Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso berkeyakinan, tingkat kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di perbankan tidak akan menyentuh 5 persen hingga akhir 2020.
Optimisme itu dipegangnya lantaran program restrukturisasi seperti yang diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Tahun 2020 berjalan dengan baik.
Advertisement
"NPL perbankan sebagaimana kami sampaikan, angka terakhir dengan POJK 11/2020 ini adalah 3,15 persen. Kami optimistis kelihatannya tidak akan tembus sampai 5 persen. Saya yakin ini sudah proses recovery," ujarnya dalam sesi teleconference, Senin (2/11/2020).
Menurut pantauannya, nilai kredit macet memang sempat meninggi pada awal masa pandemi Covid-19, hingga menyentuh 3,22 persen. Meski saat ini sudah turun, OJK tetap mengajak pelaku industri perbankan tetap jeli memonitor betul kenaikan NPL ini.
"Ini (POJK 11/2020) diperpanjang sampai (Maret) 2022. Kami akan terus memonitor ini dan kita akan terus memperluas sumber pertumbuhan. Terutama di daerah-daerah, agar bisa mengkompensit penurunan sejak Covid, di mana bulan Maret-Juni kemarin cukup besar penurunan perkreditan ini," ucapnya.
Senada, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, pihak otoritas telah menghitung jika angka NPL di Oktober kemarin tidak terjadi peningkatan.
Berdasarkan riwayat data bulan-bulan sebelumnya, NPL pada Juli-Agustus 2020 masih bertengger di kisaran 3,22 persen. Kemudian terjadi perbaikan di September 2020, menjadi sebesar 3,15 persen.
"Jadi kalau kita lihat potensi di Oktober, saya kira masih sama di 3 persen. Karena net-nya kita melihat masih 1,07 persen. Jadi sebetulnya kalau kita lihat sukuk kredit di perbankan kita dari tiga bulan terakhir masih cukup manageble. Saya harapkan di Oktober nanti tidak jauh dari 3 persen," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK: Sektor Jasa Keuangan Terkendali di Tengah Pandemi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan ketahanan sektor jasa keuangan masih dalam kondisi baik dan terkendali di tengah pandemi Covid-19. Itu ditunjukan dengan permodalan dan likuiditas memadai serta profil risiko yang masih terjaga.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, memberikan contoh pada rasio permodalan bank atau capital adequacy ratio (CAR) yang terjaga sebesar 23,39 persen pada Agustus 2020. Jumlah itu meningkat dibanding pencapaian kuartal II 2020, yang berada di level 22,5 persen.
"Di samping itu juga dapat disampaikan bahwa risk based capital industri asuransi jiwa dan umum masing-masing sebesar 506 persen dan 330,5 persen. Level tersebut jauh di atas ketentuan minimal yamg diberlakukan untuk industri asuransi," ujar Wimboh dalam sesi teleconference, Selasa (27/10/2020).
Sementara untuk dana pihak ketiga (DPK) pada Agustus 2020 juga mencatatkan pertumbuhan 11,64 persen secara tahunan (year on year/yoy) dibanding kuartal II 2020 yang sebesar 7,95 persen.
"Kita tahu bahwa banyak dana-dana yang disimpan lembaga pemerintah di bank BUKU IV. Sementara kredit bank tumbuh 1,04 persen yoy per agustus 2020 setelah terkontraksi cukup dalam di April hingga Juni 2020," ucap Wimboh.
Wimboh juga menyampaikan, pertumbuhan himpunan total premi pada industri asuransi secara bulanan (month to month) meningkat pada akhir kuartal III. Itu terlihat dari angka pada Agustus 2020 sebesar Rp 326 triliun, lebih tinggi dari triwulan II yang hanya Rp 243,2 triliun.
Sementara dari sisi pasar modal, ia meneruskan, total penghimpunan dana per Oktober 2020 telah mencapai Rp 92,2 triliun. Pemasukan tersebut berasal dari perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO).
"Di pasar modal penghimpunan dana hingga 20 Oktober 2020 mencapai Rp 92,2 triliun dengan 45 emiten baru, dan terdapat 50 emiten yang akan IPO yakni mencapai Rp 21,2 triliun," ujar Wimboh.
Advertisement