Teror Beruntun dan Status Darurat Tertinggi Prancis. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya